Yang
bisa dijama’kan dengan sighat muntahal jumu’ adalah semua isim yang keempat
hurufnya adalah asli, seperti (دِرْهَمٌ), atau kelima hurufnya adalah asli, seperti (سَفَرْجَلٌ), atau isim ruba’i dan isim khumasi
karena mendapatkan tambahan huruf, seperti (غَضَنْفَرٌ) dan (عَنْدَلِيْبٌ), dan sebagian
isim tsulatsi mazid, seperti (إِصْبِعٌ), (تَجْرِبَةٌ), (مَسْجِدٌ), (يَحْمَدُ), (خاَتِمٌ), (كَوْثَرٌ), (صَيْرِفٌ), (سَحاَبَةٌ), (تَنُوقَةٌ), (مُوماَةٌ), (سِعْلاَةٌ), (هبْرَةٌ), (عُنْصُوَةٌ), (كُرْسِيٌّ), (حِرْبَاءٌ), (نِشْوَانٌ), (حُبْلَى), (عَلْقَى) dan (عَذْرَاءُ).
Jadi,
isim yang mempunyai empat huruf, maka kita membuatnya sesuai dengan lafalnya,
baik keempat hurufnya adalah asli atau dari isim tsulatsi mazid. Sehingga,
dalam jama’nya lafal-lafal diatas kita ucapkan (دَرَاهِمُ), (أَصَابِعُ), (تَجَارِبُ), (مَسَاجِدُ), (يَحاَمِدُ), (خَوَاتِمُ), (كَوَاثِرُ), (صَيَارِفُ), (سَحاَئِبُ), (تَناَئِفُ), (مَوَامٍ), (سَعاَلٍ), (هَباَرٍ), (عَناَصٍ), (كَرَاسِي), (حَرَابِيُّ), (نَشَاوَى), (حَباَلَى) atau (حَبَالٍ), (عَلاَقَى) atau (عَلاَقٍ), dan (عَذَارَى) atau (عَذَارٍ).
Dan
isim yang hurufnya lebih dari empat, yang ingin dijama’kan taksir dengan sighat
muntahal jumu’, maka huruf yang bisa membuat cacat sighat itu kita buang.
Jika
berupa isim ruba’i ushul, maka huruf zaidahnya kita buang, seperti (سِبَطْرَى) menjadi (سَبَاطِرُ), (غَضَنْفَرٌ) menjadi (غَضَافِرُ), (اِحْرِنْجَامٌ) menjadi (حَرَاجِمُ), dan (قشعرار) menjadi (قَشَاعِرُ).
Jika
berupa isim tsulatsi ushul, maka jika diberi dua huruf tambahan, kita
buang salah satu dari huruf tambahannya, seperti (مُنْطَلِقٌ) menjadi (مَطاَلِقُ), (مُقْتَحِمٌ) menjadi (مَقَاحِمُ), dan (مُتَصَبرٌ) menjadi (مَصَابِرُ). Dan jika diberi tiga huruf
tambahan, maka kita buang dua huruf tambahannya, seperti (مُسْتَدْعٍ) menjadi (مَدَاعٍ), (مُخْشَوْشِنٌ) menjadi (مَخاَشِنُ), dan (مُجْلَوِّذٌ) menjadi (مَجاَلِذُ).
Diharuskan
untuk membuang huruf yang lebih berhak untuk dibuang, sehingga mim diawal
kalimah adalah lebih berhaknya huruf zaidah untuk ditetapkan dari yang lainnya
disemua keadaan. Ta’ wazan (اِفْتِعاَلٌ) dan (اِسْتِفْعاَلٌ), atau nunnya
wazan (اِنْفِعاَلٌ) adalah lebih
berhak untuk ditetapkan dari yang lainnya, namun dia dikalahkan oleh mim
zaidah. Hamzah dan ya’ yang menjadi permulaan adalah lebih berhak untuk
di-tetapkan dari yang lainnya, seperti (أَلَنْدَدْ) menjadi (أَلاَدُّ), dan (يَلَنْدَدٌ) menjadi (يَلاَدُّ), kecuali nunnya (اِنْفِعاَلٌ) dan ta’nya (اِفْتِعاَلٌ) dan (اِسْتِفْعاَلٌ), maka ketiganya bisa mengalahkan
hamzah dalam ditetapkan, seperti (اِنْطِلاَقٌ) menjadi (نَطَالِيْقُ), (اِجْتِماَعٌ) menjadi (تَجَامِيْعُ), dan (اِسْتِخْرَاجٌ) menjadi (تَخَارِيْجُ).
Jika
dalam satu kalimah terdapat dua huruf zaidah yang sama derajatnya, tidak ada
yang mengungguli, maka kita diperbolehkan membuang salah satunya yang kita
inginkan, sehingga kita ucapkan dalam (سَرَانِدُ) dan (عَلاَنِدُ) atau (سَرَادٍ) dan (عَلاَدٍ) dalam jama’nya (سَرَنْدَى) dan (عَلَنْدَى).
Dikecualikan
dari semua ketentuan di atas dalah ketika yang menjadi tambahan adalah huruf
illat yang disukun huruf sebelum akhir, maka huruf itu dirubah, jika berupa
alif atau waw, menjadi ya’, dan jika berupa ya’ maka kita tetapkan seperti
keadannya semula, sehingga kita ucapkan dalam jama’nya (قِرْطَاسٌ), (فِرْدَوْسٌ) dan (قَنْدِيْلٌ) dengan (قَرَاطِيْسُ), (فَرَادِيْسُ) dan (قَناَدِيْلُ), dan dalam
jama’nya (مِصْباَحٌ), (إِضْماَمَةٌ), (تَهْوِيْلٌ), (مَقْدُوْرٌ), (يَعْبُوْبٌ), (سَاجُوْرٌ) dan (طوْماَرٌ) dengan (مَصَابِيْحُ), (أَضَامِيْمُ), (تَهاَوِيْلُ), (مَقَادِيْرُ), (يَعاَبِيْبُ), (سَوَاجِيْرُ) dan (طَوَامِيْرُ).
Lafal
yang seperti (مُخْتاَرٌ), (مُهْتاَجٌ), (مُنْقَادٌ) dan (مُحْتاَجٌ), yaitu dari
isim tsulatsi mu’tal ‘ain yang diberi tambahan, maka kita buang ta’ dan nun
lalu kita kembalikan alifnya kepada asalnya, yaitu dari waw atau ya’, sehingga
dalam kedua contoh pertama kita ucapkan (مَخاَيِرُ) dan (مَهَايِجُ), dan dua
contoh terakhir kita ucapkan (مَقَاوِدُ) dan (مَحاَوِجُ). Dan kita diperbolehkan untuk
mengganti huruf yang dibuang dengan ya’ yang ditempatkan sebelum akhir,
sehingga kita ucapkan (مَخَايِيْرُ), (مَهاَيِيْجُ), (مَقَاوِيْدُ) dan (مَحَاوِيْجُ). Dan semisal
lafal (مُنْطَادٌ) kita ucapkan
dalam jama’nya dengan (مَطَاوِدُ) atau (مَطاَوِيْدُ).
Hanya
saja dalam bab sifat yang diawalnya diberi tambahan mim, maka kita jama’kan
dengan jama’ mudzakar salim, jika sifat itu untuk mudzakar berakal, atau dengan
jama’ mu’annats salim jika untuk selain mudzakar, dan menjama’kannya dengan
jama’ taksir adalah tidak disukai.
Ketika
yang ingin dijama’kan dengan jama’ taksir dengan menggunakan sighat muntahal
jumu’ adalah isim yang kelima hurufnya adalah asli, maka kita buang huruf
kelimanya lalu kita buat dengan mengikuti wazan (فَعاَلِلُ), seperti (سَفَرْجَلٌ) menjadi (سَفَارِجُ). Dan jika hurufnya lebih dari
lima, maka huruf tambahan itu kita buang beserta huruf kelima, seperti (عَنْدَلِيْبٌ) menjadi (عَناَدِلُ), dan (قَبَعْثَرَى) menjadi (قَبَاعِثُ).
Lafal
yang hurufnya ada yang dibuang untuk diikutkan wazan (فَعاَلِلُ) atau yang menyerupainya dalam
wazan, maka diperbolehkan untuk mengganti huruf yang dibuang itu dengan ya’
yang ditaruh sebelum akhir, sehingga akan diikutkan wazan (فَعَالِيْلُ) atau yang menyerupainya, seperti
kita ucapkan dalam jama’nya (سَفَرْجَلٌ), (مُنْطَلِقٌ) dan (عَنْدَلِيْبٌ) dengan (سَفَارِجُ), (مَطَالِقُ) dan (عَنَادِلُ) dengan
mengikuti wazan (فَعاَلِلُ). Begitu juga
diperbolehkan, namun qalil, untuk menetapkan ya’ tersebut sebelum akhir ketika
tidak ada huruf yang dibuang, seperti kita ucapkan dalam jama’nya (مَعْذِرَةٌ) dan (خَاتِمٌ) dengan (مَعاَذِرُ) dan (خَوَاتِمُ), yang juga kita ucapkan dalam
jama’nya dengan (مَعَاذِيْرُ) dan (خَوَاتِيْمُ).
Terkadang
ta’ masuk dalam sebagian sighat muntahal jumu’, sehingga akan menjadi jama’nya
isim yang hurufnya lebih dari tiga, yaitu dari isim yang diberi ya’ nisbat,
sehingga kita ucapkan dalam jama’-nya (دِمَسْقِيّ), (مَغْرِبِيٌّ), (أَزْرَقِيٌّ), (جَوْهَرِيٌّ), (صَيْرَفِيٌّ) dan (صَحَفِيٌّ) dengan (دَماَشِقَةٌ), (مَغَارِبَةٌ), (أَزَارِقَةٌ), (جَوَاهِرَةٌ), (صَيَارِفَةٌ) dan (صَحَائِفَةٌ).
Namun,
terkadang sighat muntahal jumu’ yang bertemu dengan ta’ tersebut adalah menjadi
jama’nya selain isim yang dinasabkan, yaitu dari isim yang sebelum akhirnya
berupa huruf mad zaidah dan huruf mad itu wajib untuk dibuang ketika bertemu
dengan ta’ tersebut, seperti (جَحَاجِحَةٌ) dan (غَطَارِفَةٌ) dalam jama’nya (جَحجَاحٌ) dan (غطْرِيْفٌ). Ta’ tersebut menjadi pengganti
huruf mad yang dibuang.
Dan
telah datang juga jama’ yang diberi ta’ adalah jama’nya isim ‘ajam selain
tsulatsi, baik sebelum akhirnya berupa huruf mad atau tidak, seperti (جَوَارِبَةٌ), (زَناَدِقَةٌ)[1]
dan (أَسَاوِرَةٌ) dalam jama’nya (جَوْرَبٌ), (زِنْدِيْقٌ) dan (أُسْوَارٌ). Lafal dari jama’-jama’
tersebut yang diberi ta’ adalah termasuk dalam sighat muntahal jumu’, hanya
saja dia munsharif, sehingga dia bisa ditanwin dan dijerkan dengan kasrah.
[1] Zindiq adalah orang yang memperlihatkan keimanan akan
tetapi menyembunyikan kekufuran, atau orang yang fasid akidah keagamaannya.
No comments:
Post a Comment