Jiwa
merupakan kajian utama pada ruang lingkup psikologi, berbeda dengan fisiologi
yang mempelajari struktur dan fungsi organ fisik biologis manusia, karena
psikologi secara etimologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang jiwa.
Menurut
asal katanya, psikologi berasal dari
kata Yunani yaitu psyche dan logos. Mengenai kata logos kiranya sudah banyak
orang yang tahu, artinya adalah nalar, logika atau ilmu. Tetapi apakah psyche itu?
Istilah Psyche mempunyai banyak arti. Dalam bahasa
Inggris yaitu soul, mind, spirit. Dalam bahasa Indonesia
ketiga kata-kata tersebut dapat diwakili oleh satu kata yaitu “jiwa”. Karena
itulah kebanyakan orang cenderung mengartikan psikologi sebagai ilmu jiwa.[1]
Tetapi
arti “ilmu jiwa” masih kabur sekali. Apa yang dimaksud dengan jiwa, tidak
seorangpun yang tahu dengan sesungguhnya. Karena kekaburan arti itu, sering
timbul berbagai pendapat mengenai definisi psikologi yang saling berbeda,[2] sesuai dengan sudut
pandang dan penafsiran masing-masing tokoh.
Maka psikologi membatasi diri untuk hanya
mempelajari gejala-gejala kejiwaan, khususnya kondisi, proses, dan fungsi-fungsi
kejiwaan, dan untuk lebih mendapatkan kejelasan sasaran telaah metodologi dan
efektifitas teknik-teknik pendekatannya,
maka psikologi menyatakan diri sebagai sains yang mempelajari perilaku manusia,
dengan asumsi bahwa perilaku merupakan ungkapan dan cerminan dari kondisi,
proses, dan fungsi-fungsi kejiwaan.[3]
Sarlito
Wirawan Sarwono dalam bukunya Pengantar Umum Psikologi memberikan
definisi tentang psikologi yang
sekiranya bisa diterima oleh semua pihak. Dia mengemukakan bahwa psikologi
adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laku manusia dalam hubungan
dengan lingkungannya.[4]
Dalam
definisi di atas terdapat beberapa unsur.
Pertama ilmu pengetahuan, yaitu suatu kumpulan pengetahuan yang tersusun
secara sistematis dan mempunyai metode-metode tertentu.
Kedua tingkah laku atau perbuatan mempunyai
arti yang lebih konkret dari pada jiwa. Karena lebih konkret itu, maka tingkah
laku lebih mudah dipelajari dari pada jiwa dan melalui tingkah laku kita dapat
mengenal seseorang. Termasuk tingkah laku di sini adalah perbuatan yang terbuka
dan tertutup.
Tingkah laku yang terbuka adalah tingkah laku yang segera dapat
dilihat oleh orang lain, misalnya makan, minum, memukul, berbicara, menangis
dan sebagainya. Sedangkan
tingkah laku yang tertutup adalah tingkah laku yang hanya dapat diketahui
secara tidak langsung dengan melalui alat-alat atau metode-metode khusus,
tingkah laku tertutup ini misalnya keadaan berfikir, sedih, berkhayal,
bermimpi, takut dan sebagainya.
Ketiga adalah manusia, karena makin lama objek
materiil psikologi makin mengarah kepada manusia, oleh karena manusia-lah yang
paling berkepentingan dengan ilmu ini dan paling membutuhkan ilmu dalam
berbagai segi kehidupan. Keempat adalah lingkungan, yaitu tempat di mana
manusia itu hidup, menyesuaikan diri (beradaptasi) dan mengembangkan dirinya.[5]
Jadi,
jiwa menurut kacamata psikologi merupakan cerminan dari perilaku yang
dimunculkan oleh seseorang dalam bentuk tindakan dan perbuatan nyata yang
meliputi tindakan yang dapat teramati (perilaku terbuka) maupun tindakan yang
tidak dapat diamati secara langsung (perilaku
tertutup) dalam hubungannya dengan realitas ekternal di luar dirinya.
[1] Sarlito Wirawan Sarwono,
Berkenalan Dengan Aliran-Aliran Dan Tokoh-Tokoh Psikologi, Jakarta: Bulan
Bintang, 1986, hlm. 1-2
[2] Sarlito Wirawan Sarwono, Op.
Cit, hlm. 3
[3] Hanna Djumhana Bastaman, Integrasi
Psikologi Dengan Islam; Menuju Psikologi Islami, Jogjakarta: Pustaka Pelajar,
1997, hlm. 34
[4] Sarlito Wirawan Sarwono, Op.
Cit. hlm. 5
[5] Ibid, hlm. 5-6
No comments:
Post a Comment