Ilmu
tauhid adalah ilmu yang paling penting bagi tiap-tiap Muslim. Karena bahasan
ilmu tauhid ini menyangkut akidah Islam. Sedangkan akidah dalam Islam merupakan
pondasi bagi keberagamaan seseorang dan benteng yang kokoh untuk memelihara
akidah Muslim dari setiap ancaman keraguan dan kesesatan.
Kita seringkali mendengar terjadinya berbagai
penyimpangan dalam berpikir, berkata dan bertindak. Hal itu terjadi karena
jauhnya pemahaman yang benar terhadap dasar-dasar akidah Islam dan
masalah-masalah keimanan.
Prinsip-prinsip akidah dalam Islam dan masalah-masalah
keimanan adalah ajaran yang dibawa oleh para rasul sejak dulu. Hal tersebut
harus diyakini oleh setiap orang yang beriman, sebagaimana diterangkan dalam
firman Allah SWT:
وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ مِنْ
رَسُوْلٍ إِلاَّ نُوْحِيْ إِلَيْهِ أَنَّهُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنَا
فَاعْبُدُوْنِ. (الأنبياء : 25).
"Dan kami tidak mengutus seorang rasulpun
sebelum kamu melainkan kami wahyukan kepadanya: "Bahwasanya tidak ada
Tuhan (yang hak) melainkan aku, Maka sembahlah olehmu sekalian akan aku".
(QS. al-Anbiya' : 25).
Telah
dimaklumi dalam ajaran agama, bahwa semua amal saleh yang dilakukan oleh
seseorang dengan penuh ketulusan hanya akan diterima oleh Allah SWT apabila
didasari dengan akidah Islam yang benar yang menjadi bahasan ilmu tauhid ini.
Karena penyimpangan dari akidah yang benar berarti penyimpangan dari keimanan
yang murni kepada Allah. Dan penyimpangan dari keimanan berarti kekufuran
kepada Allah SWT. Sedangkan Allah tidak akan menerima amal baik yang dilakukan
oleh orang kafir, berapa pun banyaknya amal yang dia kerjakan. Dalam hal ini
Allah SWT berfirman:
وَمَنْ يَرْتَدِدْ مِنْكُمْ عَنْ
دِيْنِهِ فَيَمُتْ وَهُوَ كَافِرٌ فَأُولئِكَ حَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ فِي
الدُّنْيَا وَاْلآخِرَةِ وَأُولئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيْهَا خَالِدُوْنَ. (البقرة
: 217).
"Barangsiapa yang murtad di antara kamu dari agamanya, lalu
dia mati dalam kekafiran, maka mereka Itulah yang sia-sia amalannya di dunia
dan di akhirat, dan mereka Itulah penghuni neraka, mereka kekal di
dalamnya." (QS. al-Baqarah : 217).
Pengertian
ASWAJA
Dalam istilah masyarakat Indonesia, Aswaja adalah
singkatan dari Ahlussunnah Wal-Jama'ah. Ada tiga kata yang
membentuk kata tersebut.
1. Ahl,
berarti keluarga, golongan atau pengikut.
2. Al-Sunnah,
yaitu segala sesuatu yang telah diajarkan oleh Rasulullah SAW, maksudnya, semua
yang datang dari Nabi SAW, berupa perbuatan, ucapan dan pengakuan Nabi SAW. (Fath
al-Bari, juz XII, hal.245).
3. Al-Jama'ah,
yakni apa yang telah disepakati oleh para sahabat Rasulullah SAW pada masa
Khulafaur Rasyidin (Khalifah Abu Bakar r.a, Umar bin al-Khatthab r.a, Utsman
bin Affan r.a, dan Ali bin Abi Thalib r.a). Kata al-Jama'ah ini
diambil dari sabda Rasulullah SAW :
مَنْ أَرَادَ بُحْبُوْحَةَ الْجَنَّةِ
فَلْيَلْزَمِ الْجَمَاعَةَ. (رواه الترمذي (209) والحاكم (1/77-78) وصححه
ووافقه الحافظ الذهبي).
"Barang siapa yang ingin mendapatkan kehidupan
yang damai di surga, maka hendaklah ia mengikuti al-jama'ah (kelompok yang menjaga
kebersamaan)". (H.R al-Tirmidzi (2091), dan al-Hakim (1/77-78) yang
menilainya shahih dan disetujui oleh al-Hafizh al-Dzahabi).
Syaikh
Abdul Qadir al-Jilani (471-561 H/1077-1166 M) menjelaskan:
فَالسُّنَّةُ مَا سَنَّهُ رَسُوْلُ
اللهِ وَالْجَمَاعَةُ مَا اتَّفَقَ عَلَيْهِ أَصْحَابُ رَسُوْلِ اللهِ فِيْ
خِلاَفَةِ اْلأَئِمَّةِ اْلأَرْبَعَةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ
الْمَهْدِيِّيْنَ رَحْمَةُ اللهِ عَلَيْهِمْ أَجْمَعِيْنَ. (الغنية لطالبي
طريق الحق، 1/80).
"Al-Sunnah adalah apa yang telah diajarkan
oleh Rasulullah SAW (meliputi ucapan, perilaku, serta ketetapan beliau).
Sedangkan al-Jama'ah adalah segala sesuatu yang telah menjadi kesepakatan para
sahabat Nabi SAW pada masa Khulafaur Rasyidin yang empat, yang telah diberi
hidayah (mudah-mudahan Allah memberi Rahmat kepada mereka semua)." (Al- Ghunyah li Thalibi Thariq al-Haqq, juz I, hal.80).
Lebih jelas lagi, Hadlratus Syaikh KH.
Muhammad Hasyim Asy'ari (1287- 1336 H / 1871-1947) menyebutkan dalam kitabnya Zidayat
Ta'liqat (hal, 23-24) sebagai berikut :
أَمَّا أَهْلُ السُّنَّةِ فَهُمْ
أَهْلُ التَّفْسِيْرِ وَالْحَدِيْثِ وَالْفِقْهِ فَإِنَّهُمْ الْمُهْتَدُوْنَ
الْمُتَمَسِّكُوْنَ بِسُنَّةِ النَّبِيِّ J وَالْخُلَفَاءِ
بَعْدَهُ الرَّاشِدِيْنَ وَهُمُ الطَّائِفَةُ النَّاجِيَةُ. قَالُوْا وَقَدْ
اجْتَمَعَتْ الْيَوْمَ فِي مَذَاهِبَ أَرْبَعَةٍ الْحَنَفِيُّوْنَ
وَالشَّافِعِيُّوْنَ وَالْمَالِكِيُّوْنَ وَالْحَنْبَلِيُّوْنَ.
"Adapun Ahlussunnah
Wal-Jama'ah adalah kelompok ahli tafsir, ahli hadits dan ahi fiqih. Merekalah
yang mengikuti dan berpegang teguh dengan sunnah Nabi SAW dan sunnah Khulafaur
Rasyidin sesudahnya. Mereka adalah kelompok yang selamat (al-firqah al-najiyah).
Mereka mengatakan, bahwa kelompok tersebut sekarang ini terhimpun dalam madzhab
yang empat, yaitu madzhab Hanafi, Syafi'i, Maliki dan Hanbali."
Dari defenisi ini, dapat dipahami bahwa Ahlussunnah
Wal-Jama'ahbukanlah aliran baru yang muncul sebagai reaksi dari beberapa
aliran yang menyimpang dari ajaran Islam yang hakiki. Tetapi Ahlussunnah
Wal-Jama'ah adalah Islam yang murni sebagaimana yang diajarkan oleh
Nabi SAW dan sesuai dengan apa yang telah digariskan serta diamalkan oleh para
sahabatnya.
Hukum Akal
('Aqli)
Apabila kita menerima sesuatu keterangan, maka akal kita
tentu akan menerima dengan salah satu pendapat atau keputusan hukum sebagaimana
di bawah ini:
a.
Membenarkan dan mempercayainya
b. Mengingkari
dan tidak mempercayainya
c.
Memungkinkan, artinya boleh jadi dan boleh tidak jadi
Putusan akal atau hukum akal yang pertama itu disebut
wajib:(wajib 'aqli) واجب عقلي yang kedua disebut: muhal atau mustahil مستحيل عقلي dan yang ketiga disebut: jaiz atau
mungkin (mungkin jadi dan mungkin tidak) جائز عقلي.
Contoh-contoh:
1. Wajib menurut
akal (pasti)
Apabila
ada orang yang berpendapat bahwa:
a. 2 X 2 = 4
b. Satu itu
sama dengan sepertiga dari tiga
c. Segala
benda itu apabila tidak bergerak tentu diam, dan apabila tidak diam tentu
begerak.
d.
Seperempat kali seperempat sama dengan
seperenam belas.
Maka semua pendapat itu tentu akan diterima
akal yang sehat. Dengan membenarkan dan mempercayainya dan itu namanya
keterangan yang wajib diterima oleh akal (wajib 'aqli).
2. Muhal menurut akal (tidak mungkin)
Apabila ada orang yang berpendapat bahwa:
a. 2 X 2 = 5
b. Ada benda
yang pada suatu waktu tidak diam dan tidak bergerak
c. Seperempat kali
seperempat sama dengan seperdua kali tiga perempat
Maka semua pendapat itu tentu akan ditolak oleh akal yang
sehat, tidak dapat dibenarkan dan tidak akan dapat dipercayainya, dan itu
namanya hal-hal yang muhal atau mustahil.
3. Jaiz (mungkin)
Apabila ada orang
berkata bahwa:
a. Si Fulan
nanti akan mempunyai seorang anak.
b. Rumah ini akan rusak pada tahun ini.
Maka semua keterangan itu tidak akan ditolak sama sekali
oleh akal, dan tidak pula akan dipastikan kebenarannya dan dipercayai. Hal itu
mungkin terjadi, dan mungkin pula tidak akan terjadi. Yang sedemikian itu
namanya hal-hal yang mungkin atau jaiz.
Hukum
Kebiasaan, Bukan Hukum Akal
Banyak orang yang telah biasa melihat api dapat membakar
kertas. Jika orang berpegang teguh pada kebiasaan yang telah diketahui
berulang-ulang itu, maka ditetapkan undang-undang bahwa tiap-tiap api itu mesti
dapat membakar segala macam kertas. Dan apabila dikatakan sebaliknya, ia
mengatakan muhal atau mustahil, atau ia heran dan tidak mau percaya.
Perbedaannya:
Dalam kejadian semisal di atas, arti mesti dan muhal
tidaklah sama dengan arti mesti atau muhal pada akal. Itu hanyalah kepastian
dari kebiasaan. Adapun menurut pendapat akal, kejadian itu masih harus disebut
hal yang mungkin saja terjadi, dan mungkin dengan mengetahui beberapa sebab dan musabab atau akibat,
akan berubahlah kepastian tersebut.
Maka dari itu, jelas bahwa hukum kebiasaan tidak sama
dengan hukum akal.
Demikianlah, segala pengetahuan manusia tentang kebiasaan
alam yang sering sudah dikatakan undang-undang alam itu, masih harus disebut
"hal yang mungkin". Menurut pendapat akal, karena keputusan atau
undang-undang itu, terdapat hanya dari memperhatikan kepada kejadian-kejadian
yang berulang-ulang saja.
Menurut akal, masih ditanyakan apakah yang menyebabkan
adanya tabiat? Apakah yang menyebabkan api dapat membakar? Dan apakah yang
menyebabkan air mengalir ke tempat yang rendah? Dan apa yang menyebabkan
tiap-tiap zat mempunyai sifat.
Sumber Aswaja NU
No comments:
Post a Comment