WAW HAALIYAH


Waw Haal adalah waw yang sah jika tempatnya ditempati oleh (إِذْ) dzarfiyyah,[1] sehingga ketika kita mengucapkan (جِئْتُ وَ الشَّمْسُ تَغِيْبُ), maka sah jika diucapkan (جِئْتُ إِذِ الشَّمْسُ تَغِيْبُ).

Waw haal tidak boleh masuk kecuali pada haal jumlah, seperti yang telah kalian lihat, sehingga waw itu tidak boleh masuk pada haal yang mufrad dan tidak pula pada haal syibeh jumlah. 

Asal penghubung adalah dengan menggunakan dlamirnya shahibul haal. Dan ketika tidak ada dlamir, maka diwajibkan untuk menghubungkannya dengan waw, karena jumlah haaliyyah tidak akan pernah kosong dari salah satu dari keduanya (dlamirnya shohibul haal atau waw) atau dari keduanya secara bersamaan. Ketika penghubungnya menggunakan dlamir dan waw, maka penghubungan itu akan semakin kuat.

Waw haaliyyah, dari segi bebarengannya jumlah dengan waw itu atau tidak, mempunyai tiga macam, yaitu wajib, jawaz dan dilarang.

Kewajiban Memberi Waw Haliyyah

Diwajibkan untuk memberi waw haliyyah ditiga bentuk, yaitu:[2]

a. Ketika jumlah yang menjadi haal berupa jumlah ismiyyah yang dikosongkan dari dlamir yang menghubungkannya dengan shahibul haal, seperti (جِئْتُ وَ النَّاسُ ناَئِمُونَ).

b. Ketika jumlah itu diawali dengan dlamirnya shahibul haal, seperti (جاَءَ سَعِيْدٌ وَ هُوَ راَكِبٌ) dan (لاَ تَقْرَبُوا الصَّلاَةَ وَ أَنْتُمْ سُكاَرَى).

c. Jumlah yang menjadi haal berupa jumlah madliyyah yang tidak mengandung dlamirnya shahibul haal, baik jumlah itu mutsbat atau manfi, namun diwajibkan untuk memberi (قَدْ) ketika dalam kalam mutsbat, seperti (جِئْتُ وَ قَدْ طَلَعَتِ الشَّمْسُ), dan tidak diperbolehkan memberikan (قَدْ) ketika bersama jumlah manfi, seperti (جِئْتُ وَ ماَ طَلَعَتِ الشَّمْسُ).

Dilarang Memberi Waw Haliyyah

Jumlah haaliyyah tidak boleh diberi waw haliyyah ditujuh masalah, yaitu:[3]

a.  Jumlah itu jatuh setelah huruf ‘athaf, seperti (وَ كَمْ مِنْ قَرْيَةٍ اَهْلَكْناَهاَ فَجاَءَهاَ بَأْسُناَ بَياَتاً اَو هُمْ قَائِلُونَ).

b.  Jumlah itu menguatkan kandungannya jumlah sebelumnya, seperti (ذَلِكَ الْكِتاَبُ لاَ رَيْبَ فِيْهِ).

c. Jumlah itu berupa jumlah madliyyah yang jatuh setelah (إِلاَّ), sehingga ketika itu tidak diperbolehkan memberi waw dan (قَدْ), baik berkumpul atau terpisah, dan hanya disambung dengan dlamir saja, seperti (ماَ يَأْتِيْهِمْ مِنْ رَسُولٍ إِلاَّ كاَنُوا بِهِ يَسْتَهْزِئُونَ).

d. Jumlah itu berupa jumlah madliyyah yang jatuh sebelum (أَو), seperti syair,

كُنْ لِخَلِيْلِ نَصِيْراً جاَرَ اَو عَدَلاَ * وَ لاَ تَشُحَّ عَلَيْهِ جاَدَ أَو بَخِلاَ

e. Jumlah itu berupa jumlah mudlari’iyyah yang mutsbat dan tidak dibarengi dengan (قَدْ), maka ketika itu hanya dihubungkan dengan dlamir saja, seperti (وَ لاَ تَمْنُنْ تَسْتَكْثِرُ).

Dan jika bebarengan dengan (قَدْ), maka diwajibkan untuk menyertakan waw bersamanya, seperti (لِمَ تُؤْذُونَنِي؟ وَ قَدْ تَعْلَمُوا أَنِّي رَسُولُ اللهِ إِلَيْكُمْ). Dan tidak boleh hanya diberi waw saja atau (قَدْ) saja, tetapi diwajibkan untuk mengosongkan jumlah itu dari keduanya secara bersamaan atau membarengkannya dengan keduanya secara bersamaan, seperti yang telah kalian lihat. 

f. Ketika jumlahnya berupa jumlah mudlari’iyyah yang dinafikan dengan (ماَ), maka ketika itu dilarang untuk memberi waw dan (قَدْ), baik berkumpul atau terpisah, dan jumlah itu hanya dihubungkan dengan dlamir saja, seperti syair,

عَهِدْتُكَ ماَ تَصْبُو وَ فِيْكَ شَبِيْبَةٌ * فَماَ لَكَ بَعْدَ الشَّيْبِ صَباًّ مُتَيَّماَ؟

Namun, sebagian ulama’ teah memperbolehkan memberinya waw, seperti (حَضَرَ الْخَلِيْلُ وَ ماَ يَلرْكَبُ), dan pendapat itu bukanlah pendapat yang dipilih oleh jumhurul ulama’. Al-Suyuthi dalam Ham’ul Hawami’ telah mengatakan bahwa jumlah mudlari’iyyah yang dinafikan dengan (ماَ), maka terdapat dua wajah juga,[4] seperti (جاَءَ زَيْدٌ وَ ماَ يَضْحَكُ أَو ماَ يَضْحَكُ).

g. Jumlahnya berupa jumlah mudlari’iyyah yang dinafikan dengan (لاَ), maka ketika itu juga dilarang untuk memberi waw dan (قَدْ), baik berkumpul atau terpisah, seperti (وَ ماَ لَناَ لاَ نُؤْمِنُ بِاللهِ). Namun, sebagian kaum telah memperbolehkan memberinya waw, tetapi itu sangat jauh dari perasaan ahli lughat.

Jika jumlah mudlari’iyyah dinafikan dengan (لَمْ), maka diperbolehkan untuk memberinya waw dan dlamir secara bersamaan, seperti (أَو قاَلَ أُوحِيَ إِلَيَّ وَ لَمْ يُوحَى إِلَيْهِ شَيْءٌ). Dan diperbolehkan untuk menghubungkannya dengan dlamir saja, seperti (فَانْقَلبُوا بِنِعْمَةٍ مِنَ اللهِ وَ فَضْلٍ لَمْ يَمْسَسْهُمْ سُوءٌ). Dan jika jumlah itu dikosongkan dari dlamir, maka diwajibkan untuk menghubungkannya dengan waw, seperti (جِئْتُ وَ لَمْ تَطْلُعِ الشَّمْسُ), dan tidak diperbolehkan untuk meninggalkannya.

Dan jika jumlah mudlari’iyyah itu dinafikan dengan (لَماَّ), maka pendapat yang dipilih adalah menghubungkannya dengan waw pada semua keadaaan, seperti (أَمْ حَسِبْتُمْ أَنْ تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ وَ لَمَّا يَعْلَمِ اللهَ الَّذِيْنَ جاَهَدُوا مِنْكُمْ وَ يَعْلَم الصَّبِرِيْنَ). Namun, para ulama’ nahwu telah memperbolehkannya untuk menghubungkannya dengan dlamir saja, seperti (رَجَعْتُ لَمَّا أَبْلَغ مُراَدِي), dan pendapat yang dipilih adalah meng-hubungkannya dengan waw dan dlamir secara bersamaan, dan para ulama’ nahwu memperbolehkan untuk meninggalkan waw ketika bersama (لَماَّ), adalah karena diqiyaskan dengan saudaranya yaitu (لَمْ). Ibnu Malik berkata, “Lafal yang dinafikan dengan (لَماَّ) adalah seperti lafal yang dinafikan dengan (لَمْ) dalam qiyasinya, namun aku tidaklah menemukannya kecuali disertai dengan waw.”

Boleh Memberi Waw

Diperbolehkan untuk membari waw haal pada jumlah atau tidak memberinya diselain tempat-tempat yang telah disebutkan di atas, yaitu tempat wajib diberi waw dan tempat yang dilarang memberi waw.

Hanya saja kebanyakan dalam jumlah ismiyyah, yang mutsbat atau manfi, diberi waw dan dlamir secara bersamaan, dengan syarat jumlah itu tidak jatuh setelah huruf ‘athaf dan tidak menguatkan pada kandungan jumlah,[5] seperti (خَرَجُوا مِنْ دِياَرِهِمْ وَ هُمْ أُلُوفٌ) dan (رَجَعْتُ وَ ماَ فِي يَدِي شَيْءٌ).

Dan terkadang jumlah itu, baik mutsbat atau manfi, dihubungkan dengan dlamir saja, seperti (قُلْناَ اهْبِطُوا بَعْضُكُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ) dan (وَ اللهُ يَحْكُمُ لاَ مُعَقِّبَ لِحُكْمِهِ).

Jumlah ismiyyah yang bebarengan dengan waw tidak disyaratkan jumlah itu harus bersama dengan (إِلاَّ), seperti yang telah disangkakan oleh sebagian pengarang kitab hasyiyah, karena itu juga terjadi dalam kalam yang paling fasih, seperti (وَ ماَ أَهْلَكْناَ مِنْ قَرْيَةٍ إِلاَّ وَ لَهاَ كِتاَبٌ مَعْلُومٌ). Syarat itu hanya untuk jumlah madliyyah saja, seperti yang telah diketahui. Adapun jumlah ismiyyah, maka terkadang bebarengan dengan keduanya secara bersamaan dan terkadang bebarengan dengan (إِلاَّ) saja,[6] seperti (وَ ماَ اَهْلَكْناَ مِنْ قَرْيَةٍ إِلاَّ لَهاَ مُنْذِرُونَ).

Adapun jumlah madliyyah yang menjadi haal, maka jika jumlah itu berupa mutsbat, maka kebanyakan dihubungkan dengan dlamir, waw dan (قَدْ) secara bersamaan, seperti (أَفَتَطْمَعُونَ أَنْ يُؤْمِنُوا لَكُمْ وَ قَدْ كاَنَ فَرِيْقٌ مِنْهُمْ يَسْمَعُونَ كَلاَمَ اللهِ ثُمَّ يُحْرِفُونَهُ مِنْ بَعْدِ ماَ عَقَلُوهُ). Dan qalil hukumnya jika menghubungkannya dengan dlamir dan (قَدْ) saja tanpa waw, seperti dalam syair,

وَ قَفْتُ بِرَبْعِ الدَّارِ قَدْ غَيَّرَ الْبِلَى * مَعَارِفَهاَ وَ السَّارِياَتُ الْهَوَاطِلُ

Dan lebih qalil hukumnya, dari yang di atas, jika menghubungkannya dengan dlamir saja tanpa waw dan (قَدْ), seperti (هَذِهِ بِضَاعَتُناَ رُدَّتْ إِلَيْناَ).

Dan lebih qalil lagi, dari semua hukum diatas, ketika jumlah itu hanya dihubungkan dengan dlamir dan waw saja tanpa (قَدْ), seperti (قاَلُوا وَ اقْبِلُوا عَلَيْهِمْ ماَ ذَا تفْقِدُونَ).

Jika jumlah itu berupa manfi, maka dilarang untuk memberinya (قَدْ), sehingga jumlah itu biasanya dihubungkan dengan dlamir dan waw secara bersamaan, seperti (رَجَعَ خاَلِدٌ وَ ماَ صَنَعَ شَيْئاً), dan terkadang hanya dihubungkan dengan dlamir saja, seperti (رَجَعَ ماَ صَنَعَ شَيْئاً).[7]

Ketika jumlah madliyyah, baik mutsbat atau manfi, tidak mengandung dlamir yang kembali kepada shahibul haal, maka jumlah itu yang mutsbat dihubungkan dengan waw dan (قَدْ), dan jumlah yang manfi dihubungkan dengan waw saja, secara wajib hukumnya, seperti yang telah dijelaskan didepan. 



[1] Jami’ al-Durus al-‘Arabiyyah, juz III hlm. 103
[2] Jami’ al-Durus al-‘Arabiyyah, juz III hlm. 104
[3] Jami’ al-Durus al-‘Arabiyyah, juz III hlm. 104
[4] Jami’ al-Durus al-‘Arabiyyah, juz III hlm. 106
[5] Jami’ al-Durus al-‘Arabiyyah, juz III hlm. 108
[6] Jami’ al-Durus al-‘Arabiyyah, juz III hlm. 109
[7] Jami’ al-Durus al-‘Arabiyyah, juz III hlm. 109

No comments:

Post a Comment