TUJUAN PERNIKAHAN




Tujuan perkawinan menurut agama Islam ialah untuk memenuhi petunjuk agama dalam rangka mendirikan keluarga yang harmonis, sejahtera dan bahagia. Harmonis dalam menggunakan hak dan kewajiban anggota keluarga; sejahtera artinya terciptanya ketenangan lahir batin disebabkan terpenuhinya keperluan hidup lahir dan batinnya, sehingga timbullah kebahagiaan, yakni kasih sayang antar anggota keluarga. 

Manusia diciptakan Allah mempunyai naluri manusiawi yang perlu mendapat pemenuhan. Dalam pada itu manusia diciptakan oleh Allah untuk mengabdikan dirinya kepada Khaliq penciptanya dengan segala aktivitas hidupnya. Pemenuhan naluri manusiawi manusia yang antara lain keperluan biologisnya termasuk aktivitas hidup, agar manusia menuruti tujuan kejadiannya, Allah mengatur hidup manusia termasuk dalam penyaluran biologisnya dengan aturan perkawinan. 

Jadi, aturan perkawinan menurut Islam merupakan tuntunan agama yang perlu mendapat perhatian, sehingga tujuan melangsungkan perkawinanpun hendaknya ditujukan untuk memenuhi petunjuk agama. Sehingga kalau diringkas ada dua tujuan orang melangsungkan perkawinan ialah memenuhi nalurinya dan memenuhi petunjuk agama.[1]

Mengenai naluri manusia seperti pada ayat 14 surat Ali Imran adalah sebagai berikut:

زين للناس حب الشهوات من النساء و البنين و القناطير المقنطرة

Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak ....” (QS. Ali Imran: 14).[2]

Dari ayat ini jelas bahwa manusia mempunyai kecenderungan terhadap cinta wanita, cinta anak keturunan dan cinta harta kekayaan. Dalam pada itu manusia mempunyai fitrah mengenal kepada Tuhan sebagaimana tersebut pada surat ar-Rum ayat 30:

فأقم وجهك للدين حنيفا فطرة الله التي فطر الناس عليها لا تبديل لخلق الله ذلك الدين القيم و لكن أكثر الناس لا يعلمون

Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui” (QS. ar-Rum: 30)[3]

Dan perlulah pengenalan terhadap Allah itu dalam bentuk pengamalan agama. Melihat dua tujuan di atas, dan memperhatikan uraian Imam al-Ghazali dalam Ihya-nya tentang faedah melangsungkan perkawinan, maka tujuan perkawinan itu dapat dikembangkan menjadi lima, ialah: 

1.  Mendapatkan dan melangsungkan keturunan. 

2. Memenuhi hajat manusia menyalurkan sy4hwatnya dan menumpahkan kasih sayangnya. 

3. Memenuhi panggilan agama, memelihara diri dari kejahatan dan kerusakan. 

4. Menumbuhkan kesungguhan untuk bertanggung jawab menerima hak serta kewajiban, juga bersungguh-sungguh untuk memperoleh harta kekayaan yang halal. 

5. Membangun rumah tangga untuk membentuk masyarakat yang tentram atas dasar cinta dan kasih sayang. 

Adapun menurut EM. Yusmar dalam bukunya Eny Bilkafe Wanita dan nikah menurut urgensinya, tujuan nikah adalah: 

1.  Melestarikan keturunan, dengan hikmahnya: 

a. Mengharapkan ridha Allah SWT. dengan memperbanyak keturunan. 

b. Mengharap ridha Rasulullah saw. dengan memperbanyak umat sebagai kebangganya. 

c. Mencari berkah do’anya anak yang shaleh.

d. Mencari syafaat dengan matinya anak yang masih kecil. 

2. Terjaga dari hal-hal yang tidak diinginkan. 

3. Menentramkan hati dalam rumah tangga dengan ikatan kasih sayang.
 
4. Membersihkan hati dari hal-hal yang bersifat duniawi. 

5. Melatih dan memerangi hawa nafsu dengan menjalankan hak dan kewajiban berumah tangga.[4]



[1] Proyek Pembinaan Prasarana dan Sarana Perguruan Tinggi Agama/IAIN, Ilmu Fiqih Jilid II, (Jakarta: t.kp., 1984), hlm. 62.
[2] Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: Mekar, 2004), hlm. 64
[3] Ibid., hlm. 574.
[4] EM. Yusmar, Emy Bilkafe, Wanita dan Nikah menurut Urgensinya, (Kediri: Pustaka Azm, 2002), hlm. 14.

No comments:

Post a Comment