Hak
fakir-miskin merupakan hak yang esensial dalam zakat karena Tuhan telah
menegaskan bahwa dalam harta kekayaan dan pendapatan seseorang, ada hak
orang-orang miskin meskipun yang diam-diam saja.
Banyak
sekali ayat al-Qur’an yang mengingatkan bahwa harta kekayaan tidak boleh hanya
berputar di tangan kelompok kaya saja. Orang yang bertaqwa adalah mereka yang
menyadari bahwa dalam harta kekayaan yang ia miliki ada hak bagi golongan fakir
dan miskin.[1]
Sebagaimana
firman Allah dalam surat adz-Dzariyat ayat 19:
“Dan
pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang
miskin yang tidak mendapat bagian.” (QS. adz-Dzariyat: 19)[2]
Salah
satu tujuan zakat adalah mencoba mengurangi perbedaan dan kesenjangan ekonomi
antara golongan kaya dan miskin, sehingga yang kaya tidak semakin kaya dan yang
miskin tidak semakin miskin. Mengenai hal ini pada beberapa kesempatan
Rasulullah SAW menyebutkan bahwa mereka yang berhak menerima zakat hanyalah
orang miskin. Dengan alasan di atas, Islam sangat membela fakir-miskin sehingga
memberikan indikasi bahwa zakat cenderung merupakan hak fakir-miskin.
Di
samping zakat, orang miskin juga mempunyai hak dalam kesejahteraan yang
meliputi keamanan dan keselamatan hidup. Perkataan kesejahteraan merupakan
pengertian kemakmuran, yakni konsep yang menunjukkan keadaan dimana setiap
orang, baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat, dapat memenuhi
kebutuhannya dengan tersedianya barang dan jasa yang dapat diperoleh dengan
harga yang relatif murah. Di antara asas-asas untuk mewujudkan kesejahteraan
adalah terjaminnya hak untuk mendapat keadilan.
Hak
seseorang atau masyarakat untuk mendapatkan keadilan antara lain adalah:
1)
Hak untuk diperlakukan sesuai dengan hukum.
2) Hak untuk membela dan
mempertahankan diri terhadap setiap tuduhan yang dilontarkan kepadanya.
3) Hak untuk mempertahankan
kepentingan pribadi dan kepentingan masyarakat pada umumnya.
4) Hak untuk tidak mematuhi segala
perintah dan larangan yang bertentangan dengan hukum tanpa mempersoalkan siapa
yang memerintahnya.[3]
Di
samping hak untuk mendapatkan keadilan, asas lain yang penting untuk mewujudkan
kesejahteraan adalah kebebasan memilih agama dan beribadah menurut keyakinan
agama yang dipilih. Asas ini disebutkan dalam al-Qur’an di antaranya dalam
surat al-Baqarah ayat 256 yang artinya “Tidak ada paksaan dalam agama…”.
Dalam
pernyataan hak-hak asasi manusia menurut ajaran Islam disebutkan secara rinci
beberapa hal lain yang merupakan syarat esensial, untuk menegakkan
kesejahteraan manusia dalam masyarakat di antaranya adalah hak untuk memperoleh
pekerjaan yang layak, hak untuk memperoleh makanan, pakaian, perumahan,
pendidikan, dan perawatan (kesehatan) bagi setiap orang. Hak-hak tersebut
dirangkum dalam istilah jaminan sosial, terutama bagi yang miskin.[4]
Hak
atas pekerjaan bagi setiap warga negara bertalian dengan upaya masyarakat dan
pemerintah untuk memperluas lapangan kerja. Pekerjaan merupakan sumber
penghasilan bagi seseorang. Penghasilan
itu digunakan untuk ketentuan dirinya sendiri dan keluarganya. Oleh karena itu,
orang miskin juga berhak mendapatkan pekerjaan. Bahwasanya seseorang yang mempunyai
pekerjaan makin tumbuh dan berkembang harga dirinya, dan sebaliknya seseorang
akan merosot harga dirinya apabila tidak bekerja.[5]
Secara
hukum dan moral negara bertanggung jawab untuk mencukupi kebutuhan pokok
masyarakat sepanjang dana yang tersedia dapat mencukupi. Negara bukan saja
mengusahakan kebutuhan pokok masyarakat kecil saja, akan tetapi
bertanggungjawab terhadap kebutuhan pokok seluruh masyarakat. Sedangkan Ibnu
Hazm menjelaskan kebutuhan pokok hidup bagi seseorang adalah sebagai berikut:
1) Ia harus memiliki cukup makan untuk
menjaga tubuhnya agar tetap sehat dan kuat.
2) Ia harus mempunyai pakaian yang
layak untuk berlindung dari kedinginan dan kepanasan.
3) Ia harus mempunyai tempat tinggal
yang baik untuk melindungi dirinya dari iklim yang kurang baik dan untuk bisa
hidup mandiri.[6]
Kebutuhan
pokok ini, termasuk salah satu dari hak-hak manusia dalam Islam. Bila ia tidak
mampu memperolehnya dengan usaha ketrampilan dan penghasilannya karena suatu
sebab, maka menjadi kewajiban negara untuk menyediakan. Bila tidak cukup dana
untuk memenuhi kebutuhan itu, maka negara dapat memungut pajak dari orang-orang
kaya. Sebab apabila dalam suatu hari seseorang dibiarkan dalam keadaan lapar
atau tidak berpakaian, atau tidak bertempat tinggal maka seluruh masyarakat
akan dimintai pertanggung jawabannya di hadapan Allah.[7]
Di
samping hak-hak fakir miskin menurut Islam di atas, disebutkan juga hak fakir
miskin yang dijamin oleh UUD 1945 yaitu:
1) Pasal 1 UU No. 6 tahun 1974 “Setiap
warga negara berhak atas taraf kesejahteraan sosial yang sebaik-baiknya.”
2) Pasal 2 PP RI No. 42 Tahun 1981
“fakir miskin berhak mendapatkan sarana bantuan sosial dan rehabilitasi
sosial.”[8]
[1] Fazlur Rahman, Doktrin Ekonomi Islam, Jilid I, Yogyakarta: PT. Dana Bakti Wakaf, 1995,
hlm. 64.
[2] Departemen Agama RI, op. cit.,
hlm. 900.
[3] Moh. Daud Ali, Lembaga-lembaga
Islam di Indonesia, Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 1995, cet 1, hlm. 276.
[4] Ibid., hlm. 277.
[5] Moh. Tolkhah Hasan, Islam
Dalam Perspektif Sosio-Kultural, Jakarta: Lantabora Perss, 2005, cet. 3, hlm.
160.
[6] Ibid., hlm. 134.
[7] Ibid., hlm. 158.
[8] Kesejahteraan Sosial: Hak
Masyarakat dan Kewajiban Negara,
www/transparansi-or.id/kajian/k.sosial-01.htm
This comment has been removed by the author.
ReplyDeleteDia hanya perantara dan hanya manusia biasa jangan mengagung-agungkan manusia layaknya tuhan yg memberi segalanya. Berterimakasihlah dan bersyukur kepada Allah karena Allah lah yg telah membantu anda ditengah musibah yang anda alami
ReplyDelete