HUKUM MELIHAT ORANG YANG DIPINANG


Guna baiknya kehidupan suami istri, kesejahteraan dan ketenteraman, sebaiknya laki-laki lebih dahulu melihat perempuan yang akan dipinang, sehingga dapat diketahui kecantikannya yang bisa jadi satu faktor mengalakkan dia untuk mempersuntingnya, atau untuk mengetahui cacat badannya yang bisa jadi menyebabkan kegagalannya sehingga berganti mengambil orang lain.

Orang yang bijaksana tidak akan mau  memasuki sesuatu sebelum ia tahu betul baik buruknya. Al Amasy pernah berkata: tiap-tiap perkawinan yang sebelumnya tidak saling mengetahui, biasanya berakhir dengan penyesalan dan gerutu.[1]

 Ketentuan hukum melihat antara laki-laki dan perempuan sudah diatur dalam Al Qur’an dimana dijelaskan bahwa haram bagi seorang laki-laki yang sudah baligh, berakal, kehendak sendiri melihat perempuan lain walaupun laki-laki tersebut sudah sangat tua dan melihatnya itu tanpa syahwat atau tidak adanya fitnah karena melihat bisa menyebabkan fitnah dan membangkitkan syahwat ketentuan ini sudah di atur dalam Al Qur’an dalam surat An Nur:

قل للمؤمنين يغضوا من أبصارهم و يحفظوا فروجهم ذلك أزكى لكم إن الله خبير بما يصنعون

Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengatahui apa yang mereka perbuat. (Qs:24:30)[2]

Dari keterangan ayat di atas bisa diketahui bahwa melihat itu dilarang oleh Islam meskipun demikian itu masih bersifat umum sebab masih ada ketentuan dalam fiqh yang mengecualikan yaitu dibolehkannya melihat perempuan lain karena darurat atau hajad. Oleh karena itu dalam hal peminangan diperbolehkan melihat pada wanita yang akan dipinang sesuai dengan hadis’

عن جابر بن عبد الله قال قال رسول الله صلى الله عليه و سلم اذا خطب احدكم امرأة فإن استطاع ان ينظر منها الى ما يدعوه الى نكاحها فليفعل (رواه احمد و ابو داود)

Dari Jabir: aku pernah mendengar Nabi bersabda: Apabila salah satu diantara kamu meminang seorang perempuan kemudian ia mampu untuk melihat sebagian dari apa yang bisa mendorongnya untuk menikahinya maka kerjakanlah. (HR. Ahmad dan Abu Dawud)[3]

Dalam Hadis’ lain disebutkan

عن موسى ابن عبد الله عن ابي حميدة قال قال رسول الله صلى الله عليه و سلم اذا خطب احدكم امرأة فلا جناح عليه ان ينظر منها اذا كان انما ينظر اليها للخطبة و ان كانت لا تعلم (رواه احمد)

Dari Musa Bin Abdullah di ceritakan dari Humaid ra Sesungguhnya Rosulullah bersabda: jika salah seorang si antara kamu meminang seorang perempuan maka tidaklah dosa melihatnya, apabila melihatnya itu semata-mata karena untuk meminang meskipun perempuan yang dilihat itu tidak tahu. (HR. Ahmad).[4]

Sedangkan dalam Ensiklopedi Hukum Islam juga mengatur tentang hukum melihat wanita yang dipinang. Ulama’  fiqh sepakat menyatakan bahwa seorang lelaki dianjurkan untuk melihat wanita yang akan dipinangnya sehingga ia mengetahui secara baik wanita yang akan menjadi pendamping hidupnya kelak.

Menurut ulama fiqh, cara melihat wanita yang akan dipinang bisa di tempuh dengan 2 cara yaitu:

1. Dengan mengirim seorang wanita yang dipercayai lelaki yang akan meminang wanita itu. Wanita inilah yang akan melihat keadaan wanita yang dipinang tersebut. Baik sifat, kebisaaan, akhlak dan penampilan.

2. Lelaki yang meminangnya itu secara langsung melihat wanita yang akan dipinangnya.

Dari beberapa dalil Al Qur’an dan hadits tersebut sudah menunjukkan bahwa melihat orang yang akan dipinang dan yang meminang sangat dianjurkan karena dari beberapa pengalaman-pengalaman kasus perceraian, pembatalan peminangan, penyesalan setelah terjadi  akad nikah setelah mengetahui bahwa adanya kecacatan seperti; kasar budinya, yang menyebabkan ketidak-cocokan antara keduanya, baru mengetahui cacat jasmani yang sulit disembuhkan atau bahkan salah satu pihak ada yang tidak bisa memberikan keturunan. Kesemuanya itu akan berakibat fatal bagi kelangsungan hidup suami istri yang mana setiap harinya selalu diwarnai pertengkaran, saling menyalahkan kekurangan-kekurangan karna sebelumnya belum diketahui.

Maka dari itu ta’aruf, silaturrahmi terus menerus akan menambah hubungan kedua belah pihak, saling mengerti, memahami dan berusaha mengenali pribadi masing-masing yang akhirnya jika sampai berlangsung ke akad nikah dilaksanakan penuh dengan keikhlasan, suka sama suka tanpa ada paksaan. 

Memang benar, agama menuntut agar laki-laki memprioritaskan segi agama dan moral (tehadap wanita yang akan dilamar). Akan tetapi, bukan berarti Islam memaksa untuk kawin dengan perempuan yang tidak dicintai. Islam memberikan pengarahan tehadap tujuan-tujuan yang mulia bagi pernikahan itu sendiri, yaitu untuk meraih keturunan, memelihara kehormatan, merealisis segi-segi ibadah, kesehatan moral, kemasyarakatan dan sebagainya. Islam mengharapkan agar kita sampai pada cita-cita yang dimaksud. Maka tidak ada salahnya apabila laki-laki menyelidiki perempuan yang akan dinikahinya, agar dapat diserasikannya keserasiannya yang sebenarnya. Yakni dia dibolehkan melihat wajah dan kedua telapak tangannya walaupun pihak perempuan tidak menginginkannya.[5]

Kemudian bagi pihak laki-laki yang sebenarnya masih asing bagi perempuan yang hendak dilamarnya, yang semula diharamkan untuk melihatnya walaupun sepintas, namun ada maksud menyampaikan khitbah  (meminang) dan hal dharurat, maka bolehlah dia melihatnya  dengan catatan tidak berlebihan dari batas kewajaran untuk sampai pada khitbah  yang dituju. Bila tidak demikian maka justru akan menjadi maksiat kepada Allah dan Rasulnya. Itulah sisi kewajaran yang dibolehkan Islam.[6]

Dari beberapa keterangan di atas dapat difahami bahwa dianjurkan untuk melihat perempuan yang akan dipinang dan yang akan dinikahi karena ada hikmah dan tujuannya sendiri yaitu:

1. Agar masing-masing pihak laki-laki maupun perempuan saling mengenali kepribadian masing-masing sesuai dengan kriteria dan syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh syari’at Islam.

2. Dengan adanya peminangan dan anjuran untuk melihat perempuan yang akan dipinang agar tercapai kesesuaian dan kecocokan antara kedua belah pihak sesuai dengan apa yang diinginkan dengan apa yang didapat, sehingga dengan terpenuhinya kriteria itu dapat menjalin kelangsungan hidup berumah tangga yang kekal dan abadi di kemudian hari.[7]

Sebagaimana maksud dari Pasal I UU NO. I tahun 1974 yang berbunyi:

Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Sekalipun ulama’ fiqh sepakat menyatakan bahwa yang dipinang itu boleh dilihat, tetapi mereka juga memberikan batasan-batasan terhadap apa saja yang boleh dilihat pada diri wanita itu, mereka berbeda pendapat dalam menentukan atas yang boleh dilihat tersebut.Di samping itu ulama’ fiqh juga menyatakan bahwa melihat orang yang dipinang tidak hanya boleh dari pihak laki-laki, tetapi pihak wanita juga berhak untuk melihat, agar tidak ada penyesalan dikemudian nanti.




[1] Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah  (alih Bahasa): Drs. Muhammad Tholib, Jilid. VI, Bandug, Alma’arif, 1980, hlm. 43
[2] Depag RI, al-qur’an dan terjemahan, Semarang, Toha Putra, hlm. 548.
[3] Muhammad As Syaukani, Nail Al-Authar, Darul Kutb Al-Ilmiyyah, Juz Vt, hlm. 218
[4] Muhammad Bin Ali Al Syaukani, Nail Al-Authar, Darul Kutb Al-Ilmiyyah, Juz V, hlm. 117
[5] Thariq Ismail Kahiya, Mata Kuliah Menjelang Pernikahan, Surabaya : Pustaka Progresif, 2004, hlm. 83
[6] Ibid, hlm. 85
[7] Moh. Arifin, Perkawinan Masyarakat Jawa (Studi Kasus Peminangan Pihak Perempuan Kepada Pihak Laki-laki), Fakultas Syari’ah 2005

No comments:

Post a Comment