Mayoritas
ulama menyatakan bahwa hukum khitbah tidak wajib, sehingga secara otomatis khitbah
boleh dilaksanakan sebelum terjadinya akad nikah. Meskipun hukum khitbah tidak
wajib, tetapi khitbah sangat perlu untuk dilaksanakan, karena khitbah merupakan
perbuatan yang mempunyai tujuan demi kebaikan. Mengingat pentingnya khitbah
ini, maka tak mengherankan jika Daud al-Zahiri menyatakan bahwa hukum khitbah
adalah wajib.[1]
Bahkan
dalam masyarakat Indonesia khususnya, khitbah (tunangan) adalah hal yang telah
umum bahkan hampir pasti dilakukan sebelum terjadi akad nikah. Maka tak mengherankan jika pelaksanaan khitbah ini biasanya dilaksanakan dengan
disertai berbagai acara sangat meriah sesuai dengan tradisi yang berlaku di daerah setempat.
Pelaksanaan upacara dalam khitbah (tukar cincin, pemberian hadiah, dan
lain-lain) diperbolehkan selama tidak bertentangan dengan syara’ (Hukum Islam).
Khitbah
bukanlah akad pernikahan, tetapi hanya sebatas janji ikatan untuk melakukan
akad pernikahan, sehingga masih ada kemungkinan gagalnya atau pemutusan khitbah
tersebut. Dari sini kemudian muncul persoalan mengenai kedudukan mahar atau
pemberian-pemberian yang telah dilakukan. Persoalan ini menimbulkan perbedaan
pendapat di kalangan ulama, karena memang tidak terdapat dalil-dalil yang
menjelaskan masalah ini dengan jelas.
Ulama
Syafi’iyah berpendapat bahwa peminang berhak meminta kembali mahar atau
pemberian yang telah diberikan kepada pihak terpinang. Jika barang itu telah
rusak atau hilang, maka barang tersebut diminta sesuai dengan nilai atau
harganya.
Fuqaha
Hanabilah dan sebagian Fuqaha Tabi’in memandang bahwa peminang tidak mempunyai hak untuk meminta kembali barang yang
telah diberikan, karena pemberian ini diqiyaskan dengan hibah. Pemberian
(hibah) tidak boleh diminta kembali, kecuali pemberian seorang ayah kepada
anaknya.[2]
Sedangkan
ulama Malikiyah berpendapat bahwa jika pemutusan khitbah berasal dari pihak
peminang, maka peminang tidak mempunyai hak untuk meminta kembali pemberian
itu. Sebaliknya, jika yang membatalkan dari pihak yang terpinang, maka wajib
bagi si terpinang untuk mengembalikan pemberian dari pihak peminang.
No comments:
Post a Comment