Untuk terjadinya talak, ada beberapa unsur
yang berperan padanya yang disebut rukun dan masing-masing rukun itu mesti pula
memenuhi persyaratan tertentu. Rukun talak ada tiga:[1]
a. Suami
Suami
adalah pihak yang memiliki hak untuk menjatuhkan talak, hal ini sesuai dengan
sabda Rasulullah SAW. Dari definisi diketahui bahwa talak adalah menghiangkan
ikatan perkawinan, maka tanpa ada suami yang sah maka tidak akan sah talak yang
dijatuhkan sebelum terjadinya akad dan kedua pasangan sah menjadi suami istri.
b. Istri
Orang
yang berada di bawah perlindungan suami dan ia adalah obyek yang akan mendapat
talak.
c. Lafazh (shighat)
Yang
menunjukkan adanya maksud untuk mentalak, baik itu diucapkan secara jelas[2] (sharih) maupun dilakukan
melalui sindiran[3]
(kinayah) dengan syarat harus disertai dengan adanya niat.[4]
[1] Badran Abu Ainaini, Al-Fiqh
Al-Muqaran Li Al-Ahwal As-Syahsiyah, Beirut : Daar An-Nahdhah, tt, hlm. 314.
[2] Terang adalah nyata dan tegas.
W.J.S. Poerwodarminto, op.cit., hlm. 479.
[3] Sindiran adalah perkataan yang
bermaksud menyindir orang, celaan atau ejeken yang tidak langsung, op. cit.,
hlm. 1311.
[4] Golongan Ulama’ Syi’ah
Imamiyah berbeda pendapat dengan Jumhur Ulama’ dalam jumlah rukun yang menjadi
unsur dalam talak. Dalam pendapat Ulama’ Syi’ah Imamiyah, persaksian dua orang
saksi menjadi rukun yang harus dipenuhi untuk menetapkan bahwa talak yang
dijatuhkan suami kepada istri dianggap sah.
Menurut pendapat mereka, saksi yang menjadi rukun haruslah juga memenuhi
persyaratan : Pertama, berjumlah dua orang. Kedua, keduanya laki-laki. Ketiga,
semu saksi memiliki sifat adil. Lihat, Muhammad Abu Zahrah, Al-Ahwal
As-Syahsiyah, Beirut : Daar Al-Fikr Al-‘Arabi, tt, hlm. 430-434.
No comments:
Post a Comment