Rukun,
Syarat dan Faktor-faktor Penyebab Taukil Wali Nikah
Dalam
melaksanakan taukil terdapat
beberapa rukun dan
syarat yangharus dipenuhi oleh pihak-pihak
yang bersangkutan dalam taukil. Adapun rukun
serta syarat-syarat taukil adalah sebagai berikut:
a. Muwakkil (orang yang berwakil)
Disyaratkan
bahwa orang yang berwakil itu sah atau diperbolehkan melakukan perbuatan yang
diwakilkan. Maka tidak sah pekerjaan yang dilaksanakan oleh orang yang terhalang
melakukan perbuatan seperti:orang gila, anak kecil yang masih dalam wilayah pengasuhan
orang tua ataupun orang gila yang tidak sempurna akalnya.[1]
b. Wakil
Persyaratannya
sama dengan muwakkil. Sebagai wakil harus memiliki kemampuan untuk melaksanakan
perbuatan yang dilimpahkan muwakkil kepadanya dan wakil harus orang tertentu, maksudnya orang yang sudah ditunjuk oleh
muwakkil. Persyaratan lain yang harus dipenuhi wakil adalah:
1) Beragama Islam
2) Balig
3) Laki-laki
4) Adil (tidak fasik), mampu menjalankan
ajaran agama dengan baik dan syarat ini hanya berlaku bagi wakil wali dan bukan
untuk wakil mempelai laki-laki.[2]
c. Muwakkil fih (sesuatu yang
diwakilkan), disyaratkan:
1) Menerima penggantian. Artinya apabila
wakil ternyata tidak mampu melaksanakan
maka wakil diperbolehkan melimpahkannya kepada
orang lain yang memenuhi syarat.
2) Pebuatan atau barang tersebut
adalah dimiliki oleh muwakkil.
3) Perbuatan yang diwakilkan adalah perbuatan
yang tidak dilarang (mubah).
4) Diketahui dengan jelas.
Muwakkil
harus dengan jelas menyebutkan pihak yang diwakili kepada wakil. Tidak sah apabila
seorang wakil mengatakan: “Aku mewakilkan kepada engkau untuk menikahkan salah
seorang anakku”. Dengan menyebutkan salah seorang, berarti tidak jelas
seharusnya disebutkan namanya.
d. Shigat (lafaz mewakilkan)
Disyaratkan
bahwa shigat itu merupakan ucapan dari muwakkil yang menyatakan kerelaannya, seperti
contoh: “Aku wakilkan perbuatan ini
kepada engkau, atau kepada si fulan”. Tidak disyaratkan qabul bagi wakil,
tetapi disyaratkan untuk tidak menolak.[3]
Adapun
yang menjadi faktor-faktor penyebab adanya taukil, yaitu:
1) Seseorang tidak dapat melaksanakan
sekaligus menyelesaikan urusannya dikarenakan sibuk.
2) Urusannya berada di tempat yang
jauh dan sulit untuk dijangkau.
3) Sesesorang tidak mengetahui prosedur
atau tata cara melaksanakan urusan yang diwakilkan tersebut.
4) Seseorang yang mempunyai urusan
sedang ada ‘uzur syar’i, misalnya sakit.
Faktor-faktor
tersebut di atas bersesuaian dengan kaidah fiqhiyyah:
الميسور لا يسقط بالمعسور
“Suatu perbuatan
yang mudah dijalankan tidak dapat digugurkan dengan perbuatan yang sukar
dijalankan.”[4]
Dengan
kaidah tersebut, dimaksudkan agar dalam setiap pelaksanaan perbuatan syara’
hendaklan dikerjakan menurut daya kemampuan orang mukallaf. Tidaklah apa yang mudah
dicapai akan menjadi gugur dengan sesuatu yang benar-benar sukar untuk
mencapinya. Dengan kata lain, apa yang dicapai menurut batas maksimal kemampuannya
dipandang sebagai perbuatan hukum yang sah.[5]
Seperti
halnya dalam pelaksanaan akad nikah, bagi wali nikah yang tidak dapat menghadiri
majelis akad untuk menjadi wali dan kemudian menikahkan. Maka, wali tersebut boleh
mewakilkan kepada orang lain yang memenuhi syarat.
Dalam
hal wali nikah tidak dapat menghadiri majelis akad dikarenakan salah satu atau
beberapa faktor yang telah disebutkan di atas. Maka, ia tidak boleh
menggugurkan kewajibannya sebagai
wali nikah.
Sebagai
solusinya wali tersebut harus tetap menjadi wali nikah dengan cara taukil wali nikah
yaitu mewakilkan kepada orang lain yang memenuhi syarat untuk menjadi wakilnya
dalam akad nikah.
Semakna
dengan kaidah di atas adalah:
ما لا يدرك كله لا يترك كله
“Sesuatu
yang tidak dapat dicapai secara keseluruhan, tidak dapat ditinggalkan secara
keseluruhan.”[6]
Lafaz
Akad Nikah dengan Taukil Wali Nikah
Ijab
diucapkan oleh wali atau wakilnya dari pihak memperai perempuan sedangkan qabul
diucapkan atau dijawab oleh mempelai putra. Lafaz-lafaz sebagai berikut:[7]
a. Ijab wakil wali:
أَنْكَحْتُكَ وَ زَوَّجْتُكَ بِنْتِي فُلاَنَةَ بِنْتَ مُحَمَّدٍ مُوَكِّلِيْ
بِمَهْرٍ .... حَالاً
“Saya nikahkan
dan saya kawinkan Fulanah binti Muhammad yang diwakilkan kepada saya dengan mas
kawin……………, kontan.”
b. Qabul calon mempelai laki-laki:
قَبِلْتُ نِكَاحَهاَ وَ تَزْوِيْجَهاَ بِنَفْسِيْ بِالْمَهْرِ الْمَذْكُوْرِ
“Saya
terima nikah dan kawinnya Fulanah untuk saya dengan mas kawin yang telah
disebutkan.”
c. Ijab wakil wali:[8]
زَوَّجْتُكَ بِنْتَ فُلاَنٍ
“Saya
nikahkan kepadamu (laki-laki) anak dari Fulan.”
d. Qabul calon mempelai laki-laki:
قَبِلْتُ نِكَاحَهاَ ....
“Saya
terima nikah anak dari Fulan.”
[1] Wahbah az-Zuhayliy, Al-Fiqh al
-Islamiyyu wa ‘Adillatuhu juz VII,, h. 4061
[2] Ahmad Azhar Basyir, Hukum
Perkawinan Islam, Yogyakarta, UII-Press, 2007, h. 46
[3] Ibnu Mas’ud dan Zainal Abidin,
Fiqh Mazhab Syafi’I, Jakarta, Lentera, 2005, h. 115
[4] Muchlis Usman, Kaidah-kaidah Usuliyyah
dan Fiqhi yyah, Jakarta, PT. Raja Grafindo
Persada, 1997, h. 174
[5] Ibid, h. 175
[6] Ibid
[7] Slamet Abidin dan Aminuddin,
Fiqih Munakahat, h. 68-71
[8] Wahbah az-Zuhayliy,
Al-Fiqh…….…………………………, h. 220
nice share gan, keren infonya
ReplyDeletesouvenir pernikahan murah
Sy akan membuat surat taukil nikah?, gimana persyaratannya? Dan dr kemana urutannya? Terima kasih
ReplyDelete