SEMAR ATAU KI LURAH BADRAYANA


Semar atau Ki Lurah Badrayana adalah nama tokoh Punakawan yang paling utama dalam kesenian wayang Jawa dan Sunda,[1] istilah Semar berasal dari kata mismaarun yang berarti paku,[2] yang dimaksud paku di sini ialah, paku memiliki fungsi untuk mengokohkan, hal ini sesuai dengan peran  Semar dalam dunia pewayangan yaitu sebagai penasehat dari para kesatria Pandawa. 

Semar selalu hadir dalam setiap lakon pewayangan, biasanya selalu menjadi abdi dan penasehat para keluarga Pandawa. Oleh karena itu tidak heran kalau setiap menghadapi peperangan, keluarga Pandawa selalu meminta nasihat kepada Semar dan selalu menang. Istilah Semar dalam pewayangan banyak mendapatkan interpretasi baik asal-usulnya, cirri-ciri fisiknya serta kepribadianya, diantaranya ungkapan-ungkapan mengenai Semar dalam  dunia  pewayangan  adalah seperti berikut :

Semar punika saking basa “samar” mapan pranyata  Kyai  Lurah Semar wujudira Semar, yen den wastani jalu wandanira kadi wanita.  Yen sinebat estri  dadanipun ora teka pria, paramila katah ingkang klentu mastani yen ta wonten ingkang hayanya menggahing sasipatanira hirung sunti mrakateni, mripat rembes mrakateni, lan sak panunggalipun sedaya sarwa mrakateni.

Artinya : Semar berasal dari kata samar. Sesungguhnya rupa Kyai Lurah Semar juga membingungkan, jika dilihat baik-baik, wajah laki-lakinya mirip perempuan. Jika disebut perempuan wajahnya mirip laki-laki. Oleh karenanya banyak yang salah menyebutnya. Jika ada orang yang memerinci angota badanya, orang akan melihat hidungnya runcing seperti hidung perempuan yang mempesonakan, matanya yang basah juga mempesonakan dan lain-lainya semua menarik perhatian.[3]

Dari pernyataan di atas, dapat ditarik sebuah penjelasan bahwasanya dalam pewayangan Semar adalah salah satu sosok yang menggambarkan dualisme makna atau tokoh wayang yang memiliki makna ganda.[4] Akan tetapi tidak hanya itu, dalam pewayangan,  Semar  juga disebut  sebagai  seorang  dewa  seperti  yang  terkandung  dalam  pernyataan berikut :

Semar punika saking basa “semat” Semat punika wujudipun bunder, sok jan maka kadunungan Semar,  tertampu  kesembadan sidianira. Mekaten ugi ingkang kagungan Kyai Lurah Semar sakestu den menangaken. Menggah  sajatinira Semar punika  dede titah ing ngaburata nanging Dewa ing Suralaya; sang Hyang Ismaya hiya Kyai Lurah Badranaya

Artinya: Semar berasal dari kata “semat” semat berarti bulat bentuknya. Oleh karenanya Semar itu berbentuk  bulat.  Dan siapa saja yang memiliki semat niscaya akan terkabul cita-citanya. Siapa saja yang dibantu Semar akan mendapat kemenangan atau kesuksesan.  Semar dari Suralaya, ialah sang Hyang Ismaya, Kyai Lurah Badranaya.[5]

Dari  penjelasan kedua kutipan  di atas, jelaslah bahwa Semar merupakan penggambaran sifat yang kontradiktif, sehingga dalam pedalangan, Semar disebut sebagai manusia yang telah menguasai  yang serba bertolak belakangan dan menjadi penggambaran Dewa.




[1] Lukam Pasha, Buku Pintar Wayang, Buku Pintar Wayang, (Yogyakarta: IN AzNa Books, 2011), h. 43
[2] Darmawan  Budi  Suseno,  Wayang  Kebatinan  Islam,  (Yogyakarta:  Kreasi  Wacana, 2009), h. 48
[3] Sri Mulyono, Apa dan Siapa Semar. (Jakarta, PT Gunung Agung. 1978) h. 32
[4] Wawan  Sujianto,  Semar  Ngejawantah  mbabar  Jati  Diri,  (Yogyakarta:  Aryuning Media, 2011), h. 40-41.
[5] Sri Mulyono, Apa dan Siapa Semar, op.cik, h. 33

No comments:

Post a Comment