POSITIVE THINKING DALAM ISLAM


1. Pengertian berpikir positif

Berpikir positif (Tafkir al-Ijabiy) adalah istilah yang tersusun dari dua kata:  Berpikir dan Ijabiy. Berpikir (Tafkir) ditinjau dari sudut bahasa (فكر – يفكر - فكرا) artinya berpikir mengenai suatu perkara, memikirkan suatu pikiran: mempergunakan akalnya dalam suatu urusan, menetapkan sebagian yang dia ketahui agar dapat sampai pada sesuatu yang tidak diketahui. Positif (Ijabiy) dinisbatkan pada kata ijabiyah yaitu memelihara dengan pertimbangan akal sehat dalam memahami berbagai macam problematika (Said, 2010: 16-17). 

Ini merupakan cara jitu yang sempurna dalam menghadapi kehidupan yaitu memusatkan pikiran menuju sesuatu yang positif dalam kondisi bagaimanapun sebagai ganti dari memusatkan pikiran menuju sesuatu yang negatif. Hal itu berarti bahwa kita berbaik sangka dengan diri kita sendiri, juga berbaik sangka kepada orang lain, kemudian kita membangun perilaku yang layak diteladani dalam kehidupan.

Sedang jika ditinjau dari penggabungan kedua kata di atas, Viera Biffer memberikan definisi Positive Thinking dengan: mengambil manfaat dengan menggunakan akal kesadaran dengan penuh kerelaan dalam bentuk yang positif (Said, 2010: 18).

2. Berpikir positif dalam pandangan Islam

Manusia diciptakan oleh Allah SWT dengan struktur yang paling baik di antara makhluk Allah SWT yang lain. Struktur manusia terdiri dari unsur-unsur jasmani, rohani, nafs, dan iman (Sutoyo, 2007: 66).

Kesempurnaan unsur manusia ini disebutkan dalam firman Allah SWT yang artinya :

Sungguh, Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.” (Q.S. At-Tin: 4).

Salah satu potensi yang diberikan Allah SWT kepada  makhluk-Nya ialah akal. Allah SWT menganugerahkan akal pikiran kepada manusia sebagai kunci untuk memperoleh petunjuk terhadap segala hal. Akal adalah utusan kebenaran, ia adalah kendaraan pengetahuan, serta pohon yang membuahkan istiqomah dan konsistensi dalam kebenaran, karena itu, manusia baru bisa menjadi manusia kalau ada akalnya (Shihab, 2004: 135).

Maka relevan bila Rene Descartes menyatakan bahwa Cogito Ergo Sum, ‘saya berfikir maka saya ada’ (Bertens, 1991: 45). Karena akal jugalah yang menghalangi manusia terjerumus ke dalam dosa dan kesalahan, karena itulah maka ia dinamai oleh al-Qur’an ‘aql (akal) yang secara harfiah berarti tali, yakni yang mengikat hawa nafsu manusia dan menghalanginya terjerumus ke dalam dosa, pelanggaran dan kesalahan (Shihab, 2004: 135).

Salah satu akhlak mahmudah (terpuji) kepada Allah SWT adalah khusnudzon (berbaik sangka atau berpikir positif) kepada-Nya.Allah adalah Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang. Allah mengasihi seluruh makhluk-Nya. Dia menganugerahkan rezeki kepada semua makhluk-Nya. Tidak peduli makhluk-Nya taat atau durhaka, muslim atau kafir. Bahkan, binatang dan tumbuh-tumbuhan pun dijamin rezekinya oleh Allah SWT :

Dan tidak ada suatu binatang melata pun  di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezkinya.” (Q.S. Hud: 6).

Seringkali ketika kita mengalami suatu kesulitan dalam hidup, kita berpikir negatif kepada Allah SWT. Kita berpikir bahwa Allah SWT tidak sayang kepada kita. Padahal, dengan cobaan kesulitan tersebut, justru Allah SWT menghendaki kebaikan bagi diri kita. Allah SWT hendak mendidik dan menempa kita agar menjadi manusia yangunggul. Selain itu, dibalik cobaan tersebut Allah SWT telah menyiapkan karunia yang besar bagi kita ketika lulus dari cobaan. 

Jadi, sungguh tidak ada alasan apa pun bagi kita untuk berpikir negatif kepada Allah SWT. Sebab, selain merupakan akhlak mazmumah (tercela) di hadapan Allah SWT, juga merugikan diri sendiri. Berpikir negatif kepada Allah SWT, selain berbuah dosa besar, juga akan membuat kita menjadi pesimis,kehilangan harapan dan putus asa (El-Bantani, 2010: 78-79).

Kita harus yakin bahwa segala ketentuan Allah SWT adalah yang terbaik. Kuncinya, berpikir positif terhadap ketentuan Allah SWT. Sebab, boleh jadi apa yang menurut kita baik, sebenarnya tidak baik bagi kita. Sebaliknya, boleh jadi apa yang menurut kita tidak  baik, sebenarnya baik bagi kita:

Boleh Jadi kamu membenci sesuatu, Padahal ia amat baik bagimu, dan boleh Jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, Padahal ia Amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (Q.S. Al-Baqarah: 216)

Islam telah menaruh perhatian besar akan perkembangan berpikir manusia dengan menyerukannya untuk mengamati semua yang ada di langit dan di bumi, mengamati diri sendiri, mengamati semua makhluk-Nya, sebagaimana Allah SWT berfirman :

Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan Kami, Tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha suci Engkau, Maka peliharalah  Kami dari siksa neraka.” (Q.S. Ali Imron: 190-191).

Allah menjelaskan pentingnya proses berpikir dalam kehidupan manusia. Juga menjelaskan bagaimana Dia mengangkat  derajat dan nilai orang-orang yang mempergunakan akal dan pikirannya, sebagaimana firman Allah SWT :

Katakanlah; Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran.” (Q.S. Az-Zumar: 9).

Rasulullah juga menjelaskan keutamaan berpikir dengan menyeru manusia untuk memikirkan ayat-ayat Al-Qur’an dan juga merenungkan semua penciptaan-Nya, sebagaimana diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah bersabda :

Berpikir selama sejam lamanya lebih baik dari pada beribadah selama setahun.” (HR. Abu Hurairah).

3. Ciri-ciri orang yang berpikiran positif

a. Beriman kepada Allah.

Yakni tawakal kepada-Nya dan meminta pertolongan kepada-Nya di setiap waktu. Allah SWT berfirman,

Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad maka tawakallah kepada Allah, sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang tawakal kepada-Nya.” (Q.S. Ali Imron: 159).

b. Bernilai luhur.

Jujur, amanah, menyukai kebaikan, pemaaf. Sebesar apapun pengaruh godaan, ia akan selalu menjauh dari perilaku negatif, seperti bohong, menggunjing, iri hati, mengadu domba, memfitnah, syirik, serta yang membahayakan kesehatan dan menjauhkan dari Allah.

c. Selalu mencari jalan keluar dari berbagai masalah.

Tetap fokus pada sesuatu yang diinginkan. Ia mengetahui bahwa segala masalah pasti ada jalan keluarnya.

d. Tidak membiarkan masalah dan kesulitan mempengaruhi kehidupannya.

Ia mensikapi masalah dengan wajar dan tidak berlebihan. Karena itu, hidupnya menyenangkan dan selalu dapat menemukan jalan keluar dari masalah yang dihadapi.

e. Pandai bergaul dan suka membantu orang lain.

Suka bergaul dengan siapa saja dan ia dekat di hati siapa saja. Ia menghormati, mencintai dan suka membantu sesama. Tangannya selalu terulur untuk membantu siapa saja (Hamzah, 2010: 76).

4. Manfaat berpikir positif

a. Berpikir positif membebaskan diri dari pengaruh setan.

Dalam pandangan agama, pikiran-pikiran negatif yang terlintas dalam pikiran kita merupakan bisikan-bisikan setan. Setan selalu menggoda manusia dengan berbagai cara. Salah satunya dengan  mengacaukan pikiran manusia. Ketika pikiran seseorang telah berhasil dikacaukan oleh setan, efeknya sangat negatif.

Seseorang tidak mampu lagi berpikir dengan akal sehatnya sehingga lepas kontrol atau kendali akan dirinya. Perkosaan, perkelahian, pembunuhan, minum-minuman keras, sampai pada bunuh diri. Allah melarang kita berpikiran negatif sebagaimana firman-Nya :

Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa.” (Q.S. al- Hujurat: 12).

Berpikiran negatif itu sesuatu hal yang belum tentukebenarannya, maka dari itu Allah melarang hambanya dari berpikiran negatif. Dengan berpikiran positif maka tidak ada celah untuk setan masuk dan mempengaruhi kita. Allah SWT berfirman :

Dan jika kamu ditimpa sesuatu godaan syaitan Maka berlindunglah kepada Allah.” (Q.S. Al-A’raf: 200).

b. Berpikir positif menyehatkan tubuh.

Pikiran sangat berpengaruh pada kesehatan fisik. Banyak penyakit fisik yang berawal dari pikiran. Ketika kita memasukkan pikiran-pikiran negatif ke otak maka akan menimbulkan emosi (perasaan) negatif. Kemudian, emosi-emosi negatif tersebut melepaskan hormon-hormon di dalam tubuh yang dapat menyebabkan munculnya penyakit.

Para peneliti asal Inggris telah melakukan penelitian yang membuktikan adanya hubungan antara emosi-emosi negatif dengan tekanan darah tinggi, penyakit kardiovaskuler (jantung dan pembuluh darah) dan penyakit-penyakit yang berkaitan dengan  sistem kekebalan tubuh. Oleh karena itu, pastikanlah kita selalu berpikir positif sehingga menimbulkan emosi positif yang akan melepaskan hormon-hormon positif di dalam tubuh. Dengan begitu sistem kekebalan tubuh kita akan kuat dan sehat.

c. Berpikir positif menumbuhkan ketenangan jiwa.

Kunci hidup tenang dan damai ada pada pikiran kita. Peristiwa dan masalah apa pun yang kita alami dalam kehidupan, tidak akan membuat gusar dan cemas jika disikapi dengan sikap dan pikiran positif. Ketidak-mampuan kita dalam mengendalikan pikiranlah yang menimbulkan respons tidak tepat dalam menghadapi dan menyikapi suatu hal. Akibatnya, kita tidak merasakan ketenangan dalam hidup ini. Jadi, kuncinya ada pada pengendalian pikiran kita. Pikiran positif akan menimbulkan emosi atau perasaan positif. Sedangkan, pikiran negatif akan menimbulkan emosi atau perasaan negatif.

Ketika kita merespons setiap peristiwa yang dialami atau masalah yang muncul dalam kehidupan dengan pikiran negatif, secara otomatis akan menimbulkan emosi negatif. Efek selanjutnya, kita tidak akan merasakan ketenangan jiwa. Sebaliknya, ketika kita merespons setiap peristiwa yang dialami atau masalah yang muncul dalam kehidupan kita dengan pikiran positif, secara otomatis pula akan menimbulkan emosi jiwa yang positif. Efek selanjutnya, kita akan merasakan ketenangan jiwa.

d. Berpikir positif mendatangkan kebahagiaan.

Rahasia kebahagiaan terletak pada diri kita sendiri. Lebih tepatnya lagi, ada pada pikiran kita. Ketika kita memutuskan untuk bahagia dengan kondisi apa pun, kita akan merasa bahagia. Bahkan saat sakit atau sedang kesusahan sekalipun. Jika pikiran tetap berpikir dan memutuskan bahwa kita orang yang bahagia, kita akan merasa bahagia. Apa yang ada dalam pikiran, itulah yang direspons oleh perasaan kita.

Jika yang ada dalam pikiran kita adalah kebahagiaan, ketenangan, dan kedamaian maka perasaan kita juga akan merasakan hal yang sama. Efeknya, secara keseluruhan diri kita merasakan kebahagiaan, ketenangan, dan kedamaian. Dengan demikian, kebahagiaan bukan sesuatu yang sulit untuk diraih. Kebahagiaan merupakan fitrah manusia. Hanya kitalah yang mempersulit diri sehingga kebahagiaan menjadi sesuatu yang sulit untuk diraih. Sebagaimana Allah SWT berfirman :

Keduanya berkata: "Ya Tuhan Kami, Kami telah Menganiaya diri Kami sendiri, dan jika Engkau tidakmengampuni Kami dan memberi rahmat kepada Kami, niscaya pastilah Kami termasuk orang-orang yang merugi.” (Q.S. Al-A’raf: 23).

e. Berpikir positif meningkatkan kepercayaan diri.

Berpikir positif membuat kita mampu membangun motivasi dan harapan. Berpikir positif juga membuat kita mampu mengatasi keputusasaan. Dengan membiasakan diri berpikir positif, kita akan mampu menghargai diri sendiri dan merasa diri berharga. Kita juga akan merasa bahagia dengan diri kita. Pada akhirnya, kita akan mampu menarik hal-hal positif dan menolak hal-hal negatif.

Ketika kita berpikir positif, secara otomatis akan  mempengaruhi jiwa kita menjadi lebih optimis, imajinasi (daya khayal) kita menjadi lebih kreatif dan semangat kita menjadi semakin kuat. Halini akan membuat kita memiliki kepercayaan diri yang tinggi. Kita tidak merasa minder untuk bergaul dan berinteraksi dengan siapa pun. Kita pun merasa mampu meraih apa yang dicita-citakan (El-Bantani, 2010: 177-178).

Referensi:

Bertens, Ringkasan Sejarah Filsafat, Yogyakarta: Kanisius, 1991.
El-Bantani, Syafi’ie, kekuatan berpikir positif, Jakarta: Wahyu Media, 2010.
Said, Positif Thinking, Solo: Qaula, 2010.
Shihab, M. Quraish, Dia Dimana-Mana: Tangan Tuhan Dibalik Setiap Fenomena, Jakarta: Lentera Hati, 2004.
Sutoyo, Anwar, Bimbingan dan Konseling Islami (Teori dan Praktik), Semarang: CV. Cipta Prima Nusantara, 2007.




2 comments: