ADAB BERSEDEKAH

sedekah
Dalam bersedekah ada beberapa cara yang dirasakan mampu menggetarkan jiwa spiritual:
a. Bersedekahlah saat merasa ingin bersedekah, jangan sampai merasa terpaksa.
Bila saat bersedekah kita justru merasa kesal, maka akan tertanam dibawah alam sadar bahwa bersedekah itu tidak enak, bahkan mengesalkan.
b. Bersedekahlah kepada sesuatu yang disukai sehingga hati akan tergetar karenanya.
c. Bersedekah dengan sesuatu yang bernilai menurut diri sendiri, kebanyakan wujudnya adalah uang, namun lebih luas lagi adalah benda yang paling disukai, pikiran, ilmu yang disukai. Bersedekah dengan memberikan sesuatu yang berharga akan membuat penyumbang merasa berharga karena memberikan sesuatu yang berharga.
d. Bersedekah dalam kuantitas yang terasa oleh perasaan. Orang mempunyai kadar kuantitas berbeda agar hatinya bergetar ketika menyumbang.
e. Bersedekah tanpa pernah mengharap balasan dari orang yang diberi. Yakinlah bahwa Allah Swt akan membalas balasan, tapi tidak lewat jalan orang yang diberi.
f. Bersedekah tanpa mengira bentuk balasan Allah Swt atas sedekah itu.
Balasan sedekah bisa berupa uang kalau bersedekah dengan uang, namun tidak layak seseorang mengharap seperti itu. Siapa tahu sedekah itu dibalas Allah Swt dengan kesehatan, keselamatan, rasa tenang, dll, yang nilainya lebih besar dari nilai uang yang disedekahkan.[1]
Sedekah lebih utama jika diberikan secraa diam-diam dibandingkan diberikan secara terang-terangan dalam arti diberitahukan atau diberitakan kepada umum. Al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 271 menjelaskan:
Jika kamu menampakkan sedekahmu, maka itu adalah baik sekali, dan jika kamu menyembunyikannya dan kamu berikan kepada orang-orang fakir, maka menyembunyikan itu lebih baik bagimu. Dan Allah akan menghapuskan dari kamu sebagian kesalahan-kesalahanmu, dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Hal ini sejalan juga dengan hadits Nabi Saw dari sahabat Abu Hurairah. Dalam hadits itu dijelaskan salah satu kelompok hamba Allah Swt yang mendapat naungan-Nya di hari kiamat kelak adalah seseorang yang memberi sedekah dengan tangan kanannya lalu ia sembunyikan seakan-akan tangan kirinya tidak tahu apa yang telah diberikan oleh tangan kanannya tersebut. Cara ini dimaksudkan untuk menghindari riya’ (pamer) yang dapat melenyapkan pahala sedekahnya, dan juga untuk menjaga perasaan orang yang diberikan sedekah agar tidak tersinggung.
Sedekah apabila akan diberikan kepada lembaga atau badan, seperti panti asuhan anak yatim, madrasah atau masjid, maka akan lebih baik bila bersedekah itu diberikan secara terbuka atau terang-terangan, dan lebih baik dipublikasikan agar menarik perhatian masyarakat luas untuk beramai-ramai membantu lembaga atau badan tersebut.[2]
Sedekah lebih utama diberikan kepada kaum kerabat atau sanak saudara terdekat sebelum diberikan kepada orang lain. Kemudian sedekah itu seyogyanya diberikan kepada orang lain yang betul-betul sedang mendambakan uluran tangan. Pahala sedekah akan lenyap bila si pemberi selalu menyebut-nyebut sedekah yang telah ia berikan atau menyakiti perasaan yang menerima. Hal ini ditegaskan Allah Swt dalam surat al-Baqarah ayat 264:
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia dan Dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah Dia bersih (tidak bertanah). Mereka tidak menguasai sesuatupun dari apa yang mereka usahakan; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir.
Ayat di atas menjelaskan tentang bagaimana pahala sedekah bisa hilang karena memberikan sedekah dengan menyakiti perasaan yang diberi sedekah.


[1] Ahmad Kosasih dan Abdul Azis, Panduan Riyadhoh, Tangerang: PPPA Daarul Qur’an, 2011, hlm. 65-66
[2] Masyfuk Zuhdi, Studi Islam, Jakarta: Rajawali, 2006, hlm. 83 -84.

















No comments:

Post a Comment