KARAKTER QALB

download (9)
Qalb adalah daging sanubari (al-lahm as-sanubari), yakni daging khusus yang berbentuk seperti jantung pisang yang terletak di rongga dada sebelah kiri yang berisi darah hitam kental.[1] Hati dalam konteks fisik ini tidak jauh beda dengan hati yang ada pada makhluk lain.[2]
Sementara itu pengertian qalb dalam pandangan sufi, ia menyebutnya “lathifah rabbaniyyah ruhaniyyah”, sesuatu yang halus yang memiliki sifat ketuhanan dan keruhaniahan.[3] Dan hati adalah sebagai tumpuan dan tempat penilaian Tuhan atas perbuatan yang dilakukan manusia. Tuhan hanya memperhatikan hati, karena hati itulah yang menjadi hakekat manusia.
Qalb memiliki karakter yang tidak konsisten, oleh karena itu ia mudah terkena konflik batin, sehingga tingkah laku yang negatif pada diri seseorang akibat dari hati yang busuk. Dengan demikian potensi hati yang dimiliki oleh seseorang itu tidak sama, yakni sejauh mana seseorang itu mengatur dan mengendalikan hatinya, melalui bantuan rasio (akal).[4]
Secara nafsiologis, qalb dapat diartikan sebagai radar kehidupan. Pengertian lain, qalb adalah reservoir energi nafsiah yang menggerakkan ego dan fuad. Dalam konteks ini teori Freud tentang Id itu mirip dengan karakter hati yang tidak berisi keimanan, yakni qalb yang selalu menuntut kepuasan, dan menganut prinsip kesenangan (pleasure principle), dimana ia menghendaki agar segala sesuatu segera dipenuhi. Sehingga unsur kebahagiaan dan kepuasan tidak pernah terpenuhi, dan inilah yang dapat merusak mental.[5]
Karakter, watak, kepribadian dan mentalitas yang ada dalam diri seseorang itu berbeda karena dari kondisi qalb itulah yang mempengaruhi atau yang menggerakkannya. Menurut Imam al-Ghazali, ada tiga karakter yang dimiliki qalb.
Pertama, hati yang shahih (sehat) bisa menjadikan manusia selalu (salim) selamat. Karena hati yang sehat tersebut manusia dapat memiliki hal-hal kebaikan, mempunyai iman yang kokoh, tidak hidup serakah, memiliki kedamaian dan ketenteraman, khusyu’ dalam ibadah, banyak melakukan dzikir, jika melakukan kesalahan dapat segera sadar, dan di dalam diri selalu diliputi oleh perbuatan yang baik.
Kedua, hati yang mayyit (mati), hati ini kaku keras, yang membawa pada sifat-sifat yang jelek, sehingga banyak melakukan dosa, dalam dirinya. Selalu mengingkari nikmat Allah, iman yang mendorong untuk kebaikan itu tipis dan terkadang imannya kosong, selalu dikuasai hawa nafsu, berburuk sangka, tingkah lakunya selalu menyimpang dari norma-norma agama, egois, keras kepala, selalu ingin menang, dari perbuatan dosa-dosa yang dilakukan, maka akan jauh dari Allah, isi dari hati semacam ini pada intinya yaitu cenderung perbuatan atau hal-hal yang buruk.
Dan Ketiga, hati yang maridl (sakit), dalam hati ini ada campuran antara sehat dan mati, yang di dalamnya ada iman, ada ibadah, ada pahala, tetapi ada kemaksiatan dan perbuatan dosa kecil atau besar seperti, hatinya yang tidak tenang (gelisah) suka marah, tidak pernah punya rasa puas, susah menghargai orang lain, penderitaan lahir batin, tidak bahagia.[6]
Toto Tasmara menyebutkan, bahwa qalb memiliki beberapa karakter serta memiliki fungsi. Masing-masing adalah sebagai berikut:
1. Fuad, merupakan potensi qalb yang berkaitan dengan indrawi, mengolah informasi yang sering muncul dan dilambangkan dalam otak manusia.
Fuad memiliki tanggung jawab intelektual yang jujur kepada apa yang dilihatnya. Karakter yang dimiliki, cenderung dan selalu merujuk pada obyektivitas, kejujuran, dan jauh dari sikap kebohongan. Sebagaimana dalam firman tuhan dalam surat al-Isra: 36, yang artinya, “Hatinya tidak mendustakan apa yang telah dilihatnya”.
Fuad yang jujur dan obyektif akan selalu haus dengan kebenaran dan bertindak di atas rujukan yang benar.
2. Shadr, merupakan potensi qalb yang berperan untuk merasakan dan menghayati atau mempunyai fungsi emosi, (marah, benci, cinta, simpati, empati dan laian-lain).
Shadr adalah dinding hati yang menerima limpahan cahaya keindahan, sehingga mampu menerjemahkan dan memecahkan segala sesuatu serumit pun menjadi mudah dan indah.
3. Hawa, merupakan potensi qalb yang menggerakkan kemauan. Di dalamnya ada ambisi, kekuasaan, kekayaan dan lain sebagainya.
Karakter yang dimiliki hawa itu bersifat mengejar kesenangan dunia, sehingga banyak orang yang tergelincir pada kesesatan, kebingungan, kebimbangan, kemungkaran dan tergelincir pada kehinaan, karena dalam diri manusia lebih banyak didominasi atau lebih condong pada karakter ini.[7]
Apabila dibandingkan dengan teorinya Freud, hawa sama dengan Id, yang selalu menginginkan kepuasan dan sifatnya mengejar kesenangan, kenikmatan (pleasure principle). Sebagaimana firman Allah, “Sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun dan Maha Penyayang” (QS: Yusuf: 53). Disinilah pangkal terjadinya gangguan mental.
Ketiga potensi qalb tersebut di atas, berada dalam bilik-bilik qalb, yang memiliki tugas dan peran sesuai dengan perannya masing-masing. Dalam hubungannya dengan dunia luar, atau ketika menerima rangsangan dari luar, ketiga potensi tersebut akan memberikan respon dalam bentuk perilaku.
Pada dasarnya ketiganya selalu bekerja sama dan saling mengisi, hanya saja dalam bentuk riilnya, tindakan dan perbuatannya ataupun tingkah laku yang diwujudkan, bergantung pada potensi manakah yang paling dominan.
Dan qalb juga memberikan ruang bagi akal untuk memberikan pemikiran dan pertimbangan sebelum diwujudkan dalam bentuk perilaku yang bisa mencerminkan kondisi mental dan kepribadian seseorang.
Ketiga karakter yang ada dalam qalb tersebut di atas mempunyai kandungan atau muatan kepribadian yang berbeda, yang kemudian megental menjadi bentuk keinginan yang ditampung oleh nafs.
Peran dan fungsi nafs yang menampung berbagai potensi qalb tersebut dijabarkan keseluruhannya dalam bentuk, sikap dan perilaku. Yang kesemuanya dibenturkan pada hubungan manusia terhadap tiga dimensi, yaitu hubungan dengan Allah, (agama) dengan, diri sendiri, dengan manusia lain, dan dengan lingkungan (alam).
Kewajiban nafs disini adalah memberikan kontrol agar potensi tersebut terpecah. Nafs juga harus mengatur secara adil hubungan diantara ktiganya tersebut. Karena ketiganya tidak boleh terabaikan, karena ketiganya yang menjadikan ukuran terhadap kesehatan mental, sebab mental seseorang itu bisa dianggap tidak terganggu apabila ketiga dimensi yang mengelilingi manusia tersebut agama, aku dan lingkungan, menyatakan manusia tersebut berjalan pada garis dan koridor yang benar, yakni manusia telah memenuhi kriteria sehat secara holistic yaitu sehat secara “bio-sosio-psycho-spiritual”.[8]
Untuk mencapai kesehatan secara holistik tersebut terlebih dahulu harus membenahi qalb dan nafs. Dapat dipahami bahwa qalb yang baik akan membentuk nafs yang baik pula, sehingga pada akhirnya dapat membentuk kepribadian dan membentuk mentalitas yang baik (tidak terganggu). Dan ini tidak hanya mencakup sehat dalam satu dimensi saja. Akan tetapi, mampu mencapai sehat secara holistic tersebut.


[1] M. Solihin, Tasawuf Tematik; Membela Tema-tema Penting Tasawuf, (Bandung: Pustaka Setia, 2003), hlm. 127
[2] Al-Ghazali, Rahasia Keajaiban Hati, (Surabaya: Al-Ikhlas, 1999), hlm. 12.
[3] Imam Ghazali, Ihya Ulumuddin (Mengembangkan Ilmu-ilmu Agama), terj, Ismal Yakub, (Singapore: Pustaka Nasional Pte led, 1988_, hlm. 898.
[4] Achmad Mubarok, Jiwa dalam Al-Qur’an, (Jakarta: Paramadina, 2000), hlm. 110-115.
[5] Jalaluddin, Psikologi Agama, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1996), hlm.163.
[6] M. Amin Syukur, dan Fatimah Usman, Insan Kamil Kontemporer (Paket Pelatihan Seni Menata Hati (SMHI)), CV. Bima Sejati, Semarang, 2004, hlm. 14.
[7] Toto Tasmara, Kecerdasan Ruhaniah, (Jakarta: Gema Insani, 2001), hlm. 93-94.
[8] Ibid., hlm. 118.
































No comments:

Post a Comment