SUNNATULLAH PADA BUMI DAN LANGIT


Berfirman Allah Swt di dalam surat Ibrahim ayat 19 dengan bertanya sebagai berikut:

Tidakkah kamu perhatikan, bahwa sesungguhnya Allah telah menciptakan langit dan bumi dengan hak? (Q.S. Ibrahim: 19)

Kemudian dengan tegas pula Allah Swt memberikan jawabannya di dalam firman-Nya surat Al-Hijr ayat 85 dengan mengatakan:

Dan tidaklah Kami ciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya, melainkan dengan benar. (Q.S Al-Hijr: 85)

Demikian pula di dalam surat An-Nahl ayat 3 difirmankan-Nya bahwa:

Dia menciptakan langit dan bumi dengan hak. Maha Tinggi Allah daripada yang mereka sekutukan. (Q.S. An-Nahl: 3)

 Firman-firman tersebut di atas merupakan informasi untuk menyakinkan bahwa adanya bumi dan langit serta segala sesuatu di antara keduanya karena diadakan atau diciptakan Allah Swt. Adanya itu bukan adanya sendiri atau karena sesuatu yang lain dari Allah Swt. Dengan demikian berarti pemiliknya adalah Allah Swt, yang menguasai keseluruhannya, yang diciptakan-Nya bukanlah tanpa tujuan. Sehubungan dengan itu berfirman pula Allah Swt di dalam surat Ar-Rum ayat 8 yang menyatakan bahwa:

 Allah tidak menjadikan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya melainkan dengan (tujuan) yang benar dan waktu yang ditentukan. (Q.S. Ar-Rum: 8)

 Sejalan dengan firman tersebut di dalam surat At-Taghaabun ayat 3 sekali lagi Allah Swt memfirmankan bahwa:

Dia menciptakan langit dan bumi dengan (tujuan) yang benar. (Q.S. At-Taghaabun: 3).

 Tujuan yang benar itu satu persatu akan terlihat dalam uraian tentang aturan-aturan (sunnatullah) yang berlaku dan berlangsung tertib pada masing-masing benda langit, seperti untuk apa matahari dan bulan diciptakan bersinar atau apa tujuan bumi diciptakan berputar pada porosnya dan lain-lain. Aturan-aturan (sunnatullah) yang dilaksanakan secara taat/patuh itu menunjukkan bahwa sebagai hasil ciptaan ternyata benda-benda langit tersebut mampu mengabdi sambil bertasbih pada Allah Swt. 

Dari firman-firman Allah Swt tersebut jelas bahwa dengan ke-Maha Kuasaan-Nya maka bumi tidak bergoncang dan manusia serta semua makhluk lainnya diridhai menjalani hidup di atasnya, tanpa terjatuh atau terlempar ke ruang angkasa/langit. Ridha-Nya itulah yang disebut gaya tarik (gravitasi) bumi, sehingga manusia merasakan langit sebagai atap. Berfirman Allah Swt di dalam surat Al-Mu'min ayat 64 dengan mengatakan bahwa:

Allah-lah yang menjadikan bumi bagi kamu tempat menetap dan langit sebagai atap, dan membentuk kamu lalu membaguskan rupamu serta memberimu rejeki dengan sebagian yang baik-baik. Yang demikian itu adalah Allah Tuhanmu, Maha Agung Allah, Tuhan semesta alam. (Q.S. Al-Mu'min: 64)

  Kondisi itu merupakan sunnatullah yang berlaku juga pada semua benda langit lainnya, sebagai wujud kesamaannya antara yang satu dengan yang lain. Setiap benda langit planet dan bintang-bintang seperti juga bumi berada pada tempatnya masing-masing, melayang di ruang angkasa, seperti tergantung tanpa tali, sebagai ke-Maha Kuasaan Allah. Tidak satupun jatuh menimpa yang lain. Sehubungan dengan itu berfirman Allah Swt di dalam surat Al-Hajj ayat 65 yang menyatakan sebagai berikut:

Dan Dia menahan (benda-benda) langit jatuh ke bumi, melainkan dengan izin-Nya? Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada Manusia.  (Q.S. Al-Hajj: 65)

  Alam ialah segala apa saja yang bukan Allah. Yang ada itu hanya dua, yaitu alam dan Allah. Alam ialah yang diciptakan (makhluk), sedang Allah ialah Pencipta (Khaliq). Maka dalam Qur'an, Allah bergelar “Rabbul 'alamien” artinya Tuhan alam semesta. Dalam menerangkan alam semesta, selain kata "alamien", Qur'an sering juga menggunakan kalimat "assamãwaat wal ardh", artinya semua langit dan bumi; atau Qur'an menyebut dengan kalimat segala apa yang ada di langit dan di bumi.

Alam semesta itu telah diciptakan Allah menurut hukum-hukum yang pasti, yang objektif dan yang tetap. Artinya, alam semesta adalah satu kosmos yang dalam bahasa ilmu dalam suatu laws of nature, dalam Islam disebut sunnatullah. Akan tetapi, dalam realitasnya terkadang ada yang menyimpangi atau menyeleweng dari sunatullah hal itu akibat dari tangan manusia yang menyimpangi fitrahnya atau basic sebagai manusia. 

Kerusakan alam yang terjadi belakangan ini, seperti gempa bumi dan bencana alam lainnya, adalah akibat keserakahan manusia dalam mengelola alam semesta. Potensi yang diberikan Tuhan kepada manusia telah disalah-gunakan oleh manusia sendiri. Terlihat misalnya erosi tanah dengan banyaknya penebangan-penebangan pohon secara liar.

Sebagaimana alam semesta demikian pula seluruh isinya termasuk manusia telah terikat dan berada dalam suatu hukum serba tetap. Umpamanya, di antara alam semesta ialah sistem tata surya kita, yang mempunyai 9 buah planet penting, 1500 planet kecil-kecil dan 28 buah satelit (bulan-bulan); seluruhnya terikat dan berada dalam suatu hukum serba tetap, dalam hukum rotasi atau hukum revolusi dari setiap benda-benda langit itu. 

Demikian pula pada isi alam ini dari berbagai jenis benda: yang padat, yang gas dan yang cair; telah terikat dalam hukum-hukum. Air umpamanya, terikat dengan hukum: H2O, berarti air terikat dari 2 atom H (zat cair) dan 1 atom 0 (zat pembakar). Tiap-tiap benda yang lebih berat dari udara, tunduk kepada hukum gravitasi (gaya berat) yang disebut juga hukum Newton.

 Kulit bumi yang terjadi karena bola bumi terus berputar sejak diciptakan Allah Swt yang semula berpadu dengan langit, sedang inti bumi tetap dalam keadaan panas, dengan kehendak Allah telah berfungsi sebagai gaya tank (gravitasi) bumi. Kondisi itu mungkin saja setelah berabad-abad kemudian, mengakibatkan inti bumi menjadi dingin, dan hilanglah gaya tarik (gravitasi) bumi, sehingga terjadilah kiamat. 

Dengan kehendak Allah Swt bumi dibalikkan, gunung-gunung digoncangkan dan berterbangan, laut ditumpahkan dan sebagainya. Untuk itu berfirman Allah Swt di dalam surat Al-Waaqi'ah ayat 1 dan 2 kemudian 4 s.d 6 sebagai berikut:

Apabila terjadi hari kiamat. terjadinya kiamat itu tidak dapat didustakan (disangkal) apabila bumi digoncangkan sedahsyat-dahsyatnya, dan gunung-gunung dihancur luluhkan sehancur-hancurnya, maka jadilah dia debu yang berterbangan. (Q.S. Al-Waaqi'ah: 1-2 & 4-6)

Demikian pula firman-Nya di dalam surat Az-Zazalah ayat 1 s.d 5 telah dinyatakan Allah Swt bahwa:

Apabila bumi digoncangkan dengan goncangannya (yang dahsyat) dan bumi telah mengeluarkan beban-beban (yang dikandungnya), dan manusia bertanya: "Mengapa bumi (jadi begini)", pada hari itu bumi menceritakan beritanya, karena sesungguhnya Tuhanmu telah memerintahkan (yang demikian itu) kepadanya.  (Q.S. Az-Zazalah ayat 1-5)
  
Kapan akan terjadinya kiamat yang dahsyat itu, rahasianya hanya diketahui oleh Allah Swt. Demikian yang difirmankan-Nya di dalam surat Al-A'raaf ayat 187 bahwa:

Mereka menanyakan kepadamu tentang kiamat: "Bilakah terjadinya?" Katakanlah: "Sesungguhnya pengetahuan tentang kiamat itu adalah pada sisi Tuhan, tidak seorangpun dapat menjelaskan waktu kedatangannya selain Dia. Kiamat itu amat berat (huru haranya bagi makhluk) yang di langit dan di bumi. Kiamat itu tidak akar. datang kepadamu melainkan dengan tiba-tiba." Mereka bertanya kepadamu seakan-akan kamu benar-benar mengetahuinya. Katakanlah: "Sesungguhnya pengetahuan tentang hari kiamat itu adalah di sisi Allah, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui."  (Q.S. A'raf: 187).

 Dari firman-firman Allah Swt tersebut di atas jelas bahwa kiamat adalah akhir dari kehidupan di dunia, yang dilihat dari segi waktu di dunia sejak bumi dan langit diciptakan, waktunya telah dan akan berlangsung berjuta-juta abad. Namun menurut waktu di sisi Allah Swt sesungguhnya amat singkat, yang rahasianya hanya Allah Swt yang mengetahui-Nya.

Waktu tersebut adalah keseluruhan waktu di muka bumi, yang dengan petunjuk Allah Swt dilakukan perhitungannya, yang dialami secara kongkret dalam keterpaduannya dengan kehidupan. Oleh karena itu, tidak seseorangpun manusia yang akan mengalami keseluruhan waktu yang diciptakan oleh Allah Swt, sejak bumi dijadikan tempat kehidupannya sampai tibanya kiamat kelak di akhir zaman. Setiap manusia mengalami waktu sebagai kehidupan sesuai dengan yang ditetapkan Allah Swt bagi dirinya masing-masing.

No comments:

Post a Comment