“Sesungguhnya
Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang
ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap
sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada
pelindung bagi mereka selain Dia.” (QS. Ar-Ra'd: 11)
Sebagian orang ada yang bersikap tawadhu'
secara berlebihan sampai tidak mau memakai pakaian yang bagus, tidak mau memberikan
sumbang saran kepada orang lain tentang suatu persoalan, tidak mau memelopori
penyelesaian suatu masalah, atau tidak mau menerima satu amanah pun.
Kadang,
kalau sikap di atas dilihat oleh orang yang tidak mengerti hakikat suatu amal,
ditambah bisikan setan dan sokongan hawa nafsu, semua sikap di atas dianggap muncul
dari ketidak-mampuan mereka. Jika bukan karena itu, niscaya mereka tidak akan
melakukannya.
Demikian
bisikan dan sokongan hawa nafsu yang terus membayangi dan menguasai orang yang melihatnya,
sampai akhirnya ia memandang hina orang lain yang melakukan perbuatan itu, dan
merasa bangga akan dirinya sendiri. Tidak hanya sampai di situ, bahkan pada
setiap kesempatan ia ingin menampakkan kebanggaan atas dirinya itu. Inilah
kesombongan (takabbur).
Al-Quran dan Al-Sunnah mencoba memalingkan
penyebab munculnya sifat takabur dengan tahadduts bi al-ni'mah
(menceritakan nikmat Allah). Allah Swt berfirman,
“Dan
adapun terhadap nikmat Tuhanmu, maka ceritakanlah.” (QS Al-Dhuha [93]: 11).
Rasulullah
Saw bersabda, "Sesungguhnya Allah itu indah dan menyukai keindahan."
(HR. Muslim)
"Dan
jadikanlah kami orang-orang yang mensyukuri nikmat-Mu, menyanjung-Mu dengan
nikmat itu, dapat menerimanya, dan sempurnakanlah nikmat itu bagi kami"
(HR. Ibn Katsir).
Malik
bin Nadhlah al-Jasyami berkata, "Aku mengunjungi Nabi Saw dengan pakaian
jelek. Nabi Saw. bertanya, "Apakah
kau memiliki harta?" Aku menjawab, "Ya." Nabi Saw. bertanya,
"Apa jenisnya?" Aku menjawab, "Allah telah menganugerahiku unta,
kambing, kuda, dan hamba sahaya." Nabi Saw. berkata, "Jika Allah menganugerahimu
harta, tunjukkanlah bekas nikmat dan kemurahan Allah pada dirimu" (HR. Abu
Daud).
Para
salaf shalih memahami tahadduts bi al-ni'mah dan mereka berupaya
menunjukkan segala kenikmatan yang diberikan Allah kepada mereka serta
mengingatkan orang-orang yang mengabaikannya. Hasan bin Ali r.a. berkata,
"Jika engkau mendapatkan kebaikan atau melakukan kebaikan, ceritakanlah
kepada teman-temanmu yang terpercaya."
Bakr bin
Abdillah Al-Mazim berkata, "Barangsiapa dikaruniai kebaikan tetapi
tidak tampak bekasnya pada dirinya, ia dinamakan pengurang dan penyia-nyia nikmat
Allah."
No comments:
Post a Comment