Adapun beberapa tipe wanita (yang baik)
itu adalah sebagai berikut:
1)
Kusuma Wicitra
Istilah kusuma wicitra terdiri
atas kata kusuma yang berarti kembang ‘bunga’ dan wicitra yang
berarti endah banget ‘amat endah’. Jadi, wanita yang bertipe kusuma
wicitra adalah yang diibaratkan sebagai bunga yang sangat indah. Ungkapan tersebut
merupa-kan sebuah simbol yang jika dikaitkan dengan objeknya, yaitu “untuk
dipetik” dapat menghasilkan sebuah interpretasi baru. Interpretasi tersebut
adalah “wanita cantik yang siap untuk dipetik”. Dalam proses semiosis
berlanjut, interpretasi “wanita cantik yang siap dipetik” dapat menjadi
represantemen baru, dan seterusnya.
2)
Padma Sari
Istilah padma sari berasal dari
kata padma yang berarti kembang terate ‘bunga teratai’ dan sari
yang merupakan metatesis dari kata asri ‘indah’. Dengan demikian, wanita
yang bertipe padma sari adalah wanita yang cantik. Oleh karena padma
atau bunga teratai dalam budaya Jawa merupakan simbol “kemesraan”, ungkapan
tersebut diinterpretasikan sebagai “seorang wanita cantik yang dapat
menimbulkan kemesraan”. Interpretasi tersebut dapat pula menjadi representamen
baru yang dapat diinterpretasikan ke arah erotisme.
3)
Sri Panggulingan
Istilah sri panggulingan berasal
dari kata sri yang berarti cahya ‘cahaya’, endah banget ‘sangat
indah’, dan panggulingan yang berarti paturon ‘tempat tidur’,
‘peraduan’. Wanita yang bertipe sri panggulingan dapat berarti atau
dapat diinterpretasikan bahwa wanita tersebut sangat indah (cantik), sangat
menggiurkan, dan sangat menggairahkan di peraduan. Interpretasi itu didasarkan
pada kata panggulingan ‘tempat tidur’ yang secara ideksikal mengacu ke
fungsinya sebagai tempat untuk bermain asmara.
4)
Sri Tumurun
Istilah sri tumurun berasal dari
kata sri dan tumurun. Sri dapat berarti cahya
‘cahaya’, endah banget
‘sangat indah’, serta dapat berasal dari nama (Dewi) Sri, yaitu
istri Dewa Wisnu, yang cantik dan menjadi pujaan para pria. Selanjutnya, tumurun
dapat berarti mudhun ‘turun’. Dengan demikian, wanita yang bertipe sri
tumurun dapat diinterpretasikan sebagai wanita yang amat cantik bagaikan
cahaya atau Dewi Sri yang turun (dari Kahyangan) ke dunia.
5)
Sesotya
Sinangling
Istilah sesotya sinangling
berasal dai kata sesotya yang berarti inten ‘intan’ dan sinangling
yang berarti ‘didulang’, ‘dimengkilatkan’, ‘diperindah’. Wanita yang bertipe sesotya
sinangling dapat diinterpretasikan bahwa wanita tersebut bagaikan perhiasan
yang amat indah. Ungkapan “perhiasan yang amat indah” secara indaksikal mengacu
ke interpretasi yang bersifat erotis jika dikaitkan dengan objek “dipakai”.
Artinya, perhiasan yang sangat indah berfungsi untuk “dipakai” atau “dikenakan”
oleh pria.
6)
Traju
Mas
Traju mas
berarti ‘alat penimbang emas’. Tipe itu merupakan simbol wanita yang dihormati
sebagai tetimbangan ‘pendamping setia’ yang selalu siap di-mintai
pertimbangan (dalam suka dan duka) dan ter-ciptanya keluarga yang bahagia. Tipe
wanita traju mas kurang atau tidak mengacu ke interpretasi yang erotis.
7)
Gedhong
Kencana
Gedhong kencana
dapat berarti ‘gedung’ atau ‘rumah emas’, ‘gedung’ atau ‘rumah’ yang dibuat
atau rumah yang dihiasi dengan emas. Gedhong ‘gedung’, ‘rumah’, dalam
konteks ini merupakan simbol ‘tempat ber-teduh’, sedangkan kencana
‘emas’ merupakan simbol ‘keindahan’. Jadi, gedhong kencana ‘rumah emas’
merupakan simbol wanita yang berhati teduh, dapat menciptakan kebutuhan dalam
rumah tangga, sehingga menarik perhatian dan menggairahkan. Ungkapan bahwa
wanita diibaratkan sebagai gedung atau rumah dapat menuntun ke arah
interpretasi erotis, yaitu “wanita merupakan tempat berteduh”. Ungkapan itu,
yang merupakan representemen baru, dapat di-interpretasikan sebagai “kehangatan
jika berteduh di dalamnya”. Sampai pada interpretasi ini sudah meng-arah
kecitraan yang bersifat erotis.
8)
Sawur
Sari
Sawur sari
dapat berarti ‘tabur bunga’. Ungkapan itu juga merupakan simbol yang
menunjukkan ganda arum ngambar ‘bau harum semerbak’. Maksudnya, wanita
yang bertipe sawur sari ‘tabur bunga’ adalah wanita yang banyak dikenal,
tersohor kerena kebaikannya, atau terkenal karena baik budi pekertinya. Selain
itu, ungkapan tersebut juga dapat diinterpretasikan secara erotis. Dalam bahasa
Jawa terdapat istilah yang menggunakan kata sari, yaitu nggarap sari
yang berarti menstruasi. Dengan demikian, kata sari dalam tabur sari
secara indeksikal mengacu ke “kewanitaan” yang bagi pembaca pria berkonotasi
erotis, yaitu harum semerbaknya ‘kewanitaan’ seorang wanita.
9)
Pandhan
Kanginan
Pandhan kanginan
dapat berarti ‘pandan tertiup angin’. Pandhan yang dimaksud dapat berupa
pandhan wangi ‘pandan (yang berbau) harum’ dengan daun yang hijau
subur, panjang-panjang. Ungkapan pandhan kanginan ‘pandan yang teriup
angin’ sebagai simbol wanita yang tinggi semampai, berparas cantik, dan amat
menawan. Ungkapan itu pun (daun bunga pandan) dapat diinterpretasikan secara
erotis jika di-hubungkan dengan objek “daun muda yang harum”. Interpretasi itu
dapat menjadi representemen baru yang mengacu pada “memetik daun muda” sehingga
meng-hasilkan interpretasi baru “memetik wanita yang berbau harum”. Bau harum
itu sendiri dapat mengacu secara indeksikal kepada “menggairahkan” kerena
sesuatu yang menggairahkan, kebanyakan, berbau harum. Atau sebaliknya, sesuatu
yang berbau harum senantiasa menggairahkan untuk dinikmati.
*Dikutip dari buku Asmaragama: Seni dalam Bercinta karangan Amin Khakam el-Chudrie*
No comments:
Post a Comment