Di masa
Rasulullah saw tasawuf
adalah sebuah realitas
tanpa nama, sekarang tasawuf
adalah sebuah nama, tetapi hanya sedikit
yang mengetahui realitasnya. Karena tasawuf adalah ajaran islam yang
menyelami berbagi keadaan jiwa
seorang ‘abid (ahli
ibadah) agar sampai kepada Rabbnya, tasawuf bersifat dzauqiyah (perasaan)
Dalam
Islam, dimensi mistis biasa dikenal akrab dengan tasawuf. Selain tasawuf, dikenal juga term shufi.
Keduanya kadang diberlakukan sebagai
bermakna satu yang
saling mengisi. Tasawuf adalah tindakan, sedangkan shufi adalah pelakunya.[1]
Tasawuf bukan semata-mata ilmu sebagai teori yang sering diper-bincangkan orang.
Akan tetapi lebih menempatkan fungsinya pada pengalaman yang bersifat akhlaqiyah. Sehingga boleh dikatakan
tasawuf adalah ibadah akhlaqi yang dilaksanakan dalam hidup para shufi.[2]
Pada zaman Rasulullah saw para sahabat serta tabi'in belum dikenal istilah shufi. Menurut
al-Qusyairi, para sahabat dan tabi'in tersebut lebih menyukai dan merasakannya sebagai
suatu penghormatan apabila mereka disebut
sebagai sahabat.
Dengan demikian, istilah-istilah seperti: 'abid, zahid, dan kemudian
shufi yang digunakan untuk menyebut para
ahli ibadah baru dikenal setelah generasi sahabat dan tabi'in ini. Istilah
shufi muncul pada abad kedua Hijriyyah, setelah wafatnya Nabi, sahabat dan tabi'in.
Istilah ini pertama kali digunakan oleh Abu Hasyim, seorang zahid dari
Syiria (W. 780 M/150 H).[3]
Saat menelisik
mengenai istilah tasawuf terdapat beberapa pendapat mengenai asal kata istilah tersebut:
1.
Tasawuf berasal dari kata shuffah atau shuffah al-masjid artinya serambi masjid. Istilah ini dihubungkan
dengan suatu tempat di Masjid Nabawi yang di diami oleh sekelompok sahabat dan mereka dikenal dengan ahl al-shuffah.
2.
Pendapat lain mengatakan bahwa kata tasawuf berasal dari kata shafa artinya
bening, suci, bersih atau murni. Ini sesuai dengan orang-orang shufi yang niatnya itu selalu bersih
dan suci dari keinginan-keinginan hawa
nafsu.
3. Tasawuf berasal dari kata shaf yang
dinisbatkan kepada para sahabat nabi yang selalu pada barisan paling depan
ketika shalat berjama'ah.
4. Ada yang mengatakan tasawuf berasal dari
nama orang penjaga Ka'bah di zaman jahiliyyah yaitu Suffah ibn Murrah.
5. Ada pendapat yang mengatakan kata
tasawuf berasal dari bahasa Yunani yaitu shafia (Kebijaksanaan), orang-orang
shufi itu sangat bijaksana.
6. Sebagian pendapat lain cenderung pada
istilah shufi berasal dari kata shuf (wol), karena orang-orang yang ahli
ibadah zaman dahulu itu sangat sederhana, kesederhanaanya itu ditunjukkan
dengan memakai pakaian yang terbuat dari wol yang kasar dan sangat murah
harganya.
Sama
halnya dengan pengertian secara bahasa, menurut istilah terdapat beragam pendapat
mengenai pengertian tasawuf. Beragamnya pengertian
tasawuf karena terkait dengan pengalamana batin para shufi dalam melakukan hubungannya
dengan Tuhan, sehingga faktor rasa lebih dominan dari pada rasio. Hal ini bisa diibaratkan dengan
orang yang baru jatuh cinta, bila ditanya tentang
definisi cinta maka mereka akan menjawab bermacam-macam jawaban, lain
orang lain pengertian dalam mendefinisikan hal batinnya (cinta).
Di
sini akan diberi beberapa definisi tasawuf yang berasal dari beberapa tokoh
sebagai berikut:
1.
Menurut Sahal ibn Abdullah al-Tustari, Shufi ialah orang yang selalu membersihkan dirinya dari segala kotoran (baik lahir maupun bathin) selalu bertafakur
(berfikir), selalu berhubungan dengan Allah
SWT dan memutuskan hubungan dengan manusia lainnya dan selalu meninggalkan kemewahan
dan kesenangan duniawi.
2.
Menurut Ma'ruf al-Karki, tasawuf adalah mengambil hakekat dan putus asa terhadap apa yang ada di tangan makhluk. Maka barang siapa yang tidak
benar-benar fakir, maka tidak benar-benar tasawuf.
3. Menurut al-Kanani, tasawuf adalah
akhlak, apabila bertambah akhlakmu, maka bertambahlah kesucianmu.
4.
Abu Muhammad al-Jurayri berkata: tasawuf adalah membangun kebiasaan yang
terpuji dan penjagaan hati dari semua keinginan dan nafsu.
5.
Menurut Abu Bakar al-Syibli, orang-orang shufi adalah anak-anak kecil yang
ada dipangkuan Allah SWT.
Memberikan
suatu kesimpulan tentang tasawuf bukanlah pekerjaan yang mudah. Namun demikan
tetap bisa diberi sebuah benang merah tentang pengertian tasawuf secara umum yaitu ilmu yang mempelajari usaha membersihkan
diri, berjuang memerangi hawa nafsu, mencari jalan kesucian dan berpegang teguh
pada perintah Allah dan Rasulullah.[4]
Dengan
demikian setiap orang berhak bertasawuf karena tasawuf diibaratkan sebagai dunia
yang dihuni dari bermacam-macam orang yang bersal dari latar belakang yang berbeda, hakekat tasawuf adalah
mendekatkan diri kepada Tuhan.[5]
Tasawuf
itu sendiri adalah jalan untuk memperoleh kecintaan dan kesempurnaan rohani,[6]
dalam ajaran Islam, Tuhan memang dekat sekali dengan
manusia, di dalam surat al-Baqarah ayat 186 di sebutkan sebagai berikut:[7]
“Dan
apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya
Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon
kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah)-Ku dan
hendaklah mereka beriman kepada-Ku, mudah-mudahan mereka mendapat petunujuk (kejalan
kebenaran).”
Secara
kelesuruhan tasawuf dikelompokkan menjadi dua, yakni tasawuf ilmu
atau nadhari, yaitu tasawuf yang bersifat teoritis. Ragam ini lah tasawuf
dikaji secara ilmiah atau secara akademik dalam berbagai teori-teori, kedua ialah
tasawuf amali atau tatbiqi, yaitu tasawuf terapan, yakni ajaran tasawuf
yang praktis. Tidak hanya sekedar teori belaka, akan tetapi menuntut adanya pengalaman
dalam rangka mencapai tujuan
tasawuf (bisa dekat dengan
Allah).[8]
Ada
juga yang membagi dengan istilah tasawuf ahlaqi, tasawuf falsafi,
tasawuf syi’i dan tasawuf suni. Ringkasnya tasawuf adalah sistem latihan
dengan (riyadlah mujahadah) untuk membersihkan, mempertinggi, dan meperdalam
kerohanian dalam rangka mendekatkan diri (taqarrub) kepada Allah
sehingga segala konsentrasinya hanya tertuju kepada-Nya.
[1] M. Nasrudin,
Mistisisme Dalam Islam, dalam Jastisia , Nomer 30, 2006, hlm. 23
[2] Djamaluddin Ahmad Al-Buny,
Menelusuri Taman-taman Mahabbah Shufiyah,
Mitra Pustaka, Yogyakarta, 2002, hlm. xiii
[3] Labib MZ, Rahasia
Ilmu Tasawuf, Bintang Usaha Jaya, Surabaya, 2001, hlm. 10
[4] Asep Umar
Ismail, Wiwi St, Sajarah
dan Surarin, Tasawuf, Jakarta: UIN
Syarif Hidayatullah,t. th, hlm. 61
[5] http://soni69.tripod.com/artikel/tasawuf.htm
[6] Abubakar Aceh, Pengantar Sejarah Sufi dan Tasawuf , Ramadhani, Solo, cet. Ke 7, 1993, hlm. 28
[7] H. Oemar Bakry,
Tafsir Rahmat, PT. Mutiara, Jakarta, 1982, hlm. 55
[8] Amin Syukur dan
Masyharuddin, Intelektualisme Tasawuf, Pustaka Pelajar, Semarang, 2002, hlm. 43
No comments:
Post a Comment