A. Latar Belakang
Pembelajaran pada hakekatnya adalah proses interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya, sehingga terjadi perubahan perilaku ke arah yang lebih baik, dalam interaksi tersebut banyak faktor yang mempengaruhinya, baik faktor formal yang datang dari dalam individu maupun faktor eksternal yang datang dari lingkungannya.[1]
Harus kita sadari pelaksanaan pendidikan di Indonesia pada umumnya masih menempatkan guru sebagai sumber ilmu pengetahuan. Metode cerita dan ceramah dianggap sebagai pilihan strategi pembelajaran yang bisa mengatasi masalah, terutama untuk mata pelajaran ilmu sosial atau pendidikan agama, kebanyakan guru merasa kesulitan mencari cara pembelajaran yang efektif dan di sini guru harus bisa mememiliki strategi pembelajaran yang tepat sehingga dapat mencapai hasil yang maksimal. Selain itu guru harus bisa mengemban tugas yang paling utama, yaitu mengkondisikan lingkungan agar menunjang terjadinya perubahan perilaku bagi peserta didik.
Pembelajaran active learning merupakan suatu pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka. Dari konsep tersebut ada tiga hal yang perlu dipahami. Pertama, active learning menekankan kepada proses keterlibatan siswa untuk menemukan materi. Artinya proses belajar diorientasikan pada proses pengalaman secara langsung. Proses belajar dalam konteks active learning, tidak mengharapkan agar siswa hanya menerima pelajaran akan tetapi proses mencari dan menemukan sendiri materi pelajaran. Kedua, active learning mendorong agar siswa dapat menemukan hubungan antara materi yang dipelajari dengan situasi kehidupan nyata, artinya siswa dituntut untuk dapat menangkap hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata. Hal ini sangat penting, sebab dengan dapat mengkorelasikan materi yang ditemukan dengan kehidupan nyata, bukan saja bagi siswa materi itu akan bermakna secara fungsional akan tetapi materi yang dipelajarinya akan tertanam erat dalam memori siswa, sehingga tidak akan mudah dilupakan. Ketiga, active learning mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan artinya active learning bukan hanya mengharapkan siswa dapat memahami materi yang dipelajarinya, akan tetapi bagaimana materi itu dapat mewarnai perilakunya dalam kehidupan sehari-hari. Materi pelajaran dalam konteks active learning bukan untuk ditumpuk di otak dan kemudian dilupakan, akan tetapi sebagai bekal mereka dalam mengarungi kehidupan nyata.[2]
Dengan penerapan metode ini siswa diharapkan mampu mengembangkan kemampuan yang dimiliki untuk memecahkan berbagai masalah yang ada di kehidupan sehari-hari. Pendekatan ini dikembangkan dengan tujuan agar pembelajaran berjalan produktif dan bermakna. Disinilah perlunya memahami secara benar bagaimana cara menerapkan metode student active learning sehingga dapat diterapkan untuk semua mata pelajaran.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang ingin diangkat dalam makalah ini adalah,
1. Apakah yang dimaksud dengan metode student active learning?
2. Apakah fungsi dari metode student active learning?
3. Apakah unsur-unsur dalam metode student ective learning?
C. Kajian Pustaka
1. Pengertian Metode Student Active Learning (SAL)
Istilah active learning atau yang bisa disebut dengan pembelajaran aktif terdiri dari dua suku kata, yaitu pembelajaran dan aktif. Kata pembelajaran berasal dari kata dasar belajar yang mendapat awalan pe- dan akhiran -an. Menurut Muhibbin Syah belajar mempunyai arti tahapan perubahan seluruh tingkah laku individu yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif.[3] Sedang menurut Sardiman, pengertian belajar dibagi dua, yaitu pengertian luas dan khusus. Dalam pengertian luas belajar dapat diartikan sebagai kegiatan psiko-fisik menuju perkembangan pribadi seutuhnya. Kemudian dalam arti sempit, belajar dimaksudkan sebagai usaha penguasaan materi ilmu pengetahuan yang merupakan sebagian kegiatan menuju terbentuknya kepribadian seutuhnya. Definisi dalam arti khusus inilah yang banyak dianut sekolah-sekolah.[4]
Sedangkan aktif berasal dari bahasa Inggris, yaitu “active”, yang mempunyai arti rajin, sibuk, giat.[5] Sebagai suatu konsep, pembelajaran aktif adalah suatu proses kegiatan belajar mengajar yang subyek didiknya terlibat secara intelektual dan emosional, sehingga subyek didik betul-betul terlibat dalam malakukan kegiatan belajar.
Dalam pembelajaran aktif, siswa diposisikan sebagai inti dalam kegiatan belajar mengajar. Pembelajaran aktif adalah salah satu strategi belajar mengajar yang menuntut keaktifan dan partisipasi subyek didik secara optimal, sehingga siswa mampu mengubah tingkah lakunya secara efektif dan efisien.[6]
Dalam sistem pengajaran yang demikian, peserta didik berpikir dan memahami mata pelajaran bukan sekedar mendengar, menerima dan mengingat-ingat. Setiap mata pelajaran harus diolah dan diinterpretasikan sedemikian rupa sehingga masuk akal.[7] Pembelajaran aktif menuntut setiap siswa secara aktif menggunakan otak, baik untuk menemukan ide pokok dari materi pelajaran yang memecahkan persoalan atau mengaplikasikan apa yang baru mereka pelajari ke dalam suatu persoalan yang ada dalam kehidupan nyata.[8]
Belajar aktif sangat diperlukan siswa untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Ketika siswa pasif dimana belajar hanya mengandalkan indera pendengaran, maka ia akan cepat melupakanapa yang telah diberikan. Oleh karena itu, diperlukan perangkat tertentu untuk mengikat informasi yang baru saja diterima dari guru. Active learning adalah salah satu cara untuk mengikat informasi yang baru kemudian menyimpannya dalam otak.[10]
Menurut Melvin L. Siberman, sebagaimana dikutip oleh Hisyam Zaini, mengatakan bahwa belajar akan bermakna dan bermanfaat apabila siswa menggunakan semua alat indera, mulai dari telinga, mata, sekaligus berpikir mengolah informasi dan ditambah dengan mengerjakan sesuatu. Dengan mendengarkan saja, kita tidak dapat mengingat banyak dan akan mudah lupa.[11]
Keaktifan siswa dalam belajar dapat berupa bentuk yang bermacam-macam ragam, mulai dari kegiatan mendengar, melihat, mengajukan pertanyaan dan membahas dengan orang lain. Bukan cuma itu saja, siswa perlu mengerjakannya yakni menggambarkan sesuatu dengan cara mereka sendiri, menunjukkan contohnya, mencoba mempraktekkan keterampilan dan mengerjakan tugas yang menuntut pengetahuan yang telah atau harus mereka dapatkan.[12]
Penjelasan yang dikemukakan oleh pakar di atas, dapat ditarik kesimpulan, bahwa pembelajaran dapat berlangsung efektif manakala dalam suatu proses yang terjalin komunikasi yang aktif antara guru dan siswa dengan melibatkan aspek intelektual dan emosional. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pembelajaran aktif adalah proses keterlibatan intelektual dan emosional peserta didik dalam proses belajar mengajar yang dapat memungkinkan terjadinya:[13]
a. Proses asimilasi dan akomodasi dalam pencapaian pengetahuan.
b. Proses perbuatan serta pengalaman langsung terhadap umpan balik dalam pembentukan keterampilan.
c. Proses penghayatan serta internalisasi nilai-nilai dalam rangka pembentukan nilai dan sikap.
Dengan keterlibatan ketiga aspek tersebut, maka pengetahuan, keterampilan serta nilai dan sikap akan dapat dicapai sehingga tujuan pembelajaran dapat dikatakan berlangsung efektif dan efisien.
Menurut Moh. Ali sebagaimana dikutip oleh Mulyani Sumantri dalam ”Strategi Belajar Mengajar”, menyatakan guru hendaknya selalu berpegang pada asas-asas mengajar sebagai berikut:
a. Mengajar sepatutnya mempertimbangkan pengalaman belajar (peserta didik) sebelumnya.
b. Proses pengajaran dimulai bila peserta didik dalam keadaan siap untuk melakukan kegiatan belajar,
c. Bahan pelajaran seharusnya menarik minat peserta didik untuk mempelajarinya.
d. Dalam melaksanakan pengajaran, guru seharusnya berusaha agar peserta didik terdorong untuk melakukan kegiatan belajar.
e. Proses pengajaran sepatutnya memperhatikan perbedaan-perbedaan individual yang dimiliki oleh masing-masing peserta didik.
f. Pengajaran sepatutnya mengantarkan peserta didik untuk melakukan proses belajar secara aktif.
g. Pelaksanaan pengajaran sepatutnya berpegang pada prinsip-prinsip pencapaian hasil belajar secara psikologis, yaitu belajar dilakukan secara bertahap dan meningkat:
1) Dari bahan-bahan yang bersifat konkrit menuju ke bahan yang bersifat sederhana meningkat kepada bahan-bahan yang makin rumit atau sulit.
2) Dari bahan-bahan yang bersifat konkrit dibawa menuju ke bahanyang bersifat, seperti konsep, ide atau simbol.
3) Dari bahan-bahan yang bersifat umum meningkat ke bahan yang bersifat analisis, dengan kajian yang lebih rumit.
4) Didasarkan penggunaan penalaran, baik induktif (mulai dari mencari fakta dan mengambil kesimpulannya), maupun deduktif (mulai dengan rumusan konsep, kemudian mengujinya berdasarkan fakta yang dialami).[14]
2. Fungsi Metode Student Active Learning
Ada beberapa fungsi dari penggunaan metode pembelajaran aktif dalam proses pembelajaran, yaitu:
a. Membekali peserta didik dengan kecakapan (life skill atau life competency) yang sesuai dengan lingkungan hidup dan kebutuhan peserta didik, misalnya pemecahan masalah secara reflektif sangat penting dalam kegiatan belajar yang dilakukan melalui kerjasama secara demokratis.[15]
b. Membantu proses belajar peserta didik dan merangsang serta mendorong peserta didik untuk mandiri aktif melakukan sesuatu.[16]
c. Mempersiapkan peserta didik untuk belajar tanggung-jawab, inisiatif, kerjasama, tolong-menolong dan pandangan sosial dalam masa depan.
d. Mengembangkan wawasan berpikir secara terbuka dan obyektif, menumbuhkan suasana demokratis dan mengembangkan sikap tenggang rasa terhadap berbagai perbedaan pandangan.[17]
3. Unsur-unsur Metode Student Active Learning
Di bawah ini adalah unsur-unsur yang terdapat pada pembelajaran siswa aktif beserta dimensinya, yaitu:
a. Aktivitas belajar peserta didik, meliputi:
1) Keinginan dan keberanian menampilkan minat, kebutuhan, dan permasalahannya.
2) Keinginan dan keberanian untuk berpartisipasi dalam kegiatan persiapan, proses dan kelanjutan belajar.
3) Penampilan berbagai usaha atau kekreativan belajar dalam menjalani dan menyelesaikan kegiatan belajar mengajar sampai mencapai keberhasilannya.[18]
4) Dorongan ingin tahu (curioustity) yang besar dari peserta didik untuk mengetahui serta mengerjakan sesuatu yang baru dalam proses belajar mengajar.
5) Keterlibatan intelektual-emosional siswa, baik melalui kegiatan mengalami, menganalisis, berbuat atau pembentukan sikap.
6) Keikut-sertaan secara kreatif dalam menciptakan situasi yang cocok untuk kelangsungan proses belajar mengajar.[19]
b. Aktivitas guru mengajar, meliputi:
1) Usaha membina serta mendorong peserta didik dalam meningkatkan kegairahan peserta didik berpartisipasi aktif dalam proses belajar mengajar.
2) Kemampuan menjalankan fungsi dan peranan guru sebagai motivator dan inovator yang senantiasa mau menemukan hal-hal yang baru.
3) Sikap yang tidak mendominasi kegiatan belajar mengajar peserta didik dalam keseluruhan proses belajar mengajar.
4) Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk belajar menurut cara, irama serta kemampuan masing-masing dalam proses belajar mengajar.
5) Kemampuan menggunakan bermacam strategi belajar mengajar serta pendekatan multimedia dalam proses belajar mengajar.[20]
6) Kemampuan untuk membantu peserta didik dalam menciptakan situasi yang kondusif untuk belajar, mengembangkan semangat belajar bersama, dan saling tukar pengalaman secara terbuka sehingga para peserta didik melibatkan diri secara aktif dan bertanggung jawab dalam kegiatan belajar mengajar.
7) Kemampuan mendorong peserta didik untuk meningkatkan semangat berprestasi.[21]
8) Kamampuan menyediakan dan mengusahakan sumber belajar yang diperlukan oleh siswa.[22]
c. Program belajar, meliputi:
1) Tujuan pelajaran serta konsep maupun isi pelajaran sesuai dengan kebutuhan, minat serta kemampuan peserta didik.
2) Program yang memungkinkan terjadinya pengembangan konsep maupun aktivitas peserta didik dalam kegiatan belajar mengajar.
3) Program yang tidak kaku dalam penentuan metode dan media dimana peserta didik memahaminya dalam proses belajar mengajar.[23]
d. Suasana belajar mengajar, meliputi:
1) Adanya multikomunikasi antara guru-siswa, siswa-siswa, siswa-lingkungan yang intim dan hangat.
2) Situasi kelas menantang siswa melakukan kegiatan belajar secara bebas tapi terkendali.
3) Kegiatan belajar siswa bervariasi.
4) Situasi dan kondisi kelas tidak kaku terikat dengan susunan yang mati, tapi sewaktu-waktu diubah sesuai dengan kebutuhan siswa.
5) Belajar tidak hanya dilihat dan diukur dari segi proses belajar yang dilakukan siswa.
6) Adanya keberanian siswa mengajukan pendapat melalui pertanyaan atau gagasannya baik yang diajukan kepada guru maupun kepada siswa lainnya dalam pemecahan masalah belajar.
7) Adanya situasi saling menghargai pendapat antara guru dengan siswa dan antara siswa dengan siswa, terlepas dari benar atau salah selama proses pembelajaran berlangsung.[24]
e. Sarana belajar, meliputi:
1) Sumber-sumber belajar yang berupa tertulis, manusia maupun pengalaman siswa sendiri.
2) Fleksibilitas waktu untuk melakukan kegiatan belajar.[25]
3) Bentuk dan alat kegiatan belajar mengajar yang bervariasi dengan pendekatan multimedia dan multimetode.
4) Kegiatan belajar siswa tidak terbatas di dalam kelas, tapi juga di luar kelas.[26]
f. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa,
1. Metode Student Active Learning adalah salah satu strategi belajar mengajar yang menuntut keaktifan dan partisipasi subyek didik secara optimal, sehingga siswa mampu mengubah tingkah lakunya secara efektif dan efisien.
2. Adapun unsur-unsur yang ada dalam metode student active learning adalah aktivitas belajar peserta didik, aktivitas guru mengajar, program belajar, suasana belajar mengajar dan sarana belajar.
3. Sedangkn fungsi dari penerapan metode student active learning adalah membekali siswa dengan lifeskill yang sesuai dengan lingkungan hidupnya, membantu siswa untuk aktif dan mandiri, mempersiapkan siswa untuk menjadi insan yang bertanggung jawab, dan mengembangkan wawasan berpikir yang terbuka dan objektif.
g. Referensi
Anas Sudjana, Strategi Pembelajaran, Falah Production, Bandung, 2000
E. Mulyasa, Kurikulum Berbasis Kompetensi, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, 2003
Hisyam Zaini, dkk., Desain Pembelajaran di Perguruan Tinggi, CTSD, Yogyakarta, 2002
_________________, Strategi Pembelajaran Aktif di Perguruan Tinggi, CTSD, Yogyakarta, 2002
M. Dalyono, Psikologi Pendidikan, Rineka CIpta, Jakarta, 1997
Melvin L. Silberman, Active Learning (101 Cara Belajar Siswa Aktif), Nusa Media, Bandung, 2004
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan, PT Remaja Rosda Karya, Bandung, 2000
Mulyani Sumantri, Strategi Belajar Mengajar, Maulana, Bandung, 2001
Sardiman, A.M., Interaksi & Motivasi Belajar Mengajar, PT Raja Grafindo Perkasa, Jakarta, 2000
Sudjana, Pendidikan Non Formal (Wawasan Perkembangan Filsafat Teori Pendukung Asas), Falah Production, Bandung, 2004
Syafrudin Nurdin dan M. Basyiruddin Usman, Guru Profesional dan Implementasi Kurikulum, Ciputat Press, Jakarta, 2002
Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, Rineka Cipta, Jakarta, 2000
Tim Pengembangan MKDK IKIP Semarang, Psikologi Belajar, IKIP Semarang Press, Semarang, 1989
W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 2002
Wina Sanjaya, Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2005
[1] E. Mulyasa, Kurikulum Berbasis Kompetensi, Rosda Karya, Bandung, Cet III, 2003 hlm. 73.
[2] Wina Sanjaya, Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2005, hlm. 109-110.
[3] Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan, PT Remaja Rosda Karya, Bandung, 2000, hlm. 92.
[4] Sardiman, A.M., Interaksi & Motivasi Belajar Mengajar, PT Raja Grafindo Perkasa, Jakarta, 2000, hlm. 20-21.
[5] W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 2002, hlm. 25.
[6] M. Dalyono, Psikologi Pendidikan, Rineka CIpta, Jakarta, 1997, hlm. 195.
[7] E. Mulyasa, Kurikulum Berbasis Kompetensi, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, 2003, hlm. 240-241.
[8] Hisyam Zaini, dkk., Strategi Pembelajaran Aktif di Perguruan Tinggi, CTSD, Yogyakarta, 2002, hlm. xii-xiii.
[9] Hisyam Zaini, dkk., Desain Pembelajaran di Perguruan Tinggi, CTSD, Yogyakarta, 2002, hlm. 111.
[10] Hisyam Zaini, dkk., Strategi Pembelajaran Aktif di Perguruan Tinggi, Op.Cit., hlm. xiii.
[11] Hisyam Zaini, dkk, Desain Pembelajaran di Perguruan Tinggi, Op.Cit., hlm. 112.
[12] Melvin L. Silberman, Active Learning (101 Cara Belajar Siswa Aktif), Nusa Media, Bandung, 2004, hlm. 1-2.
[13] Syafrudin Nurdin dan M. Basyiruddin Usman, Guru Profesional dan Implementasi Kurikulum, Ciputat Press, Jakarta, 2002, hlm. 119.
[15] E. Mulyasa, Op.Cit., hlm. 4.
[16] Hisyam Zaini, dkk., Desain Pembelajaran di Perguruan Tinggi, Op.Cit., hlm. 96.
[17] Sudjana, Pendidikan Non Formal (Wawasan Perkembangan Filsafat Teori Pendukung Asas), Falah Production, Bandung, 2004, hlm. 249.
[18] M. Dalyono, Op.Cit., hlm. 196.
[19]Tim Pengembangan MKDK IKIP Semarang, Psikologi Belajar, IKIP Semarang Press, Semarang, 1989, cet. II, hlm. 177-178.
[20] Syafrudin Nurdin dan M. Basyiruddin Usman, Op.Cit., hlm. 124.
[21] Anas Sudjana, Strategi Pembelajaran, Falah Production, Bandung, 2000, hlm. 181.
[22] Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, Rineka Cipta, Jakarta, 2000, hlm. 85.
[23] Syafrudin Nurdin dan M.Basyiruddin Usman, Op.Cit., hlm. 126-127.
[24] M. Dalyono, Op.Cit., hlm. 201-202.
[25] Syaiful Bahri Djamarah, Op.Cit., hlm. 86-87.
[26] M. Dalyono, Op.Cit., hlm. 197.
No comments:
Post a Comment