Makrifat
artinya mengenal Allah secara yakin atau melihat Allah dengan mata hati,
sekaligus merupakan ujung perjalanan dari segala ilmu pengetahuan yang
dilakukan oleh kaum sufi. Dengan kata lain makrifatullah adalah kumpulan ilmu
pengetahuan tentang syari’at dan latihan-latihan atau amalan-amalan tertentu yang
dicapai dengan penuh perasaan yang dapat menimbulkan rasa cinta dan keindahan
di dalam jiwa, sehingga terbukalah mata hatinya untuk melihat Allah dan alam
ghaibnya yang dipertunjukkan sebagai bukti kebesaran-Nya.
Ayat
al-Qur'an yang dirujuk dalam melukiskan perlunya jalan cinta dalam tasawuf
antara lain ialah:
“Aku
menciptakan Jin dan manusia tiada lain supaya mereka mengabdi atau beribadah
kepada-Ku.” (QS. Al-Dzariyat: 56)
Di
dalam ayat ini tersirat pengertian bahwa dalam
jalan cinta terdapat pengabdian kepada Yang Dicintai.[1]
Makrifat
terhadap Allah sebagai Dzat pencipta alam ini adalah fitrah dalam diri manusia.
Untuk mengenal Allah, Dia telah memperkenalkan diri-Nya sebagaimana disebutkan
dalam Al Qur'an dalam Surat Yasin ayat 33, 37 dan 41.
1. Secara Etimologi
Kata
dasar makrifat berasal dari kata (عرف) yang artinya “mengetahui atau mengenal”. Makrifat berarti juga
pengetahuan. Obyeknya adalah kebenaran (al-Haqq), baik dalam arti teoritis (epistemologi)
ataupun dalam arti praktis (etis). Makrifat al-Haqq dalam arti teoritis berarti pengetahuan yang benar tentang
realitas sesuatu menurut apa adanya, seperti bumi itu bulat dan beredar pada
porosnya.
Makrifat
al-Haqq dalam arti praktis berarti memiliki pengetahuan yang benar tentang baik
dan buruknya sesuatu perbuatan manusia.[2]
Pengetahuan yang akhir ini bukan sekedar untuk pengetahuan, tapi untuk
diamalkan demi tercapainya kehidupan yang ideal bagi setiap manusia.
Kaum
sufi membagi makrifat tentang Tuhan ke dalam tiga tingkatan,
Tingkatan
paling rendah adalah makrifat kaum awam. Kaum awam ini memang mengetahui
(mempunyai makrifat tentang Tuhan, tapi hanya berdasarkan sikap tasdiq atau
membenarkan), keterangan yang berasal dari rasul-Nya.[3]
Tingkat
kedua adalah makrifat para filosof dan teolog. Mereka mengetahui Tuhan
berdasarkan pertimbangan atas kenyataan dunia empiris, bukan berdasarkan
penyaksian langsung terhadap-Nya. Makrifat tingkat pertama dan kedua itu,
menurut penilaian kaum sufi tidaklah memberikan keyakinan penuh pada hati
manusia.
Hanya
makrifat ketiga, yakni makrifat hakiki yang dapat memberikan keyakinan penuh
pada hati manusia. Itulah makrifat tentang Tuhan yang diperoleh setelah
terbukanya hijab (tirai) yang menutup pandangan hati.[4]
Dengan
pengetahuan yang benar hanya dapat diperoleh makrifat. Pengetahuan yang benar
mengajarkan bahwa manusia merupakan “pemohon” (faqir). Hak milik kekuasaan,
tindakan, sifat dan hidup bukanlah milik manusia melainkan milik Tuhan pencipta
alam semesta.
Unsur
makrifat adalah “cinta” dan hasil dari makrifat adalah “pandangan”. Selama ada
“ketidaktahuan” tidak ada pandangan. Cinta juga tidak mungkin bila
ketidaktahuan hilang, pengetahuan hadirnya Tuhan diperoleh. Penyelesaiannya
adalah cinta dan orang yang beriman tidak dapat mencintai siapapun kecuali
Tuhan. Ia percaya dan setia akan cintanya kepada Tuhan saja.
Buah
dari cinta adalah kebahagiaan, semakin banyak cinta ahli makrifat kepada Tuhan,
semakin sempurna dan terang pandangannya, dan semakin kuat cintanya semakin
sempurna pula kebahagiaannya.[5]
Sebagai
halnya dengan cinta (mahabbah), makrifat terkadang dipandang sebagai maqam dan
terkadang sebagai hal. Dalam istilah Barat makrifat ialah gnosis.[6]
Bagi
al-Junaid, makrifat merupakan hal dan dalam al- Risalah al-Qusyairiah makrifat
disebut sebagai maqam. Dan juga berlainan urutan yang diberikan kepada makrifat
dalam susunan-susunan yang terdapat dalam buku-buku tasawuf.
Al-Ghazali
dalam Ihya memandang bahwa makrifat datang sebelum mahabbah tetapi al-Kalabadi dalam
al-Ta’arruf menyebut dan menjelaskan makrifat sesudah mahabbah.[7]
Ada
pula yang berpendapat bahwa mahabbah dan makrifat merupakan kembar dua yang
selalu disebut bersama karena mahabbah senantiasa didampingi oleh makrifat.
Keduanya menggambarkan hubungan rapat dan erat yang ada antara sufi dan Tuhan.
Yang pertama menggambarkan rasa cinta dan yang kedua menggambarkan keadaan mengetahui
Tuhan dengan hati sanubari.[8]
2. Secara Terminologi
Sedangkan
secara terminologi (istilah) berbagai kalangan telah mendefinisikan kata
makrifat dengan bahasa mereka masing-masing. Imam al-Qusyairi mengatakan;
makrifatullah adalah sifat orang yang mengenal Allah dari bentuk dirinya
sendiri, bertanya tentang dirinya sendiri dengan selalu menyegarkan amaliyah
dari waktu ke waktu.
Ia
buktikan tingkah lakunya dalam amal saleh dan kemuliaan akhlaknya. Ia bermujahadah
atas semua rintangan dan godaan setan. Ia juga bermuhasabah untuk dirinya
sendiri. Membersihkan semua kotoran jiwa dan mengobati semua penyakit hati
terus menerus tanpa henti. Seperti disebut dalam riwayat bahwa bermakrifat itu
adalah mengenal Allah SWT melalui pengetahuan dirinya lebih dahulu.
من عرف نفسه فقد عرف
ربه
“Barang siapa mengenal dirinya, maka ia akan mengenal Tuhannya”.[9]
Al-ma’rifat,
kata Zunnun adalah cahaya yang dilontarkan Tuhan ke dalam hati sufi. “Orang
yang mengetahui Tuhan tidak mempunyai wujud tersendiri tetapi berwujud melalui
wujud Tuhan”, ia juga menerangkan,
عرفت ربي بربي و لولا
ربي لما عرفت ربي
”Aku mengetahui Tuhan melalui Tuhan dan jika sekiranya tidak karena
Tuhan, aku tidak akan tahu pada Tuhan”.
Yang
dimaksud oleh Zunnun ialah bahwa al-Makrifat tidak dapat diperoleh atas usaha
sufi saja. Sufi berusaha dan kemudian sabar menunggu kasih dan rahmat Tuhan.[10]
Bagi
al-Ghazali, makrifat kepada Allah itu yang paling lezat dari segala sesuatu dan
tidak ada yang lezat diatasnya lagi. Makrifat itu orang harus mengenal empat
perkara yaitu mengenal dirinya, mengenal Tuhannya, mengenal dunia serta
mengenal akhirat.[11]
Sedangkan
ketika sahabat Rasulullah, Abu Bakar as-Shiddiq ditanya mengenai makrifat yang
ada pada dirinya, ia berkata “sangat mustahil makrifat datang bukan karena
ma’unah Allah”. Ia mengatakan bahwa makrifat tidak akan ditemukan pada panca
indera manusia, tidak ada ukuran. Makrifat itu dekat tetapi jauh, jauh tetapi
dekat. Tidak dapat diucapkan dan dinyatakan. Di bawahnya ada sesuatu Dialah
(Allah) Dzat Yang Maha Kuasa atas segala
sesuatu, tiada sesuatu yang dapat menyamai-Nya. Dialah Dzat yang suci Allah
Azza Wajalla.[12]
Oleh
karena itu dengan kata lain makrifat itu adalah cahaya yang dipantulkan Allah
ke dalam hati sanubari hamba-Nya. Dengan nur itu akan dapat memandang rahasia
kekuasaan Allah dengan kesempurnaan sifat-sifat-Nya.
Lain
halnya dengan Ibnu Atha’illah yang mengatakan bahwa makrifat itu artinya bisa
diperluas menjadi cara mengetahui dan mengenal Allah melalui tanda
kekuasaan-Nya yang berupa makhluk ciptaan-Nya. Sebab dengan hanya memperhatikan
tanda-tanda kekuasaan-Nya kita bisa mengetahui akan keberadaan dan kekuasaan
Allah SWT.[13]
Makrifat
atau gnostic dalam Ensiklopedi Nasional Indonesia diartikan sebagai suatu
aliran keagamaan yang mengutamakan pengetahuan religius. Gnosis (bahasa Yunani)
ini merupakan pengetahuan tentang dunia esoteris dan hanya dimiliki oleh
beberapa orang saja, mengenai kehidupan rohani yang lebih tinggi dan mengenai
kebenaran filosofis untuk dicapai oleh sekelompok elite yang memiliki
pengetahuan dan iman yang dalam.[14]
Jadi
secara terminologi (istilahi) makrifatullah (mengenal atau mengetahui Allah)
berarti “penguraian tentang fase-fase pemikiran dalam filsafat ketuhanan yang
dimulai dari pemikiran sederhana, hingga mencapai puncak ke dalam dan
ketelitiannya”. Sama halnya pada setiap studi ilmiah yang ditempuh manusia,
beranjak dari kemudahan lagi sederhana, kemudian berproses dalam ketelitian dan
kecermatan sesuai kadar pemikiran dan akalnya.[15]
[1] Haidar
Baqir (Pengantar), Manusia Modern Mendamba Allah, Renungan Tasawuf Positif,
(Jakarta: Penerbit IlMaN & Hikmah, 2002), hlm. 41.
[2] Soekama
Karya, Ensiklopedi Mini Sejarah dan Kebudayaan Islam, (Jakarta: Logos Wacana
Ilmu, 1996), hlm. 83.
[3] Harun
Nasution dkk, Ensiklopedi Islam Indonesia, (Jakarta: Percetakan Sapdodadi, 1992),
hlm: 601.
[4] Soekama
Karya, op. cit., hlm. 83.
[5] Mir
Valiudin, Tasawuf dalam Al Qur'an, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1993), hlm. 150.
[6] Gnosis
yaitu pengetahuan langsung mengenai Tuhan yang berdasarkan atas wahyu atau petunjuk
Tuhan. Ia bukanlah hasil atau buah dari proses mental, tetapi ia bergantung
sepenuhnya pada kehendak dan karunia dari-Nya. Selengkapnya lih. Reynold A
Nicholson, Mistik Dalam Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1998), hlm. 55.
[7] Harun
Nasution, Filsafat dan Mitisisme Dalam Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1973), hlm.
75.
[8] Harun
Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, jilid II, (Jakarta: UI-Press, 1986),
hlm. 81.
[9] Sayyid
Abi Bakar Ibnu Muhammad Syatha, Misi Suci Para Sufi, (Yogyakarta: Mitra Pustaka,
2003), hlm. 308.
[10] Harun
Nasution, op. cit., hlm. 82.
[11] Al-Ghazali,
Minhajul Abidin, (terjemahan), (Bogor : Majlis Ta’lim Ihya’, 1400 H), hlm. 34.
[12] Abi
Bakar Ibnu Muhammad Syatha, op. cit., hlm. 307.
[13] Ibnu
Atha’illah as- Sukandari, Kuliah Makrifat, (terjemahan), (Surabaya: Tiga dua,
t. th), hlm. 15.
[14] Ensiklopedi
Nasional Indonesia, jilid 6, (Jakarta: PT Adi Pustaka, 1989), hlm. 184.
[15] Allamah
Sayyid Muhammad Husein Thaba’ Thaba’I, Ilmu Makrifat Mengintip Filsafat Ketuhanan
Imam Ali Bin Abi thalib, (Bandung: Penerbit Marja, 2003), hlm. 73.
terbaik
ReplyDeletemaaf mau nambahin resensi aja nih kajian kitab nashoihul ibad orang yang sedikit makrifatnya dan orang yang belum mengenal dirinya sendiri karya syeh nawawi al jawi
Terimakasih, semakin menambah keyakinan atas kehadiranNya.
ReplyDeleteUntuk belajar mengenal Allah, tidaklah dibatasi oleh suatu agama itu sendiri karena Allah adalah Semesta dan diatas segalanya.
Good
ReplyDeleteOrang yang tidak takut dgn apapun baik jin, setan dsbg, dan hanya takut dgn Tuhan Yang Maha Esa itulah ciri yg dikatakan makrifat atau gnostic.amin
ReplyDeleteMasih tercari cari diri...ya Allah hambamu yg faqir ini begitu mengharap kan Maunah Mu
ReplyDeletemari kite belajr sma² Kalau free bole hubungi 01112133295
ReplyDelete