Kata Allah
merupakan nama Tuhan
yang paling populer,
setidaknya disebutkan lebih dari 2679 kali dalam al-Quran. Apabila anda
berkata "Allah", apa yang
diungkapkan itu telah
mencakup semua nama-nama-Nya
yang lain, sedangkan bila
mengucapkan nama-Nya yang lain misalnya ar-Raẖîm
atau sifat-sifat lain-Nya, maka ia hanya menggambarkan sifat Rahmat atau sifat kepemilikan-Nya.
Di sisi
lain tidak satu
pun dapat dinamai
Allah, baik secara hakikat atau majaz, sedangkan
sifat-sifat yang lain secara umum dapat dikatakan bisa disandang oleh
makhluk-makhluk-Nya. Secara tegas, Tuhan Yang Maha Esa itu sendiri yang menamai
dirinya Allah. Firman Allah:
إِنَّنِيْ أَنَا
اللهُ لآ إلهَ إِلاَّ أَناَ فَاعْبُدْنِيْ وَ أَقِمِ الصَّلوةَ لِذِكْرِيْ
“Sesungguhnya aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak)
selain Aku, maka sembahlah aku dan
dirikanlah shalat untuk
mengingat aku.” (QS. Thaha: 14)
Selain
itu Allah juga bertanya dalam al-Qur’an, Firman Allah:
رَبُّ السَّموَاتِ وَ
الأَرْضِ وَ ماَ بَيْنَهُماَ فَاعْبُدْهُ وَ اصْطَبِرْ لِعِبدَتِهِ هَلْ تَعْلَمُ
لَهُ سَمِيّاً
“Tuhan
(yang menguasai) langit dan bumi dan apa-apa yang ada di antara keduanya, maka sembahlah Dia
dan berteguh hatilah
dalam beribadat kepada-Nya. Apakah kamu mengetahui ada seorang yang sama
dengan Dia (yang patut disembah).” (QS. Maryam: 65)
Ayat
ini dipahami oleh para pakar al-Qur’an bermakna "apakah engkau mengetahui
ada sesuatu yang bernama seperti nama ini?” Atau “apakah engkau mengetahui
sesuatu yang berhak memperoleh keagungan dan kesempurnaan sebagaimana pemilik
nama itu (Allah)?” Atau bermakna “apakah engkau mengetahui ada nama yang
lebih agung dari pada nama ini?” Juga dapat berarti “apakah kamu
mengetahui ada sesuatu yang sama dengan Dia (yang patut disembah)?” Pertanyaan-pertanyaan
yang mengandung makna sanggahan ini, kesemuanya benar karena hanya Tuhan Yang Maha
Esa yang wajib wujud-Nya itu yang berhak menyandang nama tersebut, sedangkan
lain-Nya tidak ada bahkan tidak boleh.
Selain
itu kata Allah itu sendiri tidak terambil dari satu akar tertentu, tetapi Ia adalah nama yang menunjuk pada Zat yang wajib
wujud-Nya, yang menguasai seluruh hidup dan kehidupan dan yang kepada-Nya
seharusnya seluruh makhluk mengabdi dan memohon. Namun, ada pula yang berpendapat bahwa kata Allah asalnya adalah (إِلَه) Ilâh yang dibubuhi huruf alif dan lâm dan dengan
demikian Allah merupakan nama khusus disebut ulang sebanyak 111 kali dalam bentuk
mufrad, ilaẖa
ini dalam bentuk tatsniyah 2 kali dan aliẖah
dalam bentuk jama' disebut ulang sebanyak 34 kali, karena itu tidak
dikenal bentuk jamaknya. Sedang Ilâh adalah nama yang bersifat umum dan yang
dapat berbentuk jama' (plural) (آلِهَة) Alihah. Dalam bahasa Ingris, baik yang bersifat umum
atau khusus, keduanya diterjemahkan dengan god, demikian juga dalam
bahasa Indonesia.
Sedangkan
kata “Tuhan” dalam bahasa Arab adalah Ilah (إِلَه) disebut ulang sebanyak 111 kali dalam bentuk mufrad, ilaha
ini dalam bentuk tatsniyah 2 kali dan alihah dalam bentuk jama' disebut ulang
sebanyak 34 kali.
Alif
dan lâm yang dibubuhkan dalam pada kata Ilâh berfungsi menunjukan bahwa kata
yang dibubuhi itu (dalam hal ini kata Ilâh) merupakan sesuatu yang telah
dikenal dalam benak mereka adalah Tuhan Pencipta, berbeda dengan tuhan-tuhan (alihah,
bentuk jamak dari Ilâh) yang lain.
Selanjutnya
hamzah yang berada antara dua lâm yang dibaca (i) pada kata (الْإِلَه) al-Ilâh tidak dibaca lagi sehingga berbunyi (الله) Allah, dan sejak itulah kata ini seakan-akan telah merupakan
kata baru yang tidak memiliki akar kata, sekaligus sejak itu pula kata “Allah”
menjadi nama khusus bagi pencipta dan pengatur alam raya yang wajib wujud-Nya.[1]
Kata
"Allah" sendiri mempunyai kekhususan yang tidak dimiliki kata lain, Ia
adalah kata yang sempurna huruf dan maknanya serta memiliki kekhususan
berkaitan dengan rahasianya sehingga kata itulah yang dinamai Ism Allah al-'azam (nama Allah yang paling mulia), yang
bila diucapkan dalam doa, Allah akan mengabulkannya.
Dari
segi lafadz terlihat keistimewaannya ketika dihapus huruf-hurufnya. Bacalah kata “Allah” (الله) dengan menghapus huruf awalnya, akan berbunyi (لله) Lillâh dalam arti milik/bagi Allah. Kemudian hapus huruf
awalnya dari kata Lillâh itu akan dibaca (لَهُ) Lahu dalam arti bagi-Nya. Selanjutnya hapus lagi huruf
awal dari kata lahu, akan terdengar dari
ucapan Hû yang berarti Dia (menunjuk Allah), dan bila ini pun
dipersingkat maka akan terdengar kata Âh yang sepintas atau pada
lahirnya mengandung makna keluhan, tetapi pada hakikatnya adalah seruan
permohonan kepada Allah. Karena itulah, kata “Allah” terucap oleh manusia
sengaja atau tidak sengaja, suka atau tidak suka.[2] Firman Allah:
وَ لَئِنْ سَأَلْتَهُمْ
مَنْ خَلَقَ السَّموتِ وَ الأَرْضِ لَيَقُوْلُنَّ اللهُ...
“Dan
sungguh jika kamu bertanya kepada mereka: "Siapakah yang menciptakan
langit dan bumi?" niscaya mereka menjawab: "Allah".” (QS. Az-Zumar:
39)
Dari
segi makna dapat dikemukakan bahwa kata “Allah” mencakup segala sifat-sifat-Nya,
bahkan Dialah yang menyandang sifat-sifat tersebut. Karena itu, jika berkata “Ya
Allah”, semua nama-nama serta sifat-sifat-Nya telah dicakup oleh kata tersebut.
Di sisi lain, jika berkata “ar-Rahîm” (Yang Maha Pengasih), sesungguhnya yang anda
maksud adalah Allah. Demikian juga jika berkata “al-Muntaqim” (Yang Membalas
Kesalahan), namun kandungan makna “ar-Rahîm” tidak mencakup pembalasan atau sifat-sifat
yang lainnya. Seperti contoh, ketika
mengucapkan “Asyhadu an Lâ Ilâha Illa Allah”, dan tidak
dibenarkan mengganti kata “Allah” tersebut dengan nama-nama-Nya yang lain
seperti “Asyhadu an Lâ Ilâha Illa ar-Rahîm.”[3]
Jika
menyebut nama “Allah”, pasti akan menjadikan hati kita tenang demikian pula
dengan penyebutan Asmâ al-Husna. Firman Allah,
الّذِيْنَ آمَنُوا وَ
تَطْمَئِنُّ قُلُوْبُهُمْ بِذِكْرِ اللهِ أَلآ بِذِكْرِ اللهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ
“(yaitu)
orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati
Allah-lah hati menjadi tenteram.” (QS. Ar-Raad: 28)
Ketentraman
dan ketenangan itu lahir bila anda percaya bahwa Allah adalah Penguasa Tunggal
dan Pengatur alam raya. Ketenangan itu akan dirasakan bila menghayati sifat-sifat,
kudrat dan kekuasaan-Nya dalam mengatur dan memelihara segala sesuatu. Demikian
itu Allah Swt. Karena itu tidak heran jika ditemukan sekian banyak ayat al-Quran
yang memerintahkan orang-orang beriman agar memperbanyak zikir menyebut nama Allah,
dan karena itu setiap perbuatan yang penting hendaknya dimulai dengan menyebut
nama Allah.
No comments:
Post a Comment