Manusia
memiliki organ di kepalanya yang dinamakan lobus temporal yang menjadi
tempat beradanya “God Spot” dan menjadi salah satu bagian dari otak manusia.
Penelitian yang dilakukan oleh Ramachandran V.S. Wolf Singer dan Michel
Persinger menunjukkan adanya gejala peningkatan aktifitas lobus temporal
ketika dihubungkan dengan nasehat-nasehat religius atau bersifat spiritual dan
itu sudah ada semenjak manusia itu lahir ke bumi. Pusat spiritual inilah yang
disebut “God Spot”. God Spot menjadi lebih hidup ketika ia berpikir
tentang sesuatu yang bersifat religius atau berkaitan dengan Tuhan. Ia dapat
memberi arti hidup dan menjadi sumber inspirasi bagi manusia untuk mengabdi dan
berkorban.
Penemuan
“God Spot” pada otak manusia membuktikan bahwa manusia senantiasa
mencari nilai-nilai mulia (spiritualitas). Manusia adalah makhluk spiritual yang
senantiasa merasa bahagia ketika spiritualitasnya terpenuhi. Penemuan “God
Spot” pada otak manusia lebih meyakinkan pendapat ini karena manusia akan
senantiasa mencari Tuhan-nya, yaitu melalui sifat-sifat Tuhan yang selalu
diidamidamkan manusia.
Fungsi
“God Spot” yaitu untuk mendorong dan menuntun manusia untuk terus
mencari makna hidup. Seseorang akan merasa bermakna spiritual ketika ia berkata
jujur, mengasihi, menolong, adil, sabar, dan bersikap serta bertingkah laku
mulia.
God
Spot
pada temporal lobus untuk kecerdasan spiritual (SQ) menjadikan manusia memiliki
logika yang rasional, dan suara hati sebagai pembimbing. Pada dimensi
spiritual, manusia diajari esensi nama-nama atau sifat-sifat Allah. Hal ini
dapat dirasakan berupa suara hati.
Menurut
Ary Ginanjar Agustian, untuk menghadirkan “God Spot” pada otak, maka terlebih
dahulu manusia harus membuang faktor-faktor yang menutup fitrah (God Spot)
yang tanpa disadari mengakibatkan manusia memiliki kecerdasan hati yang rendah.
Faktor-faktor tersebut adalah:
1.
Prasangka
Prasangka
dapat dibedakan menjadi dua bagian, yakni prasangka baik (positif) dan
prasangka buruk (negatif) yang juga akan melahirkan tindakan yang positif dan
negatif. Hindari berprasangka buruk, upayakan berprasangka baik kepada orang
lain sebagaimana firman Allah.
Hai
orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena
sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang
dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang
suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik
kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat
lagi Maha Penyayang. (Qs. Al-Hujurot: 12).
2.
Prinsip hidup
Berprinsip
hidup haruslah selalu berpijak pada ajaran Allah sebagaimana firman-Nya dalam
surat Al-Ankabut ayat 41:
Perumpamaan
orang-orang yang mengambil pelindung-pelindung selain Allah adalah seperti
laba-laba yang membuat rumah. Dan sesungguhnya rumah yang paling lemah adalah
rumah laba-laba kalau mereka mengetahui. (Qs.Al-Ankabut
41).
Berbagai
prinsip hidup menghasilkan berbagai tindakan manusia yang beragam sesuai dengan
prinsip hidup yang dianut dan diyakini. Prinsip-prinsip hidup yang tidak
didasarkan fitrah biasanya berakhir dengan kegagalan batiniyah yang bermuara
pada kesengsaraan dan bahkan kehancuran.
3.
Pengalaman
Bebaskanlah
hidup dari pengalaman-pengalaman yang membelenggu pikiran, berpikirlah merdeka.
Pengalaman hidup dan lingkungan akan sangat mempengaruhi cara berfikir
seseorang yang berakibat pada terciptanya sosok manusia dari hasil pembentukan
lingkungan sosialnya. Jika lingkungannya baik, maka akan terbentuk (pemikiran)
manusia yang baik dan sebaliknya. Pengalaman-pengalaman atau kejadian-kejadian
yang dialami manusia (baik yang positif maupun negatif) sangat berperan dalam
membentuk suatu paradigma dalam pemikirannya.
Apabila
pemikiran (paradigma) manusia tersebut dijadikan “kacamata” dan sebuah tolok
ukur bagi dirinya sendiri serta menilai lingkungannya hanya akan berakibat
kerugian bagi dirinya maupun orang lain. Oleh karenanya, untuk melindungi
dirinya dari pengaruh pengalaman hidup, manusia harus memiliki prinsip hidup yang
benar.
4.
Kepentingan
dan prioritas
Dengarlah
suara hati, peganglah prinsip “karena Allah”,
berfikirlah melingkar, sebelum menentukan kepentingan dan prioritas. Kepentingan
tidak sama dengan prioritas. Kepentingan cenderung bersifat mikro (diri sendiri),
sedangkan prioritas bersifat makro (universal), yaitu mengarahkan kita untuk
melaksanakan hal yang tepat.
Dengan
demikian, prioritas menjadi sesuatu yang esensial sekaligus menjawab
permasalahan sumber-sumber yang tidak mencukupi manusia serta materi yang
sangat terbatas. Prioritas berasal dari
prinsip, suara hati, kepentingan, dan kebijaksanaan. Sebuah prinsip akan
melahirkan kepentingan, dan kepentingan akan menentukan prioritas mana yang
akan didahulukan.
5.
Sudut pandang
Lihatlah
semua sudut pandang secara bijaksana berdasarkan suara-suara hati yang
bersumber dari asmaul husna. Jangan melihat sesuatu dari satu sudut
pandang saja dan kemudian dengan mudah mengambil satu kesimpulan. Karena hanya
dengan melihat satu sudut pandang saja
akan mengakibatkan hal-hal negatif.
6.
Pembanding
Periksa
pikiran anda terlebih dahulu sebelum menilai segala sesuatu. Jangan melihat
sesuatu karena pikiran anda, tetapi lihatlah sesuatu karena apa adanya. Pengaruh
pembanding yaitu untuk membanding-bandingkan segala sesuatu dengan persepsi
pribadi. Membandingkan penghasilanya sendiri dengan orang lain. Ini menutupi
suara hati untuk bersyukur.
7.
Literatur
Ingatlah
bahwa segala ilmu pengetahuan adalah bersumber dari Allah Swt. Literatur sangat
dapat mempengaruhi proses berfikir manusia yang pada akhirnya akan menentukan
pemilihan dan pengambilan sikap dan tindakan dalam hidup.
Untuk
membersihkan belenggu-belenggu yang menutupi fitrah “God Spot” dalam
diri, maka manusia harus berusaha membuka belenggu hati tersebut dengan membersihkan
niat dan mensucikan hati. Hal itu dapat dilaksanakan dengan berikhtiar dalam
melakukan segala hal karena Allah semata sebagai usaha preventif agar suhu “God
Spot” tetap stabil. Dengan tawakkal dan berusaha maka hati akan tetap utuh.
Ridha dalam bekerja akan menjadikan jiwa menjadi bersih. Dan terakhir dengan
merasa melihat Allah atau merasa dilihat Allah, dan senantiasa mendekatkan diri
pada sifat-sifatNya.
Setelah
berhasil mengenali dan mengendalikan belenggu pikiran, yang selama ini menutup potensi
ihsan, maka hati menjadi jernih kembali. Suara-suara hati Ilahi
hidup kembali. Kini, God Spot atau pusat orbit akan jelas memancarkan
cahaya-Nya. Cahaya hati yang selama ini tertutupi itu kembali menjadi
pembimbing dan penunjuk arah kehidupan. Aktivitas kehidupan kembali mengorbit
dan beredar pada pusat cahaya yang jernih. Cahaya itu memancarkan kasih sayang,
kejujuran, kepercayaan, keterbukaan, kedamaian, sifat-sifat kreatif, senantiasa
memberi, bersikap mulia, bertanggung jawab, memiliki komitmen dan sabar serta
sifat-sifat mulia lainnya. Ini semua adalah pancaran cahaya-Nya yang sejuk dan
damai.
Cahaya
yang membebaskan diri dari berbagai belenggu, cahaya yang membimbing emosi agar
senantiasa lembut, serta cahaya yang menerangi manzilah-manzilah
atau garis orbit sehingga manusia berjalan pada garis orbit dengan benar. Garis
orbit yang penuh berkah, jalan yang penuh sinar, jalan yang penuh hidayah
dan inayah serta jalan menuju karunia-Nya. Menuju Allah Sang Maha
Cahaya.
sangat bagus ulasannya, terimakasih, saya terbantu dalam mencari bahan literatur.
ReplyDelete