Hukum dan
masyarakat adalah dua sisi yang tidak bisa dipisahkan. Hukum yang didasarkan
pada suatu pemikiran atau pandangan dan nilai-nilai yang berlaku di masyarakat
dijunjung tinggi dan dijadikan landasan hidup oleh masyarakat dimana hukum itu
berlaku, namun untuk masyarakat Islam sendiri, hukum yang dipandang mampu
memenuhi cita rasa keadilan itu sendiri adalah
hukum Islam, akan tetapi presepsi masyarakat terhadap hukum Islam
sendiri adalah variatif.[1]
Hukum Islam dikembangkan
dengan menggunakan akal sebagai media ijtihad dengan tetap menghargai dan
bahkan mengadopsi nilai-nilai lokal. Akal berperan penting sebagai penerap dan
penyebab aturan-aturan dalam hukum Islam, namun tidak semuanya cara pandang
bisa dijadikan hukum, tentu saja ada sejumlah ketentuan dari cara pandang tersebut
dapat diterima sebagai tradisi hukum.[2] Sebagiamana
dengan kaidah fiqhiyah berikut:
العَادَةُ مُحَكَّمَة
“Adat
kebiasaan dapat ditetapkan sebagai hukum.”
Penukaran valuta
asing menjadi sah jika pertukaran tersebut syarat dan rukunnya terpenuhi,
terdiri dari: Penjual (Ba’i), Pembeli (Musytari), Mata uang yang
diperjual-belikan (Sharf), nilai tukar (Kurs/Si’rus Sharf). Sedangkan
syarat-syarat Al-Sharf yang harus terpenuhi juga adalah: Ijab kabul
(Sighat) yaitu harus serah terima sebelum iftirak (berpisah), kesamaan
kadar dan jenis, pembayaran dengan tunai, tidak mengandung akad khiyar
syarat.
Dalam Fatwa Dewan Syari’ah
Nasional Nomor: 28/DSN-MUI/III/2002 dijelaskan bahwa untuk syarat tunai atau
segera diserah terimakan dapat dihilangkan dengan ilat atau alasan yang
jelas, seperti pada transasksi spot yang dibolehkan oleh Islam, dalam Fatwa Dewan
Syari’ah Nasional disebutkan bahwa adanya penundaan maksimal dua hari dikatakan
tunai, karena dianggap sebagai proses penyelesaian yakni dalam hal yang tak
bisa dihindari, karena adanya transaksi internasional.
Begitu pula dengan
transaksi Forward yang sesungguhnya tidak diperbolehkan dalam syariat
Islam, dikarenakan adanya tangguhan serta penentuan nilai tukarnya pada saat itu
yakni saat perjanjian di majelis dan penyerahannya pada kemudian hari yang
melewati waktu lebih 2 x 24 jam. Hal ini dilarang karena dikhawatirkan akan
menimbulkan kerugian diantara pihak, namun waktu penundaan diperbolehkan
apabila ada kesepakatan kedua belah pihak dengan bentuk forward agreement
untuk kebutuhan yang tidak dapat dihindari. Karena alasan-alasan untuk proses
penyelesaian yang memang tidak dapat dihindari, maka ketentuan tunai bisa
dikesampingkan untuk beberapa alasan yang dapat dibenarkan sesuai syari’ah
tentunya. Maka transaksi valuta asing seperti ini boleh diberlakukan.
Dalam praktiknya,
transaksi tersebut di atas termasuk dalam golongan transaksi forward
sesuai dengan mekanismenya yakni kesepakatan harga sesuai dengan kurs yang
berlaku saat ini dan penyerahan pertukarannya dilakukan lebih dari 2 x 24 jam
yakni 5 hari setelah kesepakatan. Praktik yang dilakukan di sebagian toko emas memberlakukan
kuitansi sebagai bukti transaksi sekaligus sebagai bukti kesepakatan bersama terhadap
penukaran tersebut. Di dalamnya terdapat kesepakatan harga dan waktu serah
terima sesuai dengan kesepakatan di awal (forward agreement) dari kedua
belah pihak yang saling mendukung alasan diadakannya sistem batas maksimal
nominal tunai tersebut.
Dalam bertransaksi
hendaklah disertai dengan kuitansi atau bukti pembayaran lainnya agar tidak terjadi
perselisihan di kemudian hari antara penukar dan pemilik toko, Sebagaimana
firman Allah Swt:
يآ أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا إِذَا
تَدَايَنْتُمْ بِدَيْنٍ إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى فَاكْتُبُوهُ وَ لْيَكْتُبْ
بَيْنَكُمْ كَاتِبٌ بِالْعَدْلِ
“Hai orang-orang
yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan,
hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis diantara kamu menuliskannya
dengan benar.” (Qs. Al-Baqarah(2): 282)
Oleh sebab itu
selayaknya penukaran valuta asing, khususnya di toko emas dapat diterima
sebagai suatu kebutuhan di bidang ekonomi dan bermanfaat, karena merupakan kebutuhan.
Akan tetapi, jika perdagangan valuta asing tersebut dilakukan dengan tujuan
untuk spekulasi, mencari keuntungan sebesar-besarnya, dan merusak sistem
perekonomian suatu Negara, maka hal inilah yang sangat bertentangan dengan
tujuan syari’ah.[3]
Begitu juga dari
tujuan yang ada dalam praktik penukaran valuta asing yang dilakukan dengan
sistem batas maksimal nominal tunai, diterapkan demi melindungi kedua belah
pihak dari resiko kejahatan yang lebih tinggi, seperti monopoli pasar serta
adanya tindakan kriminal jika hal tersebut tidak diterapkan.
Adanya perlakuan
penundaan atau tidak tunai dalam as-sharf adalah haram hukumnya,
dikarenakan adanya unsur gharar dan spekulasi di masing-masing pihak, hal
ini dikatakan sebagai sebuah kemudlaratan. Namun illat atau alasan yang membenarkan
penundaan dalam as-sharf tidak serta merta diperbolehkan, monopoli pasar
(tukar valuta dengan sistem borong) adalah illat terbesar yang melandasi
praktik penundaan penukaran valuta asing yang diterapkan oleh toko-toko emas,
karena dikhawatirkan mampu mempengaruhi sistem perekonomian suatu Negara.
Hal ini bisa
diketahui bahwa kerugian antara masing-masing pihak adalah kemudlaratan yang
lebih rendah tingkatannya dari pada terjadinya suatu monopoli di sebuah lokasi
pasar adalah kemadlaratan yang terbilang berat, oleh karena itu penukaran
dengan sistem batas maksimal nominal tukar yang memberlakukan penundaan
terhadap penyerahan uang penukaran adalah boleh dengan cara menghilangkan
kemudlaratan yang lebih berat dengan mengambil kemadlaratan yang lebih ringan.
الضَّرَرُ الأَشَدُّ يُزَالُ بِالضَّرَرِ
الأَخَفِّ
“Kemudlaratan
yang lebih berat dapat dihilangkan dengan mengerjakan kemudlaratan yang lebih
ringan.”
Penerapan sistem
batas nominal yang dipraktikkan oleh toko-toko emas diperbolehkan, selama tidak
ada pihak yang merasa dirugikan. Adanya rasa saling percaya, suka rela, tepat
janji dan saling menguntungkan. Karena praktik penukaran valuta asing yang diterapkan
oleh toko-toko emas adalah untuk memenuhi kebutuhan pasar, menyediakan layanan yang
adil antara penukar yang nominal banyak dan yang nominal sedikit, serta
menghindari adanya monopoli tukar yang mengakibatkan kurang stabilnya alur
perekonomian dan mengakibatkan banyak kerugian.
No comments:
Post a Comment