Jama’ adalah
kalimah isim yang menjadi pengganti dari makna tiga atau lebih dengan
memberikan tambahan pada akhirnya, seperti (كاَتِبُونَ) dan (كَاتِباَتٌ), atau dengan merubah bentuknya,
seperti (رِجاَلٌ), (كُتُبٌ) dan (عُلَماَءُ).
Jama’ terbagi menjadi dua, yaitu
jama’ salim dan jama’ mukassar.
Jama’ salim
adalah lafal yang bentuk mufradnya masih selamat ketika dijama’kan, dan lafal
itu hanya mendapatkan tambahan waw dan nun atau ya’ nun pada terakhirnya,
seperti (عاَلِمُونَ) dan (عاَلِمِيْنَ), atau tambahan alif dan ta’,
seperti (عاَلِماَتٌ) dan (فاَضِلاَتٌ).
Jama’ salim terbagi menjadi dua
yaitu jama’ mudzakar salim dan jama’ mu’annats salim.
Jama’ mudzakar salim adalah lafal
yang dijama’kan dengan memberikan tambahan waw dan nun pada saat rafa’, seperti
(قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ), atau ya’ dan nun pada saat nashab dan jer, seperti (أَكْرِمِ الْمُجْتَهِدِيْنَ) dan (أَحْسِنْ اِلَى
الْعاَمِلِيْنَ).
Syarat Jama’ Mudzakar Salim
(عاَلِمٌ) dan (كاَتِبٌ) dikosongkan dari ta’ dan pantas jika diberi ta’, sehingga kita ucapkan (عاَلِمَةٌ) dan (كاَتِبَةٌ). (أَفْضَلُ) dan (أَكْمَلُ) dikosongkan dari ta’ dan tidak pantas jika diberi ta’, karena keduanya berupa isim tafdlil. Yang boleh dijama’kan dengan jama’ mudzakar salim hanyalah dua perkara, yaitu: (1) alam mudzakar ‘aqil, dengan syarat harus dikosongkan dari ta’ dan tarkib, seperti (أَحْمَدُ), dan (2) sifat mudzakar ‘aqil, dengan syarat dikosongkan dari ta’ namun pantas jika dimasuki ta’ atau menunjukkan pada makna tafdlil, seperti (عاَلِمٌ), (كاَتِبٌ), (أَفْضَلُ) dan (أَكْمَلُ).[1]
Sifat tidak diperbolehkan dijama’kan
dengan jama’ mudzakar salim, kecuali dengan syarat harus dikosongkan dari ta’
ta’nits. Jika sifat itu sudah dikosongkan dari ta’, maka dia juga disyaratkan
dari salah satu dari kedua perkara ini, yaitu adakalanya dia bisa menerima ta’
dan adakalnya dia berupa isim tafdlil. Jika sifat itu tidak bisa menerima ta’
dan tidak berupa isim tafdlil, maka lafal itu tidak boleh dijama’kan dengan
jama’ mudzakar salim, seperti (أَحْمَرُ), (صَبُورٌ) dan (قَتِيْلٌ), seperti yang nanti akan
dijelaskan.
Dan semua lafal yang dari bab (أَفْعَلَ
فَعْلاَءُ), seperti (أَحْمَرُ) dan (حَمْرَاءُ)[2]
atau dari bab (فَعْلاَنَ فَعْلاَ), seperti (سَكْرَانَ) dan (سَكْرَى),[3]
atau termasuk dalam sifat yang antara mudzakar dan mu’annatsnya sama, seperti (غَيُوْرٌ) dan (جَرِيْحٌ),[4]
maka tidak pantas untuk menerima ta’.
Sehingga tidak boleh dijama’kan
dengan jama’ mudzakar salim semisal (زَيْنَبُ) dan (دَاحِسٌ) untuk nama kuda, (حَمْزَةُ) dan (سِيْبَوَيْهِ) dijadikan nama. Tidak boleh juga
semisal (مُرْضِعٌ) dan (سَابِقٌ) menjadi sifatnya kuda, (عَلاَّمَةٌ), (وَلْهاَنُ), (صَبُورٌ), (أَبْيَضُّ) dan (قَتِيْلٌ) yang menjadi sifat.[5]
Mulhaq Jama’ Mudzakar Salim
Diiilhaqkan dengan jama’ mudzakar
salim, dari segi i’rabnya, adalah lafal yang telah datang dari orang arab
dengan berupa jama’ mudzakar salim namun lafal itu tidak memenuhi syaratnya,
seperti (أُوْلَى), (أَهْلُونَ), (عاَلَمِيْنَ), (وَابِلُونَ), (أَرَضُونَ), (بَنُونَ), (عِشْرُونَ) sampai (تِسْعُونَ). Dan semisal (سِنُونَ), (عِضُونَ), (عِزُونَ), (ثُبُونَ), (مِئُوْنَ), (كُرُوْنَ), (ظَبوْنَ) dan semisalnya yang mufradnya
adalah (سَنَةٌ), (عِضةٌ), (عِزَةٌ), (ثِبَةٌ), (مِئَةٌ), (كُرَةٌ) dan (ظَبةٌ).
Diilhaqkan dengan jama’ itu juga isim
yang dijama’kan dengan jama’ mudzakar salim yang telah dijadikan nama, seperti
(عاَبِدُونَ) dan (زَيْدُونَ). Sehingga pada orang yang
dinamakan dengan (عاَبِدُونَ) dan (زَيْدُونَ) kita ucapkan (جَاءَ عاَبِدُونَ وَ زَيْدُونَ), (رَأَيْتُ عَابِدِيْنَ وَ زَيْدِيْنَ) dan (مَرَرْتُ بِعَابِدِيْنَ وَ زَيْدِيْنَ).
Menjama’ Mudzakar Salimkan Isim Shahih Akhir Dan
Semisalnya
Ketika yang ingin dijama’kan dengan jama’ mudzakar salim adalah isim yang shahih akhirnya atau yang menyerupainya, maka kita tambahkan pada isim tersebut waw dan nun atau ya’ dan nun dengan tanpa melakukan perubahan sedikitpun dari bentuk isim tersebut, sehingga diucapkan pada semisal (كَاتِبٌ) dengan (كاَتِبُونَ) dan (كاَتِبِيْنَ). Dan pada semisal (ظَبْيٌ) yang menjadi namanya seorang lelaki, kita ucapkan dengan (ظَبْيُوْنَ) dan (ظَبْيِيْنَ).
Menjama’ Mudzakar Salimkan Isim Mamdud
Menjama’ Mudzakar Salimkan Isim Maqshur Ketika kita akan menjama’kan isim mamdud dengan jama’ mudzakar salim, maka pada hamzahnya kita berlakukan hukumnya ketika ditatsniyyahkan, artinya jika hamzahnya itu untuk ta’nits, diwajibkan untuk merubahnya menjadi waw, sehingga kita ucapkan pada jama’nya (وَرقَاءُ) yang menjadi nama seorang lelaki yang berakal dengan (وَرْقَاوُوْنَ), pada jama’nya (زَكَرِيَاءُ) dengan (زَكَرِيَاوُوْنَ). Jika hamzahnya itu adalah asli, maka kita biarkan seperti keadaannya semula, sehingga kita ucapkan pada semisal (وُضَّاءٌ) dan (قُرَّاءٌ) dengan (وُضَّاؤُونَ) dan (قُرَّاؤُوْنَ).
Dan jika hamzahnya itu adalah
hasil gantian dari waw atau ya’, atau ditambahkan untuk ilhaq, maka pada hamzah
itu diperbolehkan dua wajah, yaitu menetapkannya seperti keadaannya itu atau
merubahnya menjadi waw, sehingga kita ucapkan pada jama’nya (رَجاَءٌ), (غِطَاءٌ) dan (عَلْبَاءُ) yang menjadi nama lelaki berakal
dengan (رَجَاؤُونَ) atau (رَجاَوُوْنَ), (غِطَاؤُوْنَ) atau (غِطَاوُوْنَ) dan (عَلْبَاؤُونَ) atau (عَلْبَاوُوْنَ). Dan membiarkannya dalam bentuk
hamzah, dalam isim mamdud yang hamzahnya adalah gantian dari waw atau ya’,
adalah yang paling fasih.
Ketika isim maqshur ingin dijama’kan
dengan jama’ mudzakar salim, maka alifnya kita buang dan fathah kita tetapkan
setelah kita membuang fathah sebagai petunjuk pada fathah yang dibuang,[6]
sehingga kita ucapkan pada semisal (مُصْطَفَى) dengan (مُصْطَفَوْنَ) dan (مُصْطَفَيْنَ).
Menjama’ Mudzakar Salimkan Isim Manqush
Ketika yang ingin kita jama’kan
dengan jama’ mudzakar salim adalah isim manqush, maka ya’nya kita buang dan
huruf sebelumnya kita dlammah, jika dijama’kan dengan menambah-kan waw dan ya’,
dan kita biarkan dikasrah, ketika dijama’kan dengan menambahkan ya’ dan nun,
sehingga kita ucapkan pada jama’nya (القَاضِي) dengan (القَاضُونَ) dan (القَاضِيْنَ).
[1] Masdar, isim jinis dan isim alamnya isim jinis tidak
boleh dijama’kan dengan jama’ mudzakar salim.
[2] Artinya sifat itu berwazan (أَفْعَل) dan
mu’annatsnya (فَعْلاَءُ). Sifat yang seperti itu, maka
tidak boleh dijama’kan dengan jama’ mudzakar salim, namun dijama’kan dengan
jama’ taksir, sehingga diucapkan (حُمُرٌ).
[3] Artinya sifat itu berwazan (فَعْلاَنَ) dan
mu’annatsnya (فَعْلَى). Sifat yang seperti itu, maka
tidak boleh dijama’kan dengan jama’ mudzakar salim, akan tetapi dijama’kan
dengan jama’ taksir, sehingga diucapkan (سُكاَرَى).
[4] Artinya sifat-sifat yang antara mudzakar dan
mu’annatsnya adalah sama. Sifat yang seperti itu, maka tidak boleh dijama’kan
dengan jama’ mudzakar salim, akan tetapi dijama’kan dengan jama’ taksir.
Sehingga diucapkan (غُيُرْ) dalam jama’nya (غَيُورٌ), dan (جَرْحَى) dalam
jama’nya (جَرِيْحٌ).
[5] Adapun (أَفْعَلُ) yang
menunjukkan pada makna tafdlil yang mu’annatsnya adalah (فَعْلَى), maka bisa
dijama’kan dengan jama’ mudzakar salim, meskipun dia tidak pantas jika diberi
ta’, karena lafal yang dikosongkan dari ta’, maka disyaratkan pada-nya salah
satu dari dua perkara ini yaitu pantasnya dia untuk dimasuki ta’ dan adakalanya
dia menunjukkan pada makna tafdlil.
[6] Tidak ada perbedaan antara isim manqush itu adalah
tsulatsi, seperti (رِضَا) yang menjadi nama lelaki berakal,
atau selain tsulatsi, seperti (مُرْتَضَى).
No comments:
Post a Comment