Yaitu kalimah atau kata yang bisa
menunjukkan pada makna dengan dirinya sendiri, dan disertai dengan salah dari
ketiga zaman secara asal kejadiannya.[1]
Jika zaman yang menyertainya adalah
zaman yang telah lalu maka dinamakan fi’il madli, seperti (ضَرَبَ) “telah memukul,”
jika disertai zaman yang akan datang atau zaman sekarang maka dinamakan fi’il
mudlari’, seperti (يَضْرِبُ) “sedang atau akan
memukul,” dan jika disertai zaman yang akan datang yang dia juga
mempunyai arti thalab, maka dinamakan fi’il amar, seperti, (اِضْرِبْ) “pukullah.”
Tanda Kalimah Fi’il
Kalimah Fi’il bisa diketahui dengan
enam tanda, yaitu:[2]
1) Bisa kemasukan (قَدْ), yaitu bisa masuk pada fi’il madli dan fi’il mudlari’, seperti
(قَدْ
قَامَتِ الصَّلاَةُ) dan (قَدْ يَجَوْدُ
الْبَاخِلُ).
2) Bisa dimasuki (س) yang hanya terkhusus masuk pada fi’il mudlari’ yang berfaidah
memurnikan zamannya fi’il mudlari’ untuk zaman mustaqbal atau zaman yang akan
datang. Oleh karenanya, huruf itu dinamakan dengan huruf istiqbal, seperti (سَيَقُوْلُ
السُّفَهَاءُ)
3) Bisa dimasuki ta’ ta’nits sakinah, seperti (قَامَتْ هِنْدٌ)
4) Bisa dimasuki ta’ fa’il, secara mutlak, artinya baik yang
menunjukkan pada mutakallim, seperti (ضَرَبْتُ), atau menunjukkan mukhathab, seperti (ضَرَبْتَ) atau menunjukkan pada mukhathabah,
seperti (ضَرَبْتِ).
5) Bisa diberi nun taukid, baik nun taukid khafifah atau
tsaqilah, yang alamat ini hanya bisa masuk pada fi’il mudlari’ dengan
syarat-syarat tertentu dan pada fi’il amar secara keseluruhan tanpa ada syarat
tertentu, seperti (يَفْعُلَنَّ), (يَفْعَلَنْ), (اِفْعَلَنَّ) dan (اِفْعَلَنْ).
6) Bisa dimasuki ya’ mu’annats mukhathabah, seperti (اِضْرِبِيْ يَا
دَعْدُ).
No comments:
Post a Comment