Keluarga
sakinah. Telah menjadi sunatullah bahwa setiap orang yang memasuki pintu
gerbang pernikahan akan memimpikan keluarga sakinah. Keluarga sakinah merupakan
pilar pembentukan masyarakat ideal yang dapat melahirkan keturunan yang shalih.
Di dalamnya kita akan menemukan kehangatan, kasih sayang, kebahagiaan, dan
ketenangan yang akan dirasakan oleh seluruh anggota keluarga.
Memang
tidak mudah membangun keluarga semacam ini. Banyak pengorbanan dan proses yang
panjang untuk mewujudkannya. Proses ini tidak hanya terbatas pada saat telah
menikah saja, tapi diawali pula dengan kesiapan tiap-tiap individu (calon suami
dan calon istri) untuk mempersiapkan ilmu, ekonomi, dan mental secara baik. Tak
kalah pula "ketepatan" memilih calon pendamping. Setelah menikah
suami sebagai pemimpin keluarga, maupun istri atau ibu sebagai pendamping sang
pemimpin harus bekerja keras mendapatkannya. Selain itu anak pun harus
dilibatkan dalam memperjuangkannya.
Menurut
Freud, sebagaimana dikutip Corey (1997: 14), bahwa pada dasarnya kehidupan
manusia itu dikuasai oleh suatu prinsip kenikmatan (pleasur principle). Prinsip ini menunjukan bahwa setiap manusia
memiliki kecenderungan untuk selalu mendambakan kesenangan-kesenangan dan mendambakan
kenikmatan-kenikmatan, sebaliknya manusia menolak hal-hal yang menyakitkan dan
tidak menyenangkan. Hal ini sesuai dengan tujuan diciptakannya keluarga sakinah
agar keluarga bisa hidup tentram, tenang, bahagia dan terhindar dari
masalah-masalah yang akan menghancurkan rumah tangga.
Sedangkan
menurut Maslow, sebagaimana dikutip Corey ( 1997: 53), kebutuhan-kebutuhan
dalam manusia itu bertahap, yang berarti suatu kebutuhan tertentu akan
dirasakan bila kebutuhan sebelumnya telah terpenuhi. Misalnya, dalam keluarga
seorang suami-isteri akan dihargai dan disayangi oleh pasangannya, bila
pasangannya saling mengerti kebutuhan masing-masing. Dalam berkeluarga biasanya
dirasakan dan terungkap dalam kehendak atau keinginan. Kehendak inilah yang
mendorong seseorang melakukan berbagai tindakan untuk memenuhinya. Isteri akan
mendambakan rasa aman dari suami dan suami akan mendambakan rasa kasih sayang
dari isterinya.
Secara
psikologis keluarga yang terdiri dari ayah, ibu dan anak, akan dapat mencapai
hubungan yang baik dan harmonis bila mereka pada jalurnya, yakni pada jalur
ayah-ibu, ayah-anak, dan ibu-anak. Hubungan baik ini berarti adanya keserasian
dalam hubungan timbal balik antara semua pihak, bukan bertepuk sebelah tangan.
Hubungan timbal balik ini penting sekali karena tidak jarang orang tua
memberikan kasih sayang kepada anak, yang tidak dirasakan oleh anak. Sebaliknya
karena anak tidak merasakannya, mereka pun tidak membalasnya dan tidak belajar
menyatakan cinta kasih kepada orang tuannya (Gunarso,1999:39-40).
Sedangkan
dalam pandangan Bimbingan dan Konseling Keluarga Islam keluarga harmonis
tercapai manakala dalam keluarga dikembangkan, dibina, sikap saling
menghormati, dalam arti satu sama lain memberikan penghargaan (respek) sesuai
dengan status dan kedudukannya masing-masing.
“Yang
kecil, yang muda, menghormati yang tua, yang tua menyayangi yang muda.’ Ayah
dihormati sebagaimana mestinya, ibu disanjung sebagaimana mestinya, kakak
dihormati sebagaimana mestinya, kaka dan adik disayangi, dilindungi, disantuni
sebagaimana mestinya. Dengan kata lain di keluarga diciptakan sikap dan
perilaku “saling asah, saling asih, saling asuh” itulah keharmonisan hubungan
dalam keluarga dan antar keluarga akan tercapai, dan pada akhirnya akan
memunculkan kehidupan rumah tangga dan masyarakat yang penuh dengan “mawaddah
wa rahmah” sehingga menjadi sejahtera
dan bahagia “sakinah” (Faqih,2001: 79-80).
Menurut
Sanwar (1984: 3), Dakwah adalah suatu usaha dalam rangka proses Islamisasi
manusia agar taat dan tetap mentaati ajaran Islam guna memperoleh kebahagiaan
di dunia dan di akhirat kelak. Dakwah merupakan komunikasi antara manusia
dengan pesan-pesan al-Islam yang berwujud ajakan, seruan untuk amar ma’ruf nahi
munkar. Selain itu dakwah mengandung upaya pembangunan manusia seutuhnya lahir
dan batin al-Islah, sehingga manusia akan memperoleh kebahagiaan hidup.
Dakwah
juga komunikasi antar manusia, sehingga juru dakwah perlu dilandasi dengan
pengetahuan tentang komunikasi agar dalam pelaksanaan dakwahnya berdaya guna
dan berhasil guna. Selain itu para Dai juga mendalami materi ajakan serta
cara-cara penyajiannya. Isi atau materi dakwah bertitik pangkal kepada
“al-Khoirul huda” serta “amar ma’ruf nahi munkar”.
Amar
ma’ruf yaitu yang meliputi anjuran dan ajakan untuk berbuat yang ma’ruf.
Al-ma’ruf adalah semua perbuatan baik yang mendorong dan meningkatkan iman
seseorang dan memperkuat ketaqwaannya. Sebaliknya nahi munkar adalah pencegah
perbuatan yang munkar. Dalam kerangka pencegahan kemungkaran ini juga diikuti
dengan upaya merubah situasi yang munkar. Al-munkar adalah segala macam
perbuatan yang mengakibatkan berkurang atau menipisnya iman seseorang dan
menggoyahkan ketaqwaannya. Amar ma’ruf dan nahi munkar tidak dapat dipisahkan,
kalau dipisahkan kurang bermanfaat (Sanwar, 1984: 3-4).
Dengan
kata lain, dakwah bertujuan agar manusia berpegang pada ajaran agama Islam
secara kaffah sehingga terwujud kesejahteraan dan kebahagiaan hidup yang
seutuhnya. Tentu saja, dakwah ini mencakup seluruh aspek kehidupan
manusia, diin (dunia)
wa dunya (akhirat). Terwujudnya keluarga sakinah mawaddah ma rahmah juga merupakan bagian dari nilai-nilai Islam
yang harus disampaikan atau didakwahkan. Sebab Islam merupakan diin kaffah
yang ajarannya harus disampaikan kepada manusia.
Islam
memuat pula ajaran-ajaran tentang pola hubungan suami dan isteri yang baik yang
di dalamnya ada kepemimpinan, keteladanan, saling pengertian, pemenuhan hak dan
kewajiban secara seimbang dan sebagainya sehingga terwujud keluarga sakinah
dunia dan akhirat. Intinya Islam juga memperhatikan hubungan suami dan isteri
dalam rumah tangga.
Dengan
kata lain, Hubungan suami isteri yang di dalamnya diatur kewajiban dan hak
masing-masing pihak merupakan bagian dari materi-materi ilmu dakwah (Maadatud
Da’wah). Sebab materi dakwah ialah seluruh ajaran yang dibawa Rasulullah SAW.
yang berasal dari Allah SWT. Untuk seluruh umat manusia. Sehingga konsep dalam
membentuk keluarga sakinah yang ditawarkan oleh Imam al-Nawawi bisa menjadi
salah satu bagian dari materi-materi dakwah yang dapat disampaikan oleh para
da’i.
Jadi
konsep yang ditawarkan oleh Imam al-Nawawi dalam membentuk keluarga sakinah
adalah sesuai dengan materi dakwah (Maadatud Da’wah). Dakwah merupakan proses
Islamisasi menuju diin yang kaffah, dengan mengajak manusia untuk
menjalankan ajaran agama yang dibawa Muhammad SAW, maka konsep Imam al-Nawawi
dalam membentuk keluarga sakinah adalah bagian dari materi yang harus
disampaikan seorang da’i kepada mad’unya. Sebab Islam juga mengajarkan pola
hubungan yang baik dan seimbang antara suami dan isteri dalam keluarga.
Sedangkan
bimbingan dan konseling keluarga Islam diperlukan dalam membina hubungan
keluarga, karena dalam keluarga terdiri dari berbagai individu yang berbeda dan
harus disatukan. Agar keluarga bisa menciptakan keluarga yang harmonis,
bimbingan dan konseling keluarga harus diterapkan secara sistematis dan
terencana sesuai dengan permasalahan-permasalahan yang dihadapi. Seperti
pendapatnya Pictrofesa (1984: 6) yang menyatakan:
Systemic
counseling is counseling with couples or families that recognizes that
dysfunction is caused by all of the people involved, not just the person
identified as the symptom bearer. In counseling families, the counselor must
have a good understanding of systems theory, its application families, stages
of family development and the tasks that need to be interested each stage, and
finally interventions that fit the problem and
help individuals to differentiate from the system without losing the
sense of belonging to that system.
(Konseling
yang sistematis adalah konseling terhadap pasangan suami-isteri yang disebabkan
karena adanya gangguan dalam keluarga yang teridentifikasi melalui
gejala-gejala yang timbul. Dalam hal ini bimbingan keluarga, seorang konselor
harus bisa memahami dari sistem teorinya, pengaplikasiannya, taraf dari
pengembangan keluarga dan ketercapaian campur tangan (intervensi) terhadap
masalah dari berbagai perbedaan individu yang ada).
Hal
ini disebabkan karena dalam keluarga terdapat berbagai masalah-masalah yang
timbul oleh individu masing-masing baik suami maupun isteri, oleh karena itu
bimbingan dan konseling keluarga dibutuhkan untuk membantu mengatasi
masalah-masalah yang timbul dalam hubungan berkeluarga.
No comments:
Post a Comment