MEMBANGUN KELUARGA SAKINAH (IV)



Keluarga sakinah. Telah menjadi sunatullah bahwa setiap orang yang memasuki pintu gerbang pernikahan akan memimpikan keluarga sakinah. Keluarga sakinah merupakan pilar pembentukan masyarakat ideal yang dapat melahirkan keturunan yang shalih. Di dalamnya kita akan menemukan kehangatan, kasih sayang, kebahagiaan, dan ketenangan yang akan dirasakan oleh seluruh anggota keluarga.

Memang tidak mudah membangun keluarga semacam ini. Banyak pengorbanan dan proses yang panjang untuk mewujudkannya. Proses ini tidak hanya terbatas pada saat telah menikah saja, tapi diawali pula dengan kesiapan tiap-tiap individu (calon suami dan calon istri) untuk mempersiapkan ilmu, ekonomi, dan mental secara baik. Tak kalah pula "ketepatan" memilih calon pendamping. Setelah menikah suami sebagai pemimpin keluarga, maupun istri atau ibu sebagai pendamping sang pemimpin harus bekerja keras mendapatkannya. Selain itu anak pun harus dilibatkan dalam memperjuangkannya.

Menurut Freud, sebagaimana dikutip Corey (1997: 14), bahwa pada dasarnya kehidupan manusia itu dikuasai oleh suatu prinsip kenikmatan (pleasur principle). Prinsip ini menunjukan bahwa setiap manusia memiliki kecenderungan untuk selalu mendambakan kesenangan-kesenangan dan mendambakan kenikmatan-kenikmatan, sebaliknya manusia menolak hal-hal yang menyakitkan dan tidak menyenangkan. Hal ini sesuai dengan tujuan diciptakannya keluarga sakinah agar keluarga bisa hidup tentram, tenang, bahagia dan terhindar dari masalah-masalah yang akan menghancurkan rumah tangga.

Sedangkan menurut Maslow, sebagaimana dikutip Corey ( 1997: 53), kebutuhan-kebutuhan dalam manusia itu bertahap, yang berarti suatu kebutuhan tertentu akan dirasakan bila kebutuhan sebelumnya telah terpenuhi. Misalnya, dalam keluarga seorang suami-isteri akan dihargai dan disayangi oleh pasangannya, bila pasangannya saling mengerti kebutuhan masing-masing. Dalam berkeluarga biasanya dirasakan dan terungkap dalam kehendak atau keinginan. Kehendak inilah yang mendorong seseorang melakukan berbagai tindakan untuk memenuhinya. Isteri akan mendambakan rasa aman dari suami dan suami akan mendambakan rasa kasih sayang dari isterinya. 

Secara psikologis keluarga yang terdiri dari ayah, ibu dan anak, akan dapat mencapai hubungan yang baik dan harmonis bila mereka pada jalurnya, yakni pada jalur ayah-ibu, ayah-anak, dan ibu-anak. Hubungan baik ini berarti adanya keserasian dalam hubungan timbal balik antara semua pihak, bukan bertepuk sebelah tangan. Hubungan timbal balik ini penting sekali karena tidak jarang orang tua memberikan kasih sayang kepada anak, yang tidak dirasakan oleh anak. Sebaliknya karena anak tidak merasakannya, mereka pun tidak membalasnya dan tidak belajar menyatakan cinta kasih kepada orang tuannya (Gunarso,1999:39-40).

Sedangkan dalam pandangan Bimbingan dan Konseling Keluarga Islam keluarga harmonis tercapai manakala dalam keluarga dikembangkan, dibina, sikap saling menghormati, dalam arti satu sama lain memberikan penghargaan (respek) sesuai dengan status dan kedudukannya masing-masing.

“Yang kecil, yang muda, menghormati yang tua, yang tua menyayangi yang muda.’ Ayah dihormati sebagaimana mestinya, ibu disanjung sebagaimana mestinya, kakak dihormati sebagaimana mestinya, kaka dan adik disayangi, dilindungi, disantuni sebagaimana mestinya. Dengan kata lain di keluarga diciptakan sikap dan perilaku “saling asah, saling asih, saling asuh” itulah keharmonisan hubungan dalam keluarga dan antar keluarga akan tercapai, dan pada akhirnya akan memunculkan kehidupan rumah tangga dan masyarakat yang penuh dengan “mawaddah wa rahmah”  sehingga menjadi sejahtera dan bahagia “sakinah” (Faqih,2001: 79-80).

Menurut Sanwar (1984: 3), Dakwah adalah suatu usaha dalam rangka proses Islamisasi manusia agar taat dan tetap mentaati ajaran Islam guna memperoleh kebahagiaan di dunia dan di akhirat kelak. Dakwah merupakan komunikasi antara manusia dengan pesan-pesan al-Islam yang berwujud ajakan, seruan untuk amar ma’ruf nahi munkar. Selain itu dakwah mengandung upaya pembangunan manusia seutuhnya lahir dan batin al-Islah, sehingga manusia akan memperoleh kebahagiaan hidup. 

Dakwah juga komunikasi antar manusia, sehingga juru dakwah perlu dilandasi dengan pengetahuan tentang komunikasi agar dalam pelaksanaan dakwahnya berdaya guna dan berhasil guna. Selain itu para Dai juga mendalami materi ajakan serta cara-cara penyajiannya. Isi atau materi dakwah bertitik pangkal kepada “al-Khoirul huda” serta “amar ma’ruf nahi munkar”.

Amar ma’ruf yaitu yang meliputi anjuran dan ajakan untuk berbuat yang ma’ruf. Al-ma’ruf adalah semua perbuatan baik yang mendorong dan meningkatkan iman seseorang dan memperkuat ketaqwaannya. Sebaliknya nahi munkar adalah pencegah perbuatan yang munkar. Dalam kerangka pencegahan kemungkaran ini juga diikuti dengan upaya merubah situasi yang munkar. Al-munkar adalah segala macam perbuatan yang mengakibatkan berkurang atau menipisnya iman seseorang dan menggoyahkan ketaqwaannya. Amar ma’ruf dan nahi munkar tidak dapat dipisahkan, kalau dipisahkan kurang bermanfaat (Sanwar, 1984: 3-4).

Dengan kata lain, dakwah bertujuan agar manusia berpegang pada ajaran agama Islam secara kaffah sehingga terwujud kesejahteraan dan kebahagiaan hidup yang seutuhnya. Tentu saja, dakwah ini mencakup seluruh aspek kehidupan manusia,  diin  (dunia)  wa dunya  (akhirat). Terwujudnya keluarga  sakinah mawaddah ma rahmah  juga merupakan bagian dari nilai-nilai Islam yang harus disampaikan atau didakwahkan. Sebab Islam merupakan diin kaffah  yang ajarannya harus disampaikan kepada manusia.

Islam memuat pula ajaran-ajaran tentang pola hubungan suami dan isteri yang baik yang di dalamnya ada kepemimpinan, keteladanan, saling pengertian, pemenuhan hak dan kewajiban secara seimbang dan sebagainya sehingga terwujud keluarga sakinah dunia dan akhirat. Intinya Islam juga memperhatikan hubungan suami dan isteri dalam rumah tangga.

Dengan kata lain, Hubungan suami isteri yang di dalamnya diatur kewajiban dan hak masing-masing pihak merupakan bagian dari materi-materi ilmu dakwah (Maadatud Da’wah). Sebab materi dakwah ialah seluruh ajaran yang dibawa Rasulullah SAW. yang berasal dari Allah SWT. Untuk seluruh umat manusia. Sehingga konsep dalam membentuk keluarga sakinah yang ditawarkan oleh Imam al-Nawawi bisa menjadi salah satu bagian dari materi-materi dakwah yang dapat disampaikan oleh para da’i. 

Jadi konsep yang ditawarkan oleh Imam al-Nawawi dalam membentuk keluarga sakinah adalah sesuai dengan materi dakwah (Maadatud Da’wah). Dakwah merupakan proses Islamisasi menuju diin yang kaffah, dengan mengajak manusia untuk menjalankan ajaran agama yang dibawa Muhammad SAW, maka konsep Imam al-Nawawi dalam membentuk keluarga sakinah adalah bagian dari materi yang harus disampaikan seorang da’i kepada mad’unya. Sebab Islam juga mengajarkan pola hubungan yang baik dan seimbang antara suami dan isteri dalam keluarga.

Sedangkan bimbingan dan konseling keluarga Islam diperlukan dalam membina hubungan keluarga, karena dalam keluarga terdiri dari berbagai individu yang berbeda dan harus disatukan. Agar keluarga bisa menciptakan keluarga yang harmonis, bimbingan dan konseling keluarga harus diterapkan secara sistematis dan terencana sesuai dengan permasalahan-permasalahan yang dihadapi. Seperti pendapatnya Pictrofesa (1984: 6) yang menyatakan:

Systemic counseling is counseling with couples or families that recognizes that dysfunction is caused by all of the people involved, not just the person identified as the symptom bearer. In counseling families, the counselor must have a good understanding of systems theory, its application families, stages of family development and the tasks that need to be interested each stage, and finally interventions that fit the problem and  help individuals to differentiate from the system without losing the sense of belonging to that system. 

(Konseling yang sistematis adalah konseling terhadap pasangan suami-isteri yang disebabkan karena adanya gangguan dalam keluarga yang teridentifikasi melalui gejala-gejala yang timbul. Dalam hal ini bimbingan keluarga, seorang konselor harus bisa memahami dari sistem teorinya, pengaplikasiannya, taraf dari pengembangan keluarga dan ketercapaian campur tangan (intervensi) terhadap masalah dari berbagai perbedaan individu yang ada).


Hal ini disebabkan karena dalam keluarga terdapat berbagai masalah-masalah yang timbul oleh individu masing-masing baik suami maupun isteri, oleh karena itu bimbingan dan konseling keluarga dibutuhkan untuk membantu mengatasi masalah-masalah yang timbul dalam hubungan berkeluarga.  

No comments:

Post a Comment