PENANGANAN ISTRI YANG NUSYUZ


Permasalahan utama yang patut untuk diperhatikan dalam  pandangan imam al-Syafi’i  tentang  nusyuz  adalah  penjelasannya  tentang  prosedur  atau  cara-cara penanganan nusyuz

Dengan berdasar pada surat al-Nisa’ ayat 34 al-Syafi’i menarik suatu kesimpulan bahwa ketika seorang suami melihat istrinya  melakukan nusyuz maka suami diperintahkan untuk memberikan nasihat kepada sang istri. Pemberian nasehat dalam hal ini bertujuan untuk mengingatkan istri agar menyudahi nusyuz-nya dan bersikap selayaknya seorang istri yang baik seperti saat-saat sebelumnya.

Nasehat bisa diartikan sebagai upaya untuk mengingatkan istri dan memberikan pengertian kepadanya bahwa tindakannya adalah suatu kesalahan dan dibenci oleh Allah. Pada tahap ini penting untuk diperhatikan agar seorang suami memberikan penjelasan tentang duduk perkara dari suatu masalah yang  membuat istrinya nusyuz.

Jika istri tetap bertahan pada sikapnya maka suami bisa menggunakan cara berikutnya, yakni meninggalkan istri ditempat tidurnya (al-hijrah), dalam pengertian suami diperbolehkan untuk tidak memenuhi kebutuhan biologis istrinya. Cara kedua ini  merupakan  tindak  lanjut  dari  cara  yang  pertama  dan  masih  dalam rangka memberikan pengertian dan penyadaran kepada sang istri.

Al-hijrah secara bahasa memang bermakna ’meninggalkan’. Namun dalam konteks ini kebolehan suami untuk meninggalkan istrinya terbatas hanya untuk urusan biologis saja, sedangkan dalam  mu’asyarah atau interaksi yang lainnya, misalkan dalam hal percakapan sehari-hari, suami dilarang meninggalkannya. Dengan demikian tampak bahwa sampai tahap ini betapapun seorang istri  acuh terhadap suaminya namun seorang suami tetap tidak terbebas dari sebagian besar tanggung jawab dan kewajibannya terhadap istri.

Pada tahap selanjutnya, jika istri bersikukuh dengan sikap dan pendiriannya maka suami diizinkan untuk memukul (al-dlarb).  Memukul seorang istri karena sikapnya yang keras kepala tidak segera menyudahi nusyuz-nya adalah cara terakhir dalam tahapan penanganan nusyuz istri.


Namun yang patut untuk dicatat adalah bahwa pemaknaan kata al-dlarb dalam konteks ini cukup berbeda dengan arti kata al-dlarb  secara bahasa dan penggunaannya sehari-hari. Jika dalam percakapan sehari-hari al-dlarb mengandung arti tindakan melakukan kekerasan fisik maka al-dlarb dalam pembahasan masalah nusyuz justru tidak mengandung unsur-unsur kekerasan fisik. Istilah tersebut dalam masalah ini lebih tepat jika diartikan sebagai peringatan secara psikis  namun dilakukan dalam tindakan fisik yang tidak menyakitkan.

No comments:

Post a Comment