PROBLEM HUBUNGAN SUAMI-ISTRI DALAM KEHIDUPAN RUMAH TANGGA


Setiap pasangan suami-istri mengharapkan terciptanya keluarga sakinah, keluarga sakinah  yang menjadi harapan setiap pasangan suami-istri tidak bersifat given, kodrat, statis, dan baku, tetapi dinamis, berproses dan perlu ada ikhtiar untuk mewujudkannya. Dalam proses pencapaiannya sudah barang tentu mengalami kendala-kendala. 

Setiap permasalahan yang muncul dalam keluarga menjadi tanggung jawab bersama dalam mencari solusi tanpa mengabaikan keberadaan satu sama lainnya. Namun demikian, seringkali suami-istri enggan memecahkan masalah dengan pikiran jernih, penyebabnya antara lain:

a.  Faktor emosi

Dalam menghadapi masalah keluarga diperlukan pikiran yang jernih. Tidak selamanya rumah tangga mengalami jalan yang mulus, berbunga-bunga, adakalanya  sedih  adakalanya  senang.  Untuk  itu  baik suami maupun istri patut memiliki kemampuan untuk  menendalikan  emosi.  Nabi SAW pernah  bersabda bahwa orang yang kuat bukanlah orang-orang yang kuat secara fisik namun mereka yang sanggup meredam amarahnya. Jika suami-istri masih diliputi emosi ketika mencari solusi dari suatu permasalahan ditambah ego masing-masing yang didahulukan maka permasalahan yang sedang dihadapi keduanya akan sulit terpecahkan.

b.  Faktor kurang pengertian

Setiap persoalan yang dihadapi oleh suatu keluarga pasti memiliki latar belakang atau penyebab. Identifikasi masalah dalam menentukan faktor  bagi suatu masalah sangat penting dalam rangka mencari solusi yang tepat. Kurangnya pemahaman serta pengertian suami atau istri terhadap masalah tersebut acapkali melahirkan kesalahpahaman yang justru memperumit masalah. 

c.  Faktor gender stereotype

Gender stereotype terbangun pada pribadi setiap orang ketika mereka berada dalam lingkungan keluarga dan masyarakat luas. Secara umum perspektif negatif dalam konteks ini menyatakan bahwa secara kodrati laki-laki  bersifat kasar, keras, dan egois. Sedangkan perempuan dipandang lemah, penakut, kurang tanggung jawab, perayu, dan sebagainya. Gender stereotype yang mendasar pada perbedaan jenis kelam1n merupakan salah satu penyebab buruk  sangka  terhadap pasangan. 

d.  Faktor dominasi pihak yang kuat

Posisi suami dalam pandangan masyarakat sebagai kepala keluarga adalah positif ketika menjalankan fungsi melindungi, mengayomi dan memberdayakan. Tetapi posisi sebagai pemimpin tidak selamanya diiringi fungsi-fungsi yang semestinya  sehingga  memicu lahirnya  superioritas  suami atas  istrinya.  Masalah rumah tangga merupakan masalah bersama yang  harus  dibicarakan  dengan  baik diantara pasangan. Dan penyelesaian masalah akan lebih mudah  dicapai jika relasi suami-istri bermuara pada posisi yang setara, bebas dari dominasi, dan superioritas yang berdasar perbedaan gender.

Dalam merespon kondisi perempuan yang tertinggal dari laki-laki Rasulullah SAW melakukan upaya-upaya khusus untuk memberikan pemberdayaan perempuan sebagai berikut:

1)  Perlakuan khusus terhadap perempuan karena kodratnya yang bersifat  taken of granted.

2)  Diperlakukan khusus karena kondisi obyektif konstruksi budaya yang telah membentuk realitas itu, maka perempuan melakukan bargaining dengan Nabi Muhammad SAW, kemudian terjadi kompromi-kompromi.

3) Rasulullah memberikan kesempatan kepada kaum perempuan untuk menutupi kekurangannya dan mengejar ketertinggalannya dari kaum laki-laki. Karena Rasulullah melihat kondisi perempuan yang dipandang inferior dan lemah akibat konstruk budaya dan sistem yang ada pada saat itu.


4)  Perlakuan khusus ini bersifat affirmatif action yang dapat berubah-ubah sesuai dengan kebutuhan.

No comments:

Post a Comment