PENGERTIAN KELUARGA BERENCANA


Istilah keluarga berencana (KB), merupakan terjemahan dari Bahasa Inggris ”Family Planning” yang dalam pelaksanaannya di Negara-negara  Barat  mencakup dua macam metode (cara), yaitu:

a.  Planning Parenthood  

Pelaksanaan metode ini menitik-beratkan tanggung jawab kedua orang  tua untuk membentuk kehidupan rumah tangga yang aman, tenteram, damai, sejahtera dan bahagia. Walaupun bukan dengan jalan membatasi jumlah anggota keluarga. Hal ini, lebih mendekati istilah Bahasa Arab (تنظيم النسل) (mengatur keturunan).

b.  Birth Control

Penerapan metode ini menekankan jumlah anak, atau  menjarangkan kelahiran, sesuai  dengan situasi  dan kondisi  suami-istri. Hal ini, lebih mirip dengan istilah Bahasa Arab (تحديد النسل) (membatasi keturunan). Tetapi dalam prakteknya di Negara Barat, cara ini juga membolehkan penguguran kandungan (abortus  dan menstrual regulation), pemandulan (infertilitas) dan pembujangan (التبتل).

Menurut Mahjudin, keluarga berencana dibagi menjadi dua pengertian, yaitu pengertian  umum  dan  khusus. 

Pengertian umum  ialah suatu usaha yang mengatur banyaknya  jumlah kelahiran sedemikian rupa, sehingga bagi ibu maupun  bayinya, dan  bagi  ayah  serta  keluarganya  atau  masyarakat  yang  bersangkutan, tidak akan menimbulkan kerugian sebagai akibat  langsung dari kelahiran tersebut.

Sedangkan pengertian khusus ialah keluarga berencana dalam kehidupan sehari-hari berkisar pada pencegahan konsepsi atau pencegahan terjadinya pembuahan, atau pencegahan pertemuan antara sel sp3rma dari laki-laki dan sel  telur  dari  perempuan  sekitar persetubuhan.[1]

Menurut UU No. 10/1992, keluarga berencana adalah upaya peningkatan kepedulian dan peran serta masyarakat melalui pendewasaan usia perkawinan, pengaturan kelahiran, pembinaan keluarga, peningkatan kesejahteraan keluarga untuk mewujudkan keluarga kecil, bahagia, sejahtera.[2]

Dari pengertian tersebut di atas, dapat dikatakan bahwa keluarga berencana adalah istilah yang resmi digunakan di  Indonesia  terhadap usaha-usaha untuk mencapai kesejahteraan dan kebahagian keluarga, dengan menerima dan mempraktekkan gagasan keluarga kecil yang potensial dan bahagia.[3]




[1] Mahjudin, Masailil Fiqhiyah,   (Jakarta: Kalam Mulia, 2007), 66-67.
[2] UU No, 10 tahun 1992.
[3] Mahjudin, Op. Cit.,  67.

No comments:

Post a Comment