Tidaklah
(ذَا) menjadi isim maushul melinkan
dengan syarat harus jatuh setelah (ماَ) atau (مَنْ) istifhamiyyah, yang diinginkan
dengannya adalah tidak untuk isyarah dan tidak dijadikan bersama (ماَ) atau (مَنْ) sebagai satu kalimah untuk
istifham.[1]
Jika
yang diinginkan dengan (ذَا) adalah untuk isyarah, seperti (ماَ ذَا
التَّوَانِي؟) dan (مَنْ ذَا
الْقَائِمُ؟), yang artinya
(ماَ
هَذَا التَّوَانِي؟) dan (مَنْ هَذَا
الْقَائِمُ؟), maka (ذَا) adalah isim isyarah. Dan jika dia
bersama (مَنْ) atau (ماَ) dijadikan sebagai satu kalimah
untuk istifham, seperti (لِماَ ذَا اَتَيْتَ؟) yang artinya (لِمَ اَتِيْتَ؟), maka (ذَا) dan lafal sebelumnya menjadi isim
istifham.[2]
Terkadang
(ذَا) jatuh dalam tarkib yang memungkinkan
adanya (ذَا) dalam tarkib itu sebagai isim
maushul dan lafal sebelumnya sebagai istifham, atau adanya (ذَا) beserta (ماَ) atau (مَنْ) menjadi satu kalimah untuk
istifham, seperti (ماَ
ذَا اَنْفَقْتَ؟), karena bisa
juga jika maknanya adalah (ماَ اَنْفَقْتَ؟) atau (ماَ
الَّذِي اَنْفَقْتَهُ؟).[3]
Pengaruhnya
nanti bisa terlihat pada tabi’nya, jika (ذَا) beserta (مَنْ) atau (ماَ) kita jadikan satu kalimah untuk
istifham, maka kita ucapkan (مَنْ ذَا اَكْرَمْتَ؟ اَزُهَيْراً
اَمْ اَخاَهُ) dan (ماَ ذَا
اَنْفَقْتَ؟ اَدِرْهَماً اَمْ دِيْناَراً) dengan dibaca nashab. Dan jika kita jadikan (ماَ) atau (مَنْ) untuk istifham dan (ذَا) menjadi isim maushul, maka kita
ucapkan (مَنْ
ذَا اَكْرَمْتَ؟ اَزُهَيْرٌ اَمْ اَخُوهُ) dan (ماَ
ذَا اَنْفَقْتِ؟ اَدِرْهَمُ اَمْ دِيْناَرٌ) dengan dibaca rafa’.[4]
No comments:
Post a Comment