Secara
bahasa pesantren berasal dar kata santri dengan awalan pe- dan akhiran -an yang
berarti tempat tinggal santri. Kata santri sendiri, menurut C. C Berg berasal
dari bahasa India, shastri , yaitu orang
yang tahu buku-buku suci agama Hindu atau seorang sarjana ahli kitab suci agama
Hindu. Sementara itu, A.H. John menyebutkan bahwa istilah santri berasal dari bahasa
Tamil yang berarti guru mengaji.[1]
Nurcholish
Madjid juga memiliki pendapat berbeda. Dalam pandangannya asal usul kata
“santri” dapat dilihat dari dua pendapat.
Pertama, pendapat yang mengatakan bahwa “santri” berasal dari kata
“sastri”, sebuah kata dari bahasa
Sansekerta yang artinya melek huruf. Pendapat ini menurut Nurcholish Madjid
didasarkan atas kaum santri kelas literary bagi orang Jawa yang berusaha
mendalami agama melalui kitab-kitab bertulisan dan berbahasa Arab. Kedua,
pendapat yang mengatakan bahwa perkataan santri sesungguhnya berasal dari
bahasa Jawa, dari kata “cantrik” berarti seseorang yang selalu mengikuti
seorang guru kemana guru ini pergi menetap.[2]
Sama
beragamnya dengan asal usul kata santri, definisi pesantren yang dikemukakan
oleh para ahli juga bermacam-macam.
Abdurrahman Wahid mendefinisikan pesantren sebagai tempat dimana santri hidup.
Mastuhu memberikan batasan bahwa pesantren adalah lembaga pendidikan
tradisional Islam untuk mempelajari, memahami, menghayati dan mengamalkan
ajaran Islam dengan menekankan pentingnya moral keagamaan sebagai pedoman perilaku
sehari-hari.
Rabithah Ma’hadi Islamiyah
(RMI) mendefinisikan pesantren sebagai lembaga tafaquh fiddin yang
mengemban misi meneruskan risalah Muhammad SAW sekaligus melestarikan ajaran
Islam yang berhaluan Ahlusunnah wal Jama’ah ala Thariqoh al- Madzahib al-
Arba’ah.
Soegarda
Poerbakatwatja yang dikutip oleh Haidar Putra Daulay mengatakan pesantren
berasal dari kata santri yaitu seseorang yang belajar agama Islam sehingga
dengan demikian pesantren mempunyai arti tempat orang berkumpul untuk belajar
agama Islam.
M, Arifin mengartikan pesantren sebagai suatu lembaga pendidikan
Islam yang tumbuh serta diakui masyarakat sekitar, dengan sistem asrama
(komplek) dimana santri-santri menerima pendidikan agama melalui sistem
pengajian atau madrasah yang sepenuhnya berada dibawah kedaulatan dari seorang
atau beberapa orang kyai dengan ciri-ciri khas yag bersifat kharismatik serta
independen dalam segala hal.[3]
Lembaga
Research Islam (Pondok pesantren Luhur) mendefinisikan pesantren adalah suatu
tempat yang tersedia untuk para santri
dalam menerima pelajaran-pelajaran agama Islam sekaligus tempat berkumpul dan
tempat tinggalnya.[4]
Sudjoko
Prasojdo mengartikan pesantren sebagai lembaga pendidikan dan pengajaran agama,
umumnya dengan cara nonklsikal di mana seorang kyai atau ustadz mengajarkan
ilmu agama Islam kepada santri-santri berdasarkan kitab-kitab yang ditulis
dalam bahasa Arab oleh ulama’abad pertengahan dan para santri umumnya tinggal
di asrama pesantren tersebut.
Zamakhsyari
Dhofier dalam bukunya yang berjudul Tradisi Pondok pesantren mendefinisikan
pesantren sebagai lembaga pendidikan tradisional Islam untuk mempelajari,
memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran Islam dengan menekankan pentingnya
moral keagamaan sebagai pedoman perilaku sehari-hari.[5]
Pengertian tradisional dalam batasan ini
menunjukkan bahwa lembaga ini hidup sejak ratusan tahun lalu dan telah menjadi bagian yang mendalam bagi
sistem kehidupan sebagaian besar umat Islam Indonesia.[6]
Terlepas
dari perbedaan pendapat di atas, yang jelas pesantren merupakan lembaga yang
paling menentukan watak keislaman dari kerajaan-kerajaan Islam dan yang
memegang peranan paling penting bagi penyebran Islam sampai kepelosok-pelosok.
Dari
uraian panjang lebar di atas dapat diambil kesimpulan bahwa pengertian
pesantren adalah suatu lembaga pendidikan dan keagamaan yang berusaha
melestarikan, mengajarkan dan menyebarkan ajaran Islam serta melatih para
santri untuk siap dan mampu mandiri.
Atau dapat juga diambil pengertian dasarnya sebagai suatu tempat dimana
para santri belajar pada seseorang kyai untuk memperdalam/memperoleh ilmu,
utamanya ilmu-ilmu agama yang diharapkan nantinya menjadi bekal bagi santri
dalam menghadapi kehidupan di dunia maupun akhirat.
[1] Babun Suharto, Dari Pesantren Untuk
Umat: Reiventing Eksistensi Pesantren di Era Globalisasi , (Surabaya: Imtiyaz,
2011), cet. Ke-1, h. 9
[2] Yasmadi, Modernisasi Pesantren:
Kritik Nurcholish Madjid Terhadap Pendidikan Islam Tradisional, (Jakarta:
Ciputat Press, 2005), cet. Ke-2, h. 61.
[3] M. Arifin, Kapita Selekta Pendidikan
Islam dan Umum, (Jakarta: Bumi Aksara,
1991), h. 240
[4] Mujamil Qomar, Pondok pesantren Dari
Transformasi Metodologi Menuju Demokratisasi Iintuisi, (Jakarta: Erlangga,
2004), h. 2
[5] Zamakhsyari Dhofier, Tradisi
Pesantren: Studi Tentang Pandangan Kyai, (Jakarta: LP3ES, 1982), h. 43.
[6] Babun Suharto, Dari Pesantren, h.11.
Terimakasih infonya sangat membantu
ReplyDeleteSalam Aqiqah Jogja