SILSILAH KH. SHEIKH AHMAD MUTAMAKKIN


Menurut  Abdurrahman  Wahid,  KH.  Sheikh  Ahmad  Mutamakkin  berasal dari  Persia  (Zabul)  propinsi  Khurasan, Iran selatan  akan  tetapi silsilah yang di percaya masyarakat setempat Ia adalah  bangsawan Jawa. Sedangkan menurut catatan sejarah lokal KH.  Sheikh Ahmad Mutamakkin dari garis bapak adalah keturunan Raden Patah (Raja  Demak) yang berasal dari Sultan Trenggono.

Sedangkan dari garis Ibu keturunan dari Sayyid Ali Bejagung Tuban Jawa Timur. Sayyid ini memiliki putra namanya adalah Raden Tanu dan Raden Tanu memiliki seorang putri yang menjadi ibunda  KH.  Sheikh Ahmad Mutamakkin.

Diyakini bahwa KH. Sheikh Ahmad Mutamakkin adalah keturunan Raja Muslim Jawa Jaka tingkir, cicit Raja Majapahit  terahir  Brawijaya  V. Ayah KH. Sheikh Ahmad Mutamakkin adalah Sumohadiwijaya  adalah pangeran Benowo II Raden Sumahadinegara bin pangeran Benawa I Raden Hadiningrat bin Jaka Tingkir atau sultan Hadiwijaya bin ki Ageng Pengging bin Ratu Pambayun  binti Prabu Brawijaya V Raja Majapahit terakhir. Ratu pambayun adalah saudara perempuan Raden patah. Istri Jaka Tingkir adalah putri sultan Trenggono bin Raden Patah Raja Demak.[1]

Menurut sumber lain KH. Sheikh Ahmad Mutamakkin masih memiliki garis  keturunan  langsung  dengan Nabi Muhammad  SAW. silsilah KH. Ahmad Mutamakkin menunjukkan pertemuannya dengan Nabi melalalui garis ayah, KH. Sheikh Ahmad Mutamakkin ibnu Sumahadi negara Ibnu Sunan Benawa Ibnu Abdurrahman Basyiyan Ibnu Sayyid Umar Ibnu Sayyid  Muhammad Ibnu Sayyid Ahmad  Ibnu  Sayyid Abu Bakar Basyiyan Ibnu Sayyid Muhammad Asadullah Ibnu  sayyid Husain At-Turaby Ibnu Sayyid Ali Ibnu Sayyid Al-Faqih al-Muqaddam Ibnu Sayyid Aly Ibnu Sayyid Muhammad Shahib Al-Murbath Ibnu Sayyid Ali Khali Qasyim Ibnu Sayyid Alwy Ibnu Sayyid Muhammad Ibnu Sayyid Alwy Ibnu Imam Ubaidillah Ibnu Imam Ahmad Al-Muhajir ila Allah Ibnu Imam Isa an-Naqib Ibnu Imam Muhammad an-Naqib bin Imam  Alwy al-Uraidhi  Ibnu Imam  Jakfar  al-adiq Ibnu Imam Muhammad al-Baqir Ibnu Imam Ali zainal Abidin Ibnu Sayyidina Husayain Ibnu Fatimah Azzahra binti Sayyidina Muhammad SAW.[2]

Silsilah lain berbeda pada tingkat  Sayyid  Alwy  kebawah  silsilah  ini KH. Ahmad Mutamakkin Ibnu Sumahadinegara Ibnu Sunan Benawa Ibnu Putri sultan Trenggono binti Sutan Trenggono Ibnu istri Raden  Patah binti Maulana Rahmat Ibnu Maulana Ibrahim Ibnu Jamaluddin  Husayn Ibnu Sayyid Ahmad Syah Ibnu Sayyid Abdullah ibnu Sayyid  Amir Abd Al-Malik Ibnu Sayyid Alwy dan seterusnya seperti silsilah di atas.[3]

Telah disebutkan bahwa Pangeran Benowo II pada tahun 1617 M melarikan diri ke Giri untuk meminta suaka politik atas  serangan  Mataram. Di Ceritakan juga adipati Tuban yang menjalin hubungan kekerabatan dengan pangeran Benawa II. Maka dapat diasumsikan  bahwa dari hasil perkawinan itu lahir Sumadiwijaya (nama ningrat Al-Mutamakkin) tahun kelahiranya tidak diketahui secara tepat.

KH. Sheikh Ahmad Mutamakkin di lahirkan di Desa Cebolek, 10 Km dari Kota Tuban, Ia kemudian di kenal dengan nama Mbah Mbolek. Nama Al-Mutamakkin sebenarnya adalah gelar yang di peroleh dari rihlah ilmiahnya di timur Tengah. Al-Mutamakkin di ambil dari Bahasa Arab yang artinya orang yang meneguhkan hati atau di yakini akan kesuciannya.[4]

Di Desa Cebolek Tuban KH. Sheikh Ahmad Mutamakkin menghabiskan usia  mudanya.  Penulis buku  kisah  perjuangan  H.M.  Imam  Sanusi  pernah mengecek keberadaan Desa Cebolek di Tuban yang sekarang bernama Desa Winong di sana terdapat peninggalannya berupa masjid Winong. Masjid tersebut tepat berada di tepi sungai. 

Pelacakan secara mendalam mengalami kesulitan karena masjid sudah di pugar berkali-kali akibat sering di l banjir besar. Didalam masjid tersebut terdapat klebut (kayu agak lonjong bulat tempat untuk menjemur kopyah atau peci haji) dan batu kecil mirip seperti asbak. Di depan masjid terdapat  sawo kecik yang cukup besar yang di yakini terdapat keris pusaka KH. Sheikh Ahmad Mutamakkin. 

Desa sunyi senyap dan banyak penyamun ini berkat usaha KH. Mutamakkin berubah menjadi Desa yang penuh damai dan sejahtera.



[1] Zainul Milal Bizawie, Perlawanan Kultural Agama Rakyat, (Yogyakarta : Samha Dan Jakarta:Yayasan Keris, 2002) hlm. 104
[2] Zainul Milal Bizawie, Perlawanan Kultural Agama Rakyat, hlm. 104
[3] Zainul Milal Bizawie, Perlawanan Kultural Agama Rakyat, hlm. 104
[4] Zainul Milal Bizawie, Perlawanan Kultural Agama Rakyat, hlm. 105

10 comments: