Pada
garis besarnya kepribadian merupakan ciri khas seseorang dan kepribadian dibentuk
melalui bimbingan dari luar. Kenyataan ini memberi peluang bagi usaha pendidikan
untuk memberikan andil dalam usaha pembentukan kepribadian. Dalam hal ini pula,
diharapkan pembentukan anak dapat diupayakan melalui jalur pendidikan yang
sejalan dengan tujuan ajaran agama Islam.
Kepribadian
menurut Elizabeth B. Hurlock adalah:
“Personality
is dynamic organization within the individual of those psycho physical systems that
determine the individuals unique adjustments to the environment”.[1]
“Kepribadian adalah organisasi jiwa raga yang
dinamis dalam diri individu yang menentukan penyesuaian dirinya
yang unik terhadap lingkungan.”
Pengertian
serupa juga dikemukakan oleh Subiyanto. Ia menyatakan bahwa kepribadian adalah organisasi
dinamis individu sebagai makhluk yang bersifat psiko-phisis yang menentukan
penyesuaian dirinya secara unik terhadap lingkungan. Kepribadian seseorang seperti
yang kita lihat sekarang tidaklah dibawa sejak lahir. Manusia yang baru lahir merupakan tunas muda yang
tumbuh dan berkembang.[2] Sedangkan
Dr. Ramayulis memberikan gambaran bahwa, kepribadian itu biasanya menyangkut
banyak aspek seperti kedirian, karakter, watak, ego, oknum, self, dan bahkan
menyangkut identitas bangsa.[3]
Dengan
demikian, kepribadian dapat dikatakan sebagai keseluruhan tingkah laku yang tampak
dalam ciri khas seseorang. Perlu diketahui bahwa kepribadian manusia dalam pembentukan dan perkembangannya dipengaruhi oleh beberapa
faktor, terlebih lagi perkembangan kepribadian anak.
Adapun sebab-sebab yang mendorong perlunya dilakukan
pembahasan tentang kepribadian manusia, oleh Umar Sulaiman al-Asykar disebutkan sebagai berikut:
1. Bahwa manusia hanya akan dapat mencapai
kepuasan hakiki melalui sikap-sikap tertentu sebagaimana dijelaskan Allah.
2. Bahwa muslim yang dikehendaki Allah
adalah yang mampu mengemban amanah, membawa risalah (warisan) misi Islam,
memandu kehidupan ini ke arah yang dikehendaki-Nya, serta menguasai dunia ini dengan nilai-nilai Islam.
3. Sesungguhnya kepribadian Islam di sepanjang masa mengalami pertentangan-pertentangan dengan program pembasmian aqidah Islam yang dilakukan dengan jalan menyebarkan
berbagai kebudayaan yang meracuni
akal dan hati
kita”.[4]
Menurut
Sigmund Freud, sebagaimana dikutip oleh E. Koeswara, bahwasanya individu yang ada
fase oral-nya memperoleh perangsangan oral yang berlebihan ataupun sangat kekurangan, di dewasanya akan
memiliki kepribadian oral–passive dengan ciri-ciri karakter seperti penurut,
pasif, kurang matang dan dependen. Pada akhir tahun pertama, yakni pada fase oral
kedua yang disebut oral-aggressive atau oral-sadistic, ketika seorang bayi memiliki
gigi, menggigit dan mengunyah memiliki arti penting dalam pengungkapan frustasi
yang disebabkan oleh ketidakhadiran ibu atau ketiadaan obyek pemuas kebutuhan.[5]
Dan
apabila individu mengalami fiksasi atau terpaku pada oral-sadistic, maka
individu di masa dewasanya akan memiliki karakter sadis, sarkastis, pesimis,
dan sinis terhadap lingkungan yang ada di sekitarnya, juga memiliki kecenderungan
mendominasi dan mengekploitasi orang lain sepanjang upaya memuaskan
kebutuhan-kebutuhannya.
Aspek
kepribadian mulai terbentuk sejak anak masih berada dalam rahim. Oleh karenanya,
dibutuhkan perhatian betul jenis makanan kaum ibu selama masa kehamilan, termasuk
tindakan dan pola pikirnya. Sebab, semua itu akan berpengaruh terhadap anak yang
dikandungnya. Lebih dari itu, ia harus mengajarkan akhlak dan menjadikannya orang
shaleh yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan serta berguna bagi masyarakat.
Jangan lupa bahwasanya prinsip kehidupan tegak di atas keadilan dan
keseimbangan. Oleh karenanya, kita harus mendidik anak kita agar menjadi orang yang
memiliki keseimbangan dalam segenap aspek kepribadiannya (baik secara intelektual,
emosional, jasmani, ruhani, sosial, maupun individual).[6]
Hal
tersebut di atas, juga terjadi ketika seorang ibu menyusui anaknya. Artinya bahwa proses terjadinya pembentukan kepribadian juga dipengaruhi oleh proses penyerapan ASI secara
langsung melalui payudara ibu. Secara fisik, payudara ibu
memberikan kelembutan. Lingkungan fisik ini
juga tidak mati. Ada perubahan-perubahan yang dapat dirasakan bayi pada
payudara ibu selama proses menyusu. Ini besar pengaruhnya pada bayi. Secara
psikis, seluruh tubuh ibunya merupakan pengirim pesan tentang keadaan hati
ibunya.
Suhu
tubuh, permukaan payudara dan dekapan ibu mengabarkan kepada anak mengenai suasana
hati ibu. Demikian juga detak jantung ibu -yang disukai anak selama menyusu-
memberi petunjuk tentang perasaan ibu, khususnya perasaan terhadap anak. Jika ibu
jengkel terhadap anaknya, maka seluruh tubuh ibu memberitahukan perasaannya
kepada anak. ASI juga tidak keluar secara lancar, sehingga anak rewel. Dalam proses
menyusui ini anak belajar mengenal perubahan-perubahan pada lingkungan psikisnya.
Anak belajar mengenali manusia lain, yang terdekat dan paling utama adalah
ibunya. Ini merupakan dasar paling awal dari akhlak alami.[7]
Dengan uraian
tersebut di atas,
jelaslah bahwa orang
tua (ibu dan bapak) dituntut untuk menjadi pendidik
yang memberikan pengetahuan kepada anak-anaknya
serta memberikan sikap dan ketrampilan yang
memadai, memimpin keluarga, dan mengatur kehidupanya, memberikan contoh sebagai orangtua yang ideal dan
bertabggung jawab dalam kehidupan keluarga, baik yang bersifat jasmani maupun
rohani.
[1] Elizabeth B.
Hurlock, Child Development,
Mc. Graw Mill
Kogakusha Ltd.,Tokyo, 1972,
hal. 524.
[2] Subiyanto, Perkembangan
Kepribadian dan Hambatannya-Kepribadian Siapakah Saya, Seri
Psikologi Terapan V, Pusat Bimbingan UKSW,
Salatiga, 1985, hal. 121.
[3] Ramayulis, Ilmu Pendidikan
Islam, Kalam Mulia, Jakarta, 1994, hal. 188.
[4] Umar Sulaiman
al-Asyqar, Karakter Muslim,
Gema Insani Press,
Jakarta, 1993, hal. 20-21.
[5] E. Koeswara , Teori-Teori
Kepribadian, PT Eresco, Bandung, 1991, hal. 50
[6] Ali Qaimi, Peran Ibu dalam
Mendidik Anak, Penerbit Cahaya, Bogor, 2002, cet-1 hal 128
[7] Mohammad Fauzil Adhim,
Salahnya Kodok, Mitra Pustaka, Yogyakarta, 2002 cet VII hal. 30.
No comments:
Post a Comment