DASAR-DASAR NIKAH




Nikah adalah salah satu asas pokok hidup, terutama dalam pergaulan atau masyarakat yang sempurna. Perkawinan salah satu sunnatullah yang umum berlaku pada semua makhluk Tuhan, baik pada manusia, hewan maupun tumbuh-tumbuhan.

Dalam al-Qur’an dinyatakan, bahwa hidup berpasang-pasang, hidup berjodoh adalah naluri segala makhluk Allah, termasuk manusia.[1] Hal sebagaimana Firman Allah dalam surat adz-Dzariyah ayat 49 sebagai berikut:

و من كل شيئ خلقنا زوجين لعلكم تذكرون

Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat akan kebesaran Allah” (QS. adz-Dzariyah: 49)[2]

Selain itu juga disebutkan dalam Firman Allah SWT. yang berbunyi:

سبحان الذي خلق الأزواج كلها مما تنبت الأرض و من أنفسهم و مما لا يعلمون

Maha Suci Tuhan yang telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka maupun dari apa yang tidak mereka ketahui” (QS. Yasin: 36)[3]

Perkawinan adalah suatu cara yang dipilih Allah SWT. sebagai jalan bagi manusia untuk beranak, berkembang biak dan kelestarian hidupnya, setelah masing-masing pasangan siap melakukan peranannya yang positif dalam mewujudkan tujuan perkawinan. Hal ini sebagaimana Firman Allah dalam surat al-Hujurat ayat 13 sebagai berikut:

يا أيها الناس إنا خلقناكم من ذكر و أنثى

Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan …” (QS. al-Hujurat: 13)[4]

Dalam surat al-Nisa’ ayat 1, Allah SWT. berfirman sebagai berikut:

يا أيها الناس اتقوا ربكم الذي خلقكم من نفس واحدة و خلق منها زوجها و بث منهما رجالا كثيرا و نساء

Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan daripadanya Allah menciptakan isterinya; dan daripada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak.” (QS. al-Nisa’: 13)[5]

Tuhan tidak mau menjadikan manusia itu seperti makhluk lainnya yang hidup bebas mengikuti nalurinya dan berhubungan antara jantan dan betinanya secara anarki, dan tidak ada satu aturan. Tetapi demi menjaga kehormatan dan martabat kemuliaan manusia, Allah adakan hukum sesuai dengan martabatnya. Sehingga hubungan antara laki-laki dan perempuan diatur secara terhormat dan berdasarkan saling meridhai, dengan upacara ijab qabul sebagai lambang dari adanya rasa ridha meridhai, dan dengan dihadiri para saksi yang menyaksikan kalau pasangan laki-laki dan perempuan itu telah saling terikat. 

Bentuk perkawinan ini telah memberikan jalan yang aman pada naluri (seks), memelihara keturunan dengan baik dan menjaga kaum perempuan agar tidak laksana rumput yang bisa dimakan oleh binatang ternak dengan seenaknya.

Pergaulan suami isteri diletakkan di bawah naungan naluri keibuan dan kebapakan, sehingga nantinya akan menumbuhkan buah yang baik. Peratuan perkawinan seperti inilah yang diridhai Allah SWT. dan diabadikan Islam untuk selamanya, sedangkan yang lainnya dibatalkannya.[6]


[1] Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah 6, (Bandung: al-Ma’arif, 1980), hlm. 7.
[2] Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: Mekar, 2004), hlm. 756.
[3] Ibid., hlm. 628.
[4] Ibid., hlm. 745.
[5] Ibid., hlm. 99.
[6] Sayyid Sabiq, op. cit., hlm. 8.

No comments:

Post a Comment