DASAR HUKUM RUJUK



Hak rujuk bekas suami terhadap bekas istrinya yang dithalaq raj’i yang dinyatakan dalam firman Allah SWT al Qur’an surat al Baqarah Ayat 228,

و بعولتهن أحق بردهن في ذلك إن ارادوا إصلاحا

Dan suami-suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti itu, jika mereka (para suami) itu menghendaki islah (damai)’’. (Qs. Al Baqarah: 228 ).[1]
 
Satu hal yang perlu diketahui bahwa rujuk yang dilakukan dalam masa iddah itu, setatusnya sama dengan nikah baru, setelah masa iddah. Artinya talaq raj’i sudah mengurangi jumlah talaq yang menjadi hak suami. Apakah suami merujuknya selama dalam masa iddah atau membiarkan masa iddah isterinya habis kemudian si suami menikahinya dengan akad yang baru. 

 Malahan  sekiranya  iddah raj’i itu dibiarkan habis dan dibiarkan juga menikah dengan laki-laki lain, kemudian mereka bercerai, dan nikah kembali dengan bekas suaminya yang pertama maka jumlah talaq yang menjadi hak suami tinggal sisanya. Tidak di benarkan bekas suami mempergunakan hak merujuk, itu dengan tujuan yang tidak baik, misalkan untuk menyengsarakan bekas isterinya itu atau untuk mempermainkannya, sebab dengan demikian bekas suami itu berbuat aniaya atau berbuat zalim, sedangkan berbuat zalim itu di haramkan. Seperti yang dijelaskan Allah SWT dalam al Qur’an surat al Baqarah ayat 231.

و إذا طلقتم النساء فبلغن أجلهن فامسكوهن بمعروف او سرحوهن بمعروف و لا تمسكوهن ضرارا لتعتدوا

“Apabila kamu mentalak isteri-isterimu, lalu mereka mendekati akhir iddahnya, maka rujuklah mereka dengan cara yang ma’ruf, atau ceraikanlah mereka dengan cara yang maruf pula, janganlah kamu merujuk mereka untuk memberi kemazaratan, karena dengan demikian kamu menganiaya mereka”.( Al Baqarah: 231 ).[2]

Apabila suami menjatuhkan talaqnya di waktu isteri sedang haid maka suami wajib merujuk isterinya kembali, karena talaq di waktu haid tidak sesuai tuntutan, atau disebut dengan talaq bid’i ketentuan ini sesuai  Umar r.a, bahwa anaknya mentalaq isterinya di waktu haid lalu Umar r.a bertanya kepada Rasulullah SAW perihal tersebut lalu Rasulullah bersabda kepada Umar r.a untuk memerintahkan kepada anaknya agar merujuk isterinya, dengan sabda beliau sebagai berikut:

مره ليراجعها ثم ليمسكها حتى تطهر ثم يحيض ثم تطهر ثم إن شاء أمسك و إن شاء طلق قبل أن يمس فتلك العدة التي أمر الله ان تطلق لها النساء

Perintahlah ia (anakmu), hendaklah ia merujuk isterinya lalu ia memeliharanya  sehingga suci dari haid, kemudian haid, kemudian suci lagi, kemudian jika ia mau hendaklah ia peliharalah sesudah itu, atau jika ia berkehendak boleh ia mentalaknya sebelum ia mencampurinya. Demikian itulah waktu yang di izinkan Allah bagi suami untuk mentalak isterinya.”[3]

Dalam surat al Baqarah ayat 231 menganjurkan kepada suami supaya rujuk kepada isterinya dengan mempunyai maksud baik untuk mensejahterakan lahir dan batin serta hidup bersamanya dengan rukun dan damai. Apabila suami membiarkan masa iddah isterinya berlalu tanpa melakukan rujuk, berarti ia meneruskan perceraiannya.  

Rasulullah pernah bersabda, bahwa malaikat Jibril datang kepadanya dan menyuruhnya rujuk kepada isterinya Hafsah, karena ia adalah seorang isteri yang sangat sabar dan rajin mengurus rumah tangga, ia akan menjadi isteri Nabi di surga.Rasulullah SAW bersabda.

فما روى عبد الله بن عمر رضي الله عنهما أن رسول الله صلى الله عليه و سلم قال لعمر حين أخبره أن ابنه طلق زوجته مر ابنك فليراجعها كما روي أنه عليه السلام لما طلق حفصة جاءه جبريل فقال له ارجع حفصة فإنها صوامة قوامة فراجعها

“Diriwayatkan dari Abdullah bin Umar bahwasanya Rasulullah SAW pernah bersabda kepada Umar tatkala Umar memberitahukan kepada beliau bahwa anaknya mentalak Isterinya (maka Nabi bersabda) (perintahkanlah anakmu untuk merujuk istrinya). Sebagai mana yang telah diriwayatkan bahwasanya Nabi SAW ketika mentalaq Hafsah maka Jibril datang dan berkata kepada Nabi: Rujuklah Hafsah maka Nabi merujuknya”.[4]
 
Para Ulama’ ahli Fiqh telah bersepakat jika seseorang yang merdeka mentalaq isterinya kurang dari tiga dan seseorang hamba yang mentalaq isterinya kurang dari dua adalah merupakan talaq raj’i seperti Ijma’ para Ulama’ yang berbunyi sebagai berikut.

قد أجمع أمة الدين على أن الحر اذا طلق دون الثلاث و العبد اذا طلق دون اثنتين رجعيا كان لهما حق الرجعة أثناء العدة لم يخالف في ذلك أحد

Para Ulama’ ahli Fiqh telah bersepakat jika seseorang yang merdeka mentalaq kurang dari tiga dan seseorang hamba yang mentalaq Isterinya kurang dari dua adalah merupakan talaq raj’i, maka keduanya memiliki hak untuk merujuknya (Isteri masing-masing ditengah-tengah masa iddah selama masa iddahnya belum habis), dan tidak ada seseorang Ulama’ pun yang berbeda dari yang demikian”.[5]


[1] Departemen Agama.RI. Al-Qur’an dan terjemahannya, Surabaya: Cv karya Utama, 2000, hlm. 55
[2] Ibid., hlm. 56
[3] Departemen Agama, Proyek Pembinaan Prasarana dan sarana Perguruan Tinggi Agama, Ilmu fiqh, Jakarta:  IAIN, cet. 2, 1984/1985, hlm. 285.
[4] Badrun, Fiqh Muqaren Liahwal Assyahsiyah., juz.I, tt, hlm. 366.
[5] Ibid., hlm. 366.

No comments:

Post a Comment