Dalam
Islam terdapat keharusan orang tua untuk selalu menjaga dan mendidik anak-anak
mereka, memberikan pendidikan kepada anak merupakan tanggung jawab mendasar sebagai orang tua. Firman
Allah,
يا أيها الذين آمنوا
قوا أنفسكم و أهليكم نارا و قودها الناس و الحجارة عليها ملائكة غلاظ شداد لا
يعصون الله ما أمرهم و يفعلون ما يؤمرون
“Hai
orang-orang yang beriman peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka,
dimana (neraka) itu bahan bakunya berasal dari manusia dan batu-batuan,
penjaganya malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah
terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa
yang diperintahkanNya.” (Qs. Al-Tahrim, ayat 6).[1]
Pada
periode prenatal telah diyakini sekaligus dibuktikan dengan adanya fakta
empiris dan Illahiah bahwa terdapat suatu kondisi khas dalam pertumbuhan bayi
pralahir, yaitu adanya proses kemajuan potensi instrumen jasmani dan rohani.
Kondisi yang khas ini sudah dimulai tumbuh dan berkembang dengan baik,
sehingga, ketika stimulasi otak dan latihan intelektual untuk bayi dalam
kandungan dilakukan, ia sudah potensial dapat menerima stimulasi atau sensasi
yang diberikan orang tua.[2]
Ada
delapan prinsip dasar yang membentuk fondasi filosofis dan prosedur pendidikan
pralahir.[3] Memahami prinsip-prinsip
tersebut akan membantu orang tua memaksimalkan potensi bayi untuk belajar.
a. Prinsip kerjasama
Permainan-permainan
belajar dan latihan-latihan stimulasi membantu orang tua dan anggota keluarga
lain bekerja sama untuk mencapai kesejahteraan bayi sebelum ia dilahirkan
sehingga mereka akan mengetahui bagaimana bekerja setelah bayi lahir.
b. Prinsip ikatan cinta pralahir
Latihan-latihan
pendidikan pralahir membantu mempersiapkan orang tua untuk menerima bayi. Dr
James W Prescot melaporkan bahwa stimulasi gerakan dan sentuhan, membantu bayi
belajar memberi dan menerima kasih sayang.
c. Prinsip stimulasi pralahir
Seorang
bayi belajar dari stimulasi, latihan-latihan pendidikan pralahir memberikan
stimulasi sistematis bagi otak dan perkembangan syaraf bayi sebelum dilahirkan.
Semakin banyak bukti ilmiah menunjukkan bahwa, kegiatan semacam itu membantu
otak bayi menjadi lebih efisien dan menambah kapasitas belajar setelah ia dilahirkan.
Masa pertumbuhan maksimal otak bayi terjadi sebelum kelahiran sampai ia berusia
kira-kira dua tahun.
d. Prinsip kesadaran pralahir
Latihan-latihan
pendidikan pralahir memiliki potensi mengajarkan bayi untuk menyadari bahwa
tindakannya mempunyai efek. Permainan bayi menendang misalnya, ketika dia
menendang perut ibu disuatu tempat, tangan ibu dianjurkan menekan ditempat yang
sama. Kenyataan bahwa bentuk stimulasi lingkungan ini dapat diajarkan sebelum
kelahiran mempunyai potensi besar mempercepat bayi belajar tentang sebab-akibat
sebelum ia dilahirkan.
e. Prinsip kecerdasan
Kecerdasan
berkembang dari rasa tertarik padahal yang terjadi dan mengapa terjadi. Progam
pendidikan pra lahir mencakup pelatihan-pelatihan untuk menarik minat bayi yang
sedang berkembang terhadap sensasi dan urutan yang dapat dipahami sebelum dilahirkan.
Setelah lahir bayi perlu perhatian, artinya ia mulai mengembangkan
kecerdasannya.
f. Prinsip mengembangkan kebiasaan-kebiasan
baik
Mengembangkan
kebiasan-kebiasaan baik seperti berbicara dengan jelas, mengharapkan bayi menanggapi
dan mengulang latihan pendidikan pralahir dengan perasaan senang. Kebiasaan ini
dengan mudah akan diteruskan setelah bayi lahir.
g. Prinsip melibatkan kakak- kakak
sang bayi
Dengan
ikut serta dalam ikut latihan-latihan pendidikan pralahir anak yang lain akan
merasa penting dan tidak diabaikan. Mereka belajar berharap bahwa adik bayi
akan belajar dari mereka, anak-anak akan merasa yakin bahwa posisi mereka dalam
keluarga aman, sekalipun waktu ayah dan ibu untuk mereka berkurang.
h. Prinsip peran penting ayah dalam
masa kehamilan
Penelitian
telah menunjukkan bahwa hubungan baik antara ayah dan bayi sangat berkaitan
dengan perkembangan sosial anak, karena banyak latihan pendidkan pra lahir
dapat dilakukan dengan mudah oleh ayah, dan sang bayi akan menanggapi nada
dalan suara ayah.
[1] Yayasan Penyelenggara
Terjemahan AlQur’an, Al Qur’an dan Terjemahannya, (Semarang: Toha Putra, 1989),
hlm. 951
[2] Ubes Nur Islam, Mendidik Anak
Dalam Kandungan “optimalisasi Mendidik anak Sejak Dini”, (Jakarta: Gema Insani,
2004), hlm.xii
[3] F Rene Van D Carr dan Marc
Lehrer, While Your Expecting.... Your Own Prenatal Classroom, (Cara Baru
Mendidik Anak dalam Kandungan), terj. Alawiyah Abdurraman, (Bandung: Mizan,
2001), hlm 51-52
No comments:
Post a Comment