HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTERI TERHADAP HARTA BERSAMA



Perkawinan terjadi atas dasar akad nikah yang sah, dengan kata lain suatu akad nikah yang sah akan membentuk suatu rumah tangga maka dengan begitu akad nikah tersebut akan menimbulkan akibat hukum yang dapat melahirkan hak dan kewajiban suami isteri. Hak dan kewajiban tersebut secara garis besar dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Suami isteri wajib saling cinta mencintai, hormat-menghormati,  saling  setia dan saling memberikan bantuan lahir batin;

2. Suami isteri wajib memikul kewajiban yang luhur untuk membina dan menegakkan rumah tangga yang bahagia dan sejahtera lahir dan batin;

3. Suami isteri memiliki kewajiban untuk mengasuh dan memelihara anak-anak mereka, baik mengenai pertumbuhan jasmani, rohani maupun kecerdasan;

4.  Suami isteri wajib memelihara kehormatan masing-masing.

Selain dari hak dan kewajiban yang timbul akibat dari perkawinan yang sah seperti tersebut di atas, dikenal juga harta yang timbul akibat dari perkawinan tersebut yang lebih dikenal dengan nama harta bersama telah penulis jelaskan di atas  bahwa  harta bersama  adalah  harta  bersama milik  suami  isteri yang  mereka peroleh selama dalam masa perkawinan namun dengan adanya harta bersama tidak menutup kemungkinan adanya harta milik masing-masing suami isteri atau disebut juga dengan harta bawaan, di antara beberapa yang termasuk dalam harta bawaan adalah harta yang diperoleh sebagai hadiah atau warisan.

Bentuk  harta  bersama  dalam perkawinan dapat berupa benda  bergerak, tidak  bergerak  dan surat-surat  berharga sedangkan bentuk  harta bersama yang tidak berwujud dapat berupa  hak  atau  kewajiban  masing-masing  suami  isteri.

Keduanya  dapat  dijadikan jaminan oleh salah satu pihak atas persetujuan  dari pihak lainnya. Harta  bersama  dalam  bentuk  barang  tanpa  persetujuan  bersama dari  kedua belah pihak tidak dapat  atau  tidak diperbolehkan menjual atau memindahkan harta bersama tersebut sedangkan dalam hak dan kewajiban suami isteri dalam hal ini baik suami maupun isteri  mempunyai tanggungjawab untuk menjaga harta bersama.

Mengenai harta bersama telah diatur dalam beberapa pasal pada Kompilasi Hukum Islam yang mengatur hak dan kewajiban suami isteri terhadap harta bersama yaitu:

Pasal 89

Suami bertanggung jawab menjaga harta bersama, harta isteri maupun hartanya sendiri.

Pasal 90

Isteri turut bertanggung  jawab menjaga harta bersama, harta isteri  maupun hartanya suami yang ada padanya.[1]

Dalam KUH Perdata Pasal 124-125 juga mengatur hak dan kewajiban suami isteri terhadap kepengurusan harta bersama sebagai berikut:

Pasal 124

Suami sendiri harus mengurus harta kekayaan persatuan.

Pasal 125

Apabila si suami berada dalam keadaan tak hadir, atau pun dalam ketakmampuan untuk menyatakan kehendaknya, maka bolehlah si isteri membebani atau memindah tangankan barang-barang persatuan, setelah dikuasakan  oleh Pengadilan Negeri untuk itu.

Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 mengatur hak dan kewajiban terhadap harta bersama sebagai berikut:

Pasal 36

(1) Mengenai harta bersama, suami isteri dapat bertindak atas persetujuan kedua belah pihak;

 (2) Mengenai harta bawaan masing-masing, suami dan isteri mempunyai  hak sepenuhnya untuk melakukan perbuatan hukum mengenai harta bendanya.[2]

Dalam beberapa pasal tersebut cukup jelas mengenai peraturan peraturan terhadap hak dan kewajiban suami isteri dalam hal harta bersama namun bagaimana status harta bersama tersebut apabila  terjadi putusnya perkawinan, putusnya perkawinan dapat terjadi dengan beberapa sebab antara lain  karena kematian, perceraian dan juga pembatalan perkawinan.

 Jelaslah peraturan mengenai akibat hukum putusnya  perkawinan  karena kematian  dan juga perceraian namun tidak demikian dengan  akibat  putusnya perkawinan sebab perkawinan yang putus akibat pembatalan perkawinan khususnya dalam hal harta bersama. 

Dalam hal ini belum ada undang-undang maupun peraturan yang membahas secara sepesifik mengenai status harta bersama dalam pembatalan perkawinan, apakah harus dibagi dengan cara mengkiyaskan harta tersebut dengan cara pembagian harta bersama dengan akibat  putusnya perkawinan karena perceraian ataukah ada tata cara  tersendiri untuk membagi harta yang diperoleh dalam perkawinan yang dibatalkan tersebut. 

Sehingga dengan tidak adanya  peraturan  yang  mengatur  tentang  status harta bersama dalam pembatalan perkawinan ini dapat  menimbulkan ketidak-pastian hukum dalam hal ada tidaknya harta  bersama sebagai akibat hukum dari pembatalan perkawinan.




[1] Kompilasi Hukum Islam  hlm. 32
[2] UU Perkawinan (Undang-Undang RI No. 1 Tahun 1974), Ibid hlm.13

No comments:

Post a Comment