Di
dalam situs http://en.wikipedia.com disebutkan, bahwa jaksa pengacara Noel Keane
secara umum diakui sebagai penggagas awal penyewaan rahim. Namun, gagasan
tersebut belum diakui hingga ia mengembangkan sebuah asosiasi bersama Dr. Warren
J. Ringold di kota Derabon, Michigan, sehingga
gagasan ini bisa lebih memungkinkan
untuk dikembangkan lagi. Dr. Ringold sepakat untuk menanganisemua pembuahan buatan
tersebut, dan klinik tersebut berkembang pesat pada awal tahun 1981.[1]
Meskipun
Keane dan Ringold secara luas mendapat kritikan dari beberapa kalangan pers dan
politisi, mereka tetap melanjutkan pekerjan mereka itu dan menyediakan advokasi
hukum yang bisa memproteksi gagasan penyewaan rahim ini (surrogacy). Bill
handel, seorang mitra dari sebuah klinik
Surrogacy di Los Angeles, juga berupaya untuk
mendapatkan perlindungan hukum seperti itu agar bisa masuk ke
California, namun upaya-upaya yang dilakukannya terhenti di Konggres
Negara-Negara Bagian AS.
Saat
ini, ide penyewaan rahim ini semakin banyak diterima masyarakat dan mendapat perlindungan hukum
untuk memproteksi kesepakatan-kesepakatan kontrak yang berlaku di delapan negara bagian di
Amerika Serikat.
Di
Amerika Serikat, persoalan penyewaan rahim ini secara luas dipublikasikan
dengan kasus baby M, di mana ibu sewa sekaligus ibu biologis dari Melisa Stern
(si baby M tersebut), lahir pada tahun 1986, menolak untuk menyerahkan Melisa pada
pasangan yang sudah sepakat dengannya
untuk mengasuh Melisa tersebut. Pengadilan New Jersey akhirnya memberikan hak asuh
anak tersebut pada William Stern (sebagai ayah biologis dari Melisa) dan istrinya
Elizabeth Stern, bukan pada ibu wali sewa tersebut yang bernama Mary Beth
Whitehead.[2]
Sewa
rahim adalah suatu kesepakatan di mana seorang wanita bersedia hamildan
selanjutnya memberikan anak yang akan dilahirkannya pada orang tua lain
yang akan mengangkatnya
sebagai anak. Ia (wanita) tersebut
bisa menjadi ibu genetik dari si anak (bentuk tradisional dari surrogacy),
atau bisa juga dengan cara dibuahi (tansfer embrio) dari benih orang lain
(gestational surrogacy).[3]
Penyewaan
rahim merupakan metode reproduksi bantuan (assisted reproduction). Dalam
beberapa kasus, ini menjadi satu-satunya alternatif bagi pasangan (yang sulit punya
anak) yang ingin memiliki anak yang masih memiliki ikatan dengan mereka secara
biologis.[4]
Di
dalam situs http://en.wikepedia.com, dikenal beberapa terminologi tentang
penyewaan rahim yaitu:
1. In traditional surrogacy the
surrogate is pregnant with her own biological child, but this child was
conceived with the intention of relinquishing the child to be raised by others;
often by the biological father and possibly his partner, either male or female.
2. In gestational surrogacy the
surrogate is pregnant via embryo transfer with a child of which she is not the
biological mother. She may have made an arrangement to relinquish it to the
biological mother or father to raise, or to a parent who is themselves unrelated
to the child because the child was conceived using egg donation and/or
sperm donation).
3. Altruistic surrogacy is a situation where the surrogate is not receiving
financial reward for her pregnancy or the relinquishment of the child (sometimes
with the exception of medical expenses associated with the pregnancy or birth).
Compare with Commercial surrogacy which is a type of surrogacy in which the surrogate
is being paid for her pregnancy and the relinquishment of the child. It is
typically combined with gestational surrocacy (see Commercial surrogacy). A
surrogate mother or birth mother is the woman who is pregnant with the child. The
word surrogate, from Latin subrŏgare (to substitute), means appointed to act in
the place of. The commissioning parents are the individual or persons who
intend to rear the child after its birth. There is a tendency now to limit the
term 'surrogacy' to only mean 'gestational surrogacy’.[5]
Di
dalam terminologi seperti yang disebutkan di atas, disebutkan beberapa istilah
yang berkaitan dengan penyewaan rahim yaitu:
1. Menurut istilah traditional surrogacy,
ibu sewa mengandung anaknya sendiri secara
biologis, namun anak ini setelah lahir akan diberikan pada orang tua lain yang akan mengangkatnya sebagai
anak; baik oleh ayah biologisnya
sendiri, dan mungkin untuk mitranya (mitra ayah biologisnya), baik wanita
maupun pria.
2. Menurut istilah gestational surrogacy, ibu
sewa mengandung lewat transfer embrio
dimana ia berarti bukan ibu si anak secara biologis. Ibu sewa tersebut bisa membuat kesepakatan
dengan ibu atau ayah biologisnya untuk mengangkat anak yang akan dilahirkannya sebagai anak mereka sendiri, atau dengan orang
tua (pasangan suami istri) yang bahkan tidak memiliki hubungan apa-apa dengan si
anak (misalnya, anak ini dikandung dengan cara transfer embrio yang diambil
dari donor benih dan atau donor sperma).
3. Menurut istilah altruistic
surrogacy, ibu sewa tidak menerima bayaran atas kehamilannya atau atas anak
yang akan diserahkannya (namun terkadang untuk biaya medis selama masa hamil dan
melahirkan ditanggung oleh calon orang tua yang akan mengasuh si bayi). Sedangkan
commercial surrogacy sebaliknya, dimana si ibu sewa mendapatkan bayaran
uang atas kehamilan dan atas anak yang akan ia serahkan pada orang tua
angkatnya.
Ini
secara tipikal berkombinasi dengan gestational surrogacy. Seorang ibu sewa atau ibu yang melahirkan si
bayi adalah wanita yang mengandung si bayi tersebut. Kata surrogate berasal dari bahasa latin subrogare (yang artinya
menggantikan), yang berarti wanita yang
ditunjuk untuk bertindak sebagai
ibu pengganti atau ibu sewa. Para
orang tua angkat (yang menunjuk ibu sewa) adalah individu atau orang-orang yang akan membesarkan anak tersebut
setelah dilahirkan. Ada kecenderungan sekarang ini untuk membatasi istilah ‘surrogacy’ hanya berarti “gestational surrogacy ”.
Di
dalam bahasa Arab, sewa rahim dikenal dengan berbagai macam istilah di antaranya:
al-‘ummu al-musta’jir, al-ummu al-badilah, al-musta’jir, al-hadlanah,
syatlul janin, al-ummu al-kazibah, ar-rahmu al-musta’ar, atau
ta’jirul arham. Tetapi sewa rahim lebih dikenal dengan istilah ar-rahmu
al-musta’jir atau al-‘ummu al-badilah. Sedangkan di dalam bahasa
Inggris, sewa rahim dikenal dengan istilah surrogate mother.[6]
Menurut
Ali ‘Arif, di dalam bukunya al-’Ummu al-Badlilah (ar-Rahmu al-Musta’jirah)
sebagaimana dikutip oleh Radin Seri Nabahah bt. Ahmad Zabidi, sewa rahim adalah menggunakan rahim wanita lain untuk mengandungkan benih wanita (ovum) yang telah
dibuahi dengan benih laki-laki (sperma), dan janin itu dikandung oleh wanita tersebut hingga lahir. Kemudian anak itu diberikan
kembali kepada pasangan suami isteri tersebut untuk memeliharanya dan anak itu
dianggap anak mereka dari sudut undang-undang.[7]
Yahya
Abdurrahman al-Khatib mendefinisikan sewa rahim adalah dua orang suami isteri
yang membuat kesepakatan bersama wanita lain untuk menanamkan sel telur yang
telah diinseminasi (dibuahi) dari wanita pertama dengan sperma suaminya pada
rahim wanita kedua dengan upah yang telah disepakatinya. Selanjutnya, wanita kedua
ini disebut:[8]
1. Al-’ummu al-musta‘ar (ibu pinjaman),
yaitu wanita yang di dalam rahimnya dimasukkan sel telur yang telah
diinseminasi (dibuahi). Ia juga disebut dengan mu’jirah al-bathni
(wanita yang menyewakan perutnya).
2. Ar-rahim az-zi’r. Secara
etimologis az-zi’r adalah wanita yangbelas kasih kepada anak orang lain dan
yang menyusuinya, sama saja dari manusia atau unta. Sedangkan bentuk jamaknya adalah
az’ur, az’ar dan zu’ur. Yang dimaksud dengan ar-rahim
az-zi’r di sini adalah bahwa sel telur itu diambil dari seorang wanita, sedang
rahim yang mengandung dan yang melahirkan adalah wanita lain.
3. Syatlu al-janin (penanaman
janin), yaitu seorang suami mencampuri isterinya yang tidak layak hamil,
kemudian sperma itu dipindahkan dari isterinya ke dalam rahim wanita lain yang mempunyai
suami melalui metode kedokteran. Selanjutnya
wanita inilah yang mengandungnya hingga melahirkan.
4.
Al-mudl’ifah (wanita pelayan), yaitu wanita lain dimana sel telur
(ovum) yang telah diinseminasi (dibuahi) dipindahkan ke dalam rahimnya. Ia juga
disebut dengan ummu bi al-wakalah (ibu perwakilan).
Sedangkan
Said Agil Husin al-Munawar mendefinisikan sewa rahim adalah penitipan sperma
dan ovum dari sepasang suami isteri ke dalam rahim wanita lain. Penyewaan rahim
biasanya melalui perjanjian atau persyaratan tertentu dari kedua belah pihak,
baik perjanjian tersebut berdasarkan rela sama rela (gratis), atau perjanjian
itu berupa kontrak.[9]
Dari
beberapa pengertian yang disebutkan di atas, dapat disimpulkan bahwa ada beberapa
variabel suatu kasus bisa dikualifikasi sebagai praktek sewa rahim yaitu:
1. Menjadikan rahim wanita lain (selain isteri) sebagai tempat untuk menitipkan atau membuahkan sperma dan
ovum baik melalui teknik Fertilisasi in
Vitro (FIV)[10]
maupun melalui teknik Tandur Alih Gamet Intra Tuba (TAGIT),[11] dan janin
itu dikandung oleh
wanita tersebut hingga lahir.
2. Penyewaan Rahim biasanya dilakukan
melalui perjanjian atau persyaratan tertentu dari kedua belah pihak, baik perjanjian tersebut berdasarkan rela sama rela (gratis),
atau perjanjian itu berupa kontrak.
3. Anak yang dihasilkan dari sewa rahim
ini biasanya diserahkan kembali pada orang atau pasangan yang memesannya, dan
anak itu dianggap anak mereka dari sudut Undang-Undang.
4. Ibu sewa mendapatkan bayaran uang atas
kehamilan dan atas anak yang akan ia serahkan pada orang atau pasangan yang
memesannya. Masalah ini disebut dengan sewa rahim, karena biasanya orang atau pasangan yang ingin
memiliki anak akan membayar sejumlah uang kepada ibu sewa atau kepada organisasi yang bertugas mencari wanita yang bersedia untuk
dititipi sperma dan ovum yang telah dibuahi, dengan syarat wanita
tersebut bersedia untuk menyerahkan anak tersebut setelah lahir atau pada masa yang dijanjikan. Istilah lain yang biasa
digunakan adalah ibu sewa, ibu titipan, ibu tumpang atau ibu pengganti. Hal ini
disebabkan, karena terkadang ibu yang dijadikan tempat untuk menitipkan sperma dan
ovum tidak mendapatkan bayaran apa-apa dari pasangan yang memiliki ovum dan
sperma. Misalnya dalam kasus penitipan sperma
dan ovum dari suami-isteri, kepada isteri yang lain dari suami yang sama.
[1] “Surrogacy,”
http://en.wikipedia.com, akses 22 Februari 2008.
[2] Ibid.
[3] Ibid.
[4] Ibid.
[5] Ibid
[6] Radin Seri
Nabahah bt. Ahmad
Zabidi, ”Penyewaan Rahim
Menurut Pandangan Islam,”
http//tibbians.tripod.com/shuib3.pdf, akses 17 November 2007, hlm. 2.
[7] Ibid.
[8] Yahya Abdurrahman
al-Khatib, Hukum-Hukum Wanita
Hamil (Ibadah, Perdata, Pidana) , cet. ke- 1 (Jatim:
al-Izzah, 2003), hlm. 166-167.
[9] Said Agil
Husin al-Munawar, Hukum
Islam & Pluralitas
Sosial (Jakarta: Penamadani,
2004), hlm. 105.
[10] Fertilisasi in Vitro (In Vitro
Fertilization) ialah usaha fertilisasi
yang dilakukan di luar tubuh, di dalam
cawan biakan (Petri disk), dengan
suasana yang mendekati ilmiah. Jika berhasil, pada
saat mencapai stadium
morula, hasil fertilisasi
ditandur-alihkan ke endometrium rongga
uterus. Teknik ini
biasanya dikenal dengan
“bayi tabung” atau pembuahan di luar tubuh.
[11] Tandur Alih
Gamet Intra Tuba
(Gamette Intra Fallopi an
Transfer) ialah usaha mempertemukan sel
benih (gamet), yaitu
ovum dan sperma,
dengan cara menyemprotkan campuran sel benih itu memakai
kanul tuba ke dalam ampulla. Metode ini bukan metode bayi tabung karena
pembuahan terjadi di saluran telur (tuba falloppi) si ibu sendiri.
No comments:
Post a Comment