MACAM-MACAM IDDAH


Masa iddah macamnya beragam, sesuai dengan jenis perempuan yang ditalak, yaitu:

Pertama, Jika perempuan yang ditalak telah disetubuhi,apabila telah haid masa iddah-nya tiga kali haid, sebagaimana firman Allah SWT, yang berbunyi:

و النطلقت يتربصن بأنفسهن ثلثة قروء

Wanita-wanita yang dithalak hendaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru’.”  (QS. al-Baqarah, 2: 228). 

Kedua: Jika perempuan yang ditalak tidak haid karena usianya masih kecil atau karena usianya sudah tua, masa iddah-nya tiga  bulan, berdasarkan firman Allah SWT;

و الئي يئسن من المحيض من نسائكم ان ارتبتم فعدتهن ثلثة أشهر و الئي لم يحضن

Dan perempuan-perempuan yang sudah tidak haid lagi (menopause) di antara perempuan-perempuanmu jika kamu ragu-ragu (tentang masa iddahnya) maka iddah mereka adalah tiga bulan, dan begitu (pula) perempuan-perempuan yang tidak haid.” (QS. Ath-Thalaq, 65:4).

Ketiga: Jika perempuan yang ditalak belum disetubuhi, tidak memiliki masa iddah.

Keempat: Jika perempuan yang ditalak dalam keadaan hamil masa iddah-nya sampai ia melahirkan. 

Kelima: Jika perempuan yang ditalak sedang haid, kemudian haidnya berhenti karena suatu sebab yang tidak diketahui, masa  iddah-nya satu tahun (mula-mula menunggu sembilan bulan, setelah itu  menjalani masa iddah selama tiga bulan). Perempuan yang ada dalam kondisi demikian disebut murtabah (perempuan yang diragukan kondisinya). 

Mengenai hal ini, Umar bin Khatab berkata;

Ia menunggu selama sembilan bulan. Kemudian jika i a terbukti ia tidak hamil, ia menjalani masa iddah selama tiga bulan. Jadi, masa iddahnya adalah satu tahun.”

Keenam: Jika perempuan yang ditalak tidak bisa membedakan haid dengan istihadhah-nya, masa iddah-nya tiga bulan. Allah S.W.T. berfirman;

و الئي يئسن من المحيض من نسائكم ان ارتبتم فعدتهن ثلثة أشهر و الئي لم يحضن و أولت الأحمال أجلهن أن يضعن حملهن و من يتق الله يجعل له من أمره يسرا

Dan perempuan-perempuan yang sudah tidak haid lagi (menopause) di antara perempuan-perempuanmu jika kamu ragu-ragu (tentang masa iddahnya) maka  iddah  mereka adalah tiga bulan,  dan begitu (pula) perempuan-perempuan yang tidak haid. Dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu iddah mereka itu ialah sampai mereka melahirkan kandungannya. Dan barang siapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya.”  (QS. Ath-Thalaq, 65:4)[1]

Ketujuah: Iddah perempuan yang suaminya meninggal adalah empat bulan sepuluh hari, firman Allah SWT yang berbunyi:

و الذين يتوفون منكم و يذرون أزواجا يتربصن بأنفسهن أربعة أشهر و عشرا فإذا بلغن أجلهن فلا جناح عليكم فيما فعلن في أنفسهن بالمعروف و الله بما تعملون خبير

Orang-orang yang meninggal dunia diantaramu dengan meninggalkan isteri-isteri (hendaklah para isteri itu) menangguhkan dirinya (ber'iddah) empat bulan sepuluh hari. Kemudian apabila Telah habis 'iddahnya, Maka tiada dosa bagimu (para wali) membiarkan mereka berbuat terhadap diri mereka[2] menurut yang patut. Allah mengetahui apa yang kamu perbuat.”  (QS. al-Baqarah : 234)

Isteri yang dicerai harus melakukan iddah bila ia sudah pernah disetubuhi oleh suaminya. Pada saat iddah yang disebabkan suaminya meninggal,  seseorang perempuan dilarang melakukan hal-hal sebagai berikut: Memakai perhiasan, memakai parfum, memakai celak, dan keluar rumah, kecuali ada hajat.

Dari segi bentuk putusnya ikatan perkawinan, perempuan yang melaksanakan iddah ada dua, yaitu:[3]

Pertama, melakukan iddah karena suaminya meninggal dunia. Bila ia sedang hamil, maka masa iddah-nya adalah sampai melahirkan. Bila tidak hamil, maka masa iddah-nya selama empat bulan sepuluh hari.

Kedua, melakukan iddah karena dicerai oleh suaminya. Bila si isteri sedang hamil, maka masa iddah-nya sampai melahirkan. Bila tidak hamil, maka masih dipilih: 1) Bila ia adalah perempuan yang haid, maka masa iddah-nya tiga kali masa suci. 2) Bila ia masih kecil (belum  haid) atau sudah bebas haid lagi (ayisah), maka masa iddah-nya adalah  tiga bulan.

Sebagai kelanjutan dari bahasan iddah adalah ihdad, khususnya berkaiatan dengan isteri yang kematian suami. Di samping dia menjalani masa iddah selama empat bulan sepuluh hari dalam masa mana dia tidak boleh kawin, dia juga harus melalui masa berkabung dalam waktu masa iddah tersebut.




[1] ‘Athif  Lamadhoh,  Fikih  Sunnah  Untuk  Remaja,  (Jakarta  Selatan:  Cendekia  Sentar  Muslim, 2007),  hal 231-232
[2] Berhias, atau bepergian, atau menerima pinangan.
[3] Tim Penulis Buku Taklimiyah Pondok Pesantren Sidogiri, Fikih Kita di Masyarakat,  (Pasuruan:  Pustaka Sidogiri, 2008M/1429 H), hal 105

No comments:

Post a Comment