1. Rujuk bil qauuli (sharih yaitu
dengan ucapan)
Seperti
pendapatnya Imam al-Syafi’i, ia mengatakan rujuk harus dilakukan dengan
ucapan atau tulisan, karena itu rujuk tidak sah bila dilakukan dengan
mencampurinya dalam iddah. Kalau dia melakukan hal itu, ia harus membayar
mahar, sebab percampuran tersebut tergolong pada percampuran suyubhat.[1]
2. Rujuk bil fi’li (yaitu dengan
perbuatan)
Seperti
pendapatnya Imam Maliki, ia mengatakan bahwa rujuk boleh dilakukan melelui
perbuatan yang disertai niat untuk rujuk, akan tetapi bila suami mencampuri
isterinya tersebut tanpa niat rujuk, maka wanita tersebut tidak bisa kembali
menjadsi isterinya kepadanya, namun percampuran tersebut tidak mengakibatkan
adanya hadd (hukuman) maupun keharusan membayar mahar.[2]
Kemudian
Imam Hambali mengatakan rujuk hanya terjadi melalui percampuran. Begitu terjadi
percampuran, maka rujuk pun terjadi, sekalipun laki-laki tersebut tidak berniat
rujuk, sedangkan bila tindakan itu bukan percampuran, misalnya sentuhan atau
ciuman yang disertai birahi dan lain sebagainya, sama sekali tidak
mengakibatkan terjadinya rujuk.[3]
Dan
Imam Hanafi mengatakan rujuk bisa terjadi melalui percampuran, sentuhan dan
ciuman, dan hal-hal sejenis itu yang dilakukan oleh laki-laki yang menalaq dan
wanita yang ditalaqnya dengan syarat semuanya itu disertai dengan birahi.
No comments:
Post a Comment