MAHAR BERUPA JASA MENURUT MAZHAB IMAM MALIK



Mahar manfaat seperti pengajaran al-Qur’an dan sebagainya, menghuni (memanfaatkan) rumah, atau pelayanan hamba sahaya, masih ada perselisihan  pendapat. Imam Malik berkata: pada mulanya manfaat tidak patut menjadi mahar. 

Ibnu Qosim berkata: manfaat patut menjadi mahar meski berhukum makruh. Sebagian ulama Malikiyah memperbolehkan mahar manfaat tanpa kemakruhan, sedangkan yang menjadi pegangan, sudah tentu, adalah pendapat Imam Malik. 

Ibnul  Araby  salah  satu  dari  murid  Imam  Malik,  mensahkan  sesuatu yang bermanfaat dijadikan mahar, seperti membolehkan  mengajarkan al-Qur’an sebagai mahar, sama dengan pendapat Imam Syafi’i dan Imam Ahmad bin Hambal.[1]

Dalam kitab al-Muwatta’ dijelaskan tentang pemberian mahar yang berupa ayat al-Qur’an, yaitu: 

حدثني يحيى عن مالك عن ابي حازم بن دينار عن سهل بن سعد الساعدي ان رسول الله صلى الله عليه و سلم جاءته امرأة فقالت يا رسول الله اني قد وهبت نفسي لك فقامت قياما طويلا فقام رجل فقال يا رسول الله زوجنيها ان لم يكن لك بها جاحة فقال رسول الله صلى الله عليه و سلم هل عندك من شيئ تصدقها اياه؟ فقال ما عندي إلا أزاري هذا فقال رسول الله صلى الله عليه و سلم ان أعطيتها اياه جلست لا إزار لك فالتمس شيئا فقال ما اجد شيئا قال التمس و لو خاتما من حديد فالتمس فلم يجد شيئا فقال له رسول الله صلى الله عليه و سلم هل معك من القرآن شيئ؟ فقال نعم معي سورة كذا و سورة كذالسور سماها فقال له رسول الله صلى الله عليه و سلم قد أنكحتكها بما معك من القرآن

“Telah  menceritakan  kepada  kami  Yahya dari Malik  dari  Abi Hazim bin Dinar dari Sahl bin Sa’d al-Sa’idi berkata: “Seorang wanita datang  kepada Rasulullah SAW dan berkata: “Wahai Rasulullah, aku datang untuk menyerahkan urusan diriku kepadamu”. Wanita tersebut berdiri lama sekali, kemudian berdirilah seorang sahabat dan berkata kepada Rasulullah SAW: “Wahai Rasulullah SAW., nikahkanlah aku  dengannya jika memang engkau tidak berhasrat kepadanya”. Kemudian Nabi SAW. bertanya pada sahabat tersebut: “Apakah kamu mempunyai sesuatu untuk maskawin? Jawabnya: “Saya tidak punya sesuatu kecuali sarung yang sedang aku pakai ini”, sabda Nabi SAW:  “Jika sarung itu kamu berikan kepadanya maka kamu tidak akan memakai apa-apa”. Sabda Nabi SAW: “Carilah maskawin, walaupun hanya sebuah cincin dari besi.” Akan tetapi sahabat tersebut tidak mendapatkan sesuatu untuk dijadikan maskawin. Rasulullah SAW. bertanya: “Apakah kamu hafal beberapa surat dari al-Qur'an?” Jawabnya: “Ya aku hafal surat ini  dan  surat ini (ia menyebutkannya).” Maka Nabi SAW bersabda: “Aku nikahkan kamu dengannya dengan maskawin beberapa surat al-Quran yang kamu hafal”.[2] 

Seseorang menyebutkan suatu manfaat sebagai mahar maka akad sah menurut pendapat yang menjadi pegangan, dan bagi perempuan manfaat yang disebutkan sebagai maharnya tersebut. Ini adalah pendapat yang populer  (masyhur). 

Para ulama Malikiyah  memandang  kepada apa yang dikatakan Imam Malik, mereka pada awalnya melarang menjadikan manfaat sebagai mahar. Mereka memandang kepada apa yang dikatakan orang yang memperbolehkan  mahar manfaat,  maka  mereka membiarkan mahar manfaat jika terlanjur terjadi. Ulama Malikiyah mengatakan mahar itu sah berupa benda dari  emas, perak,  barang dagangan, hewan,  rumah, dan sebagainya.




[1] Ibnu  Rusyd,  Bidayat  al-Mujtahid  Wa  Nihayah  al-Muqtasid, Juz  II,  Beirut:  Dar  al-Fikr, 1409 H/1989, h. 20 dan 27.
[2] Malik bin Anas,  Al-Muwatta’,  Beirut: Darl al-Fikr, 1989, h. 332.

No comments:

Post a Comment