PENGERTIAN RUJUK




Kata “Rujuk” menurut bahasa berasal dari kata masdar “Raja’a Yarji’u Rujuu’an waraja’atan’’ yang bermakna “Kembali”[1] atau kembali kepada asal.[2] Dalam kamus besar bahasa Indonesia kata “Kembali” mempunyai beberapa arti sebagai berikut: Pertama, Baik menuju tempat semula, pulang, Kedua: Kembali kepada asalnya, Kembali, Ketiga: Uang kelebihan pembayaran, sekali lagi, berulang lagi.[3]

Ketiga makna tersebut semuanya memberikan makna rujuk ditinjau dari bahasa, sedangkan menurut istilah, rujuk mempunyai definisi sebagai berikut. Ulama’ Hanafiyah memberi pengertian:[4]

استدامة الملك القائم في العدة برد الزوجة الى زوجها و إعادتها الى حالتها الأولى

Tanggungan milik yang terjadi pada masa iddah sebab kembalinya isteri pada suaminya dan kembalinya isteri kepada tingkah perbuatan yang pertama.” 

Kemudian Ulama’ Syafi’iyyah memberi pengertian rujuk sebagai berikut:[5]

رد المرأة الى النكاح من طلاق غير بائن في العدة على وجه مخصوص

Kembalinya wanita terhadap nikah dari talaq selain ba’in pada masa iddah pada arah yang khusus, atau pada jalan yang khusus.” 

Pengertian rujuk menurut Ulama’Malikiyyah yaitu:[6]

عود الزوجة المطلقة من غير تجديد النكاح

Kembalinya isteri yang ditalaq tanpa selain memperbaiki akad.” 

Sedangkan pengertian rujuk menurut Ulama’ Hanabillah adalah:[7]

إعادة المطلقة غير بائن الى ما كانت عليه بغير عقد
“Kembalinya wanita yang ditalaq dari gairu ba’in terhadap sesuatu selain akad”.

Menurut Drs. H. Djaman Nur, rujuk adalah Mengembalikan status hukum perkawinan secara penuh setelah terjadinya thalaq raj’i yang dilakukan oleh bekas suami terhadab bekas isterinya dalam masa iddah dengan ucapan tertentu.[8]

Menurut Prof. Dr. Ahmad Rofiq, M.A., pengertian, rujuk adalah berasal dari bahasa Arab “raja’ayarji’uruju’an” bentuk masdar artinya “kembali” istilah ini kemudian dibakukan dalam hukum perkawinan di Indonesia. Dalam pengertian rujuk adalah kembalinya suami kepada hubungan nikah dengan isteri yang telah dicerai raj’i dan dilaksanakan selama isteri masih dalam masa iddah.[9]

Rujuk dapat dikategorikan sebagai tindakan hukum yang terpuji, karena setelah pasangan suami isteri itu mengalami masa-masa kritis konflik di antara mereka yang diakhiri dengan perceraian, timbul kesadaran baru dan nafas baru untuk merajut tali perkawinan yang pernah putus guna meranda hari esok yang lebih baik lagi.  

Mereka kembali kepada keutuhan ikatan perkawinan, yang disemangati oleh hasil koreksi terhadap kekurangan diri masing-masing, dan bertekat untuk memperbaikinya. Dari sisi ini, perceraian merupakan media evaluasi bagi diri masing-masing suami isteri untuk menatap secara jernih, komunikasi, saling pengertian dan romantika perkawinan yang mereka jalani.  



[1] Ibn Abidin, Raddul Mukhtar, Dar Kutub al-Alamiyyah, tt.,juz.V., hlm. 23
[2] M.Yunus, kamus Arab Indonesia, Jakarta: Hida Karya Agung, tt, hlm. 138.
[3] Pius Abdilah, dan. Anwar Syarifudin, Kamus Mini Bahasa Indonesia, Surabaya: Arkola, tt, hlm. 178.
[4] Ibn Abidin, loc. Cit.
[5] Ibid.
[6] Ibid.
[7] Ibid.
[8] H. Djaman Nur, fiqh munakohat, Semarang: Cv Toha Putra, cet.I, 1993, hlm. 174.
[9] Ahmad Rofiq. M.A., Hukum Islam di Indonesia, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, cet.6, 2003, hlm. 320.

No comments:

Post a Comment