POSISI NIKAH DALAM AJARAN ISLAM



Mendambakan pasangan merupakan fitrah sebelum dewasa, dan dorongan yang sulit dibendung setelah dewasa. Oleh karena itu, agama mensyari’atkan dijalinnya pertemuan antara pria dan wanita, dan kemudian mengarahkan pertemuan itu sehingga terlaksananya “perkawinan” dan beralihlah kerisauan pria dan wanita menjadi ketentraman atau sakinah dalam istilah al-Qur’an surat  ar-Rum ayat 21. 

Sakinah yang berarti diam atau tenangnya sesuatu setelah bergejolak. Itulah sebabnya mengapa pisau dinamakan sikkin karena ia adalah alat yang menjadikan binatang yang disembelih tenang, tidak bergerak, setelah tadinya ia merontak.[1]

Dalam al-Qur’an dinyatakan bahwa hidup berpasang-pasangan, hidup berjodoh-jodohan adalah naluri segala makhluk akal, termasuk manusia. Islam mengatur manusia dalam hidup berjodohan-jodohan itu dengan melalui jenjang perkawinan yang ketentuannya dirumuskan dengan wujud aturan-aturan yang disebut hukum perkawinan dalam Islam. 

Hukum Islam juga ditetapkan untuk kesejahteraan umat, baik secara perorangan maupun secara bermasyarakat, baik untuk hidup di dunia maupun di akhirat. Kesejahteraan masyarakat akan tercapai dengan terciptanya keluarga yang sejahtera, karena keluarga merupakan lembaga terkecil dalam masyarakat, sehingga kesejahteraan masyarakat sangat tergantung pada kesejahteraan keluarga. 

Demikian pula kesejahteraan perorangan sangat dipengaruhi oleh kesejahteraan hidup keluarganya. Islam mengatur keluarga bukan secara garis besar, tetapi sampai terperinci, yang demikian ini menunjukkan perhatian yang sangat besar terhadap kesejahteraan keluarga. Keluarga terbentuk melalui perkawinan, karena itu perkawinan sangat dianjurkan oleh Islam bagi yang telah mempuyai kemampuan. Tujuan itu dinyatakan baik dalam al-Qur’an maupun as-sunnah.[2]

Dalam al-Qur’an dinyatakan bahwa berkeluarga itu termasuk sunnah Rasul-rasul sejak dahulu sampai Rasul terakhir Nabi Muhammad saw. seperti yang dapat kita baca pada surat ar-Ra’du ayat 38;

و لقد أرسلنا رسلا من قبلك و جعلنا لهم أزواجا و ذرية و ما كان لرسول ان يأتي بآية إلا بإذن الله لكل اجل كتاب

Dan sesungguhnya Kami telah mengutus beberapa Rasul sebelum kamu dan Kami memberikan kepada mereka isteri-isteri dan keturunan. Dan tidak ada hak bagi seorang Rasul mendatangkan sesuatu ayat (mu`jizat) melainkan dengan izin Allah. Bagi tiap-tiap masa ada Kitab (yang tertentu)” (QS. ar-Ra’du: 38)[3]

Sabda Nabi diriwayatkan oleh Imam Jama’ah dan Imam Muslim:

و أتزوج النساء فمن رغب عن سنتي فليس مني

“…  Dan aku mengawini wanita, barangsiapa yang benci pada sunnahku, bukanlah termasuk umatku”. (HR.Imam Muslim)[4]
 
Berkeluarga yang baik menurut agama Islam sangat menunjang untuk menuju kepada kesejahteraan, termasuk dalam mencari rizki Tuhan. Firman Allah dalam surat an-Nur ayat 32 perlu mendapatkan perhatian bagi orang yang akan berkeluarga:

و أنكحوا الأيامى منكم و الصالحين من عبادكم و إمائكم ان يكونوا فقراء يغنهم الله من فضله و الله واسع عليم

Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui” (QS. al-Nur: 32)[5]

Islam menganjurkan orang berkeluarga karena dari segi batin orang dapat mencapainya melalui berkeluarga yang baik, seperti dinyatakan dalam salah satu sabda Nabi saw. riwayat Imam al-Bukhari dan Imam Muslim dari Abdillah:

حدثنا أبي بكر بن أبي شيبة و ابو كريب قال حدثنا أبو معاوية عن الأعمش عن عمارة بن عمير عن عبد الرحمن بن يزيد عن عبد الله قال لنا رسول الله صلى الله عليه و سلم يا معشر الشباب من استطاع منكم الباءة فليتزوج فإنه أغض للبصر و أحصن للفروج

Abu Bakrin bin Abi Syaibah dan Abu Kuraib bercerita pada kami, ia berkata: Abu Muawiyah menceritakan pada kami dari al-A’mas, dari Umarah bin Umair, dari Abdirrahman bin Yazid dari Abdillah, Rasulullah saw. bersabda: Hai para pemuda, barangsiapa telah sanggup di antaramu untuk kawin, maka kawinlah, karena sesungguhnya kawin itu dapat mengurangi pandangan (yang liar) dan dapat lebih menjaga kehormatan”. (HR. al-Bukhari dan Muslim dari Ibn Abbas)[6]
 
Demikian pula dari segi ketentuan bertambah dan berkesinambungannya amal kebaikan sekarang, dengan berkeluarga akan dapat dipenuhi. Dengan berkeluarga orang dapat mempunyai anak dan dari anak yang shaleh diharapkan mendapatkan amal tambahan di samping amal-amal jariyah yang lain. Sesuai dengan sabda Nabi saw.[7] riwayat Imam Muslim dari shahabat Abu Hurairah:

حدثنا يحيى بن أيوب و قتيبة يعنس بن أبي سعيد و ابن حجر قالوا حدثنا إسماعيل هو ابن جعفر عن العلاء عن أبيه عن أبي هريرة رضي الله عنه ان رسول الله صلى الله عليه و سلم قال إذا مات الإنسان انقطع عمله إلا من ثلاث صدقة جارية او علم ينتفع به او ولد صالح يدعو له

Telah bercerita kepada kami, Yahya ibn Ayyub dan Qutaibah, Yaknis ibn Sa’id dan Ibnu Khujr. Mereka berkata: telah menceritakan kepada kami Isamail, yaitu Ibnu Ja’far dari al-Ala’ dari ayahnya dari Abu Hurairah, bahwasannya Rasulullah saw. bersabda: “ketika manusia telah meninggal dunia, putuslah amalnya, kecuali tiga perkara, shadaqah jariyah atau ilmu yang dimanfaatkan atau anak yang shalih yang mendo’akannya”. (HR. Muslim dari Abi Hurairah)[8]


[1] Muhammad Qurasih Shihab, op. cit., hlm. 192.
[2] Proyek Pembinaan Prasarana dan Sarana Perguruan Tinggi Agama/IAIN,  Ilmu Fiqih Jilid II, (Jakarta: t.kp., 1984), hlm. 57.
[3] Departemen Agama RI, op. cit., hlm. 343.
[4] Imam Abdullah Muhammad bin Ismail al-Bukhari, op. cit., hlm. 2.
[5] Departemen Agama RI, op. cit., hlm. 494.
[6] Imam Muslim bin al-Hajjaj al-Qusairi an-Naisaburi, Shahih Muslim, Juz 5, (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, t.th.), hlm. 10.
[7] Proyek Pembinaan Prasarana dan Sarana Perguruan Tinggi Agama/IAIN, op. cit., hlm. 59.
[8] Imam Muslim bin al-Hajjaj al-Qusairi an-Naisaburi, op. cit., hlm. 132.

No comments:

Post a Comment