PRINSIP-PRINSIP PERNIKAHAN



Ada beberapa prinsip perkawinan menurut agama Islam yang perlu diperhatikan agar perkawinan itu benar-benar berarti dalam hidup manusia melaksanakan tugasnya mengabdi pada Tuhan. 

Adapun prinsip-prinsip perkawinan dalam Islam itu ialah: 

1. Memenuhi dan melaksanakan perintah agama. 

Sebagaimana di muka telah diterangkan bahwa perkawinan adalah sunnah Nabi, itu berarti bahwa melaksanakan perkawinan itu pada hakekatnya merupakan pelaksanaan dari ajaran agama. Agama mengatur perkawinan itu, memberi batasan rukun dan syarat-syarat yang perlu dipenuhi. Apabila rukun dan syarat-syarat tidak dipenuhi, batal atau  fasidlah perkawinan itu. Demikian pula agama memberi ketentuan lain di samping rukun dan syarat, seperti harus adanya mahar dalam perkawinan, dan juga harusadanya kemampuan. 

2. Kerelaan dan persetujuan. 

Sebagai salah satu syarat yang harus dipenuhi oleh pihak yang hendak melangsungkan perkawinan ialah “ikhtiar” (tidak dipaksa) pihak yang melangsungkan perkawinan itu dirumuskan dengan kata-kata kerelaan calon isteri dan suami atau persetujuan mereka. 

Untuk kesempurnaan itulah perlu adanya khitbah atau peminangan yang merupakan satu langkah sebelum mereka melangsungan perkawinan, sehingga semua pihak dapat mempertimbangkan apa yang akan mereka lakukan. Kerelaan dari calon suami dan wali jelas dapat dilihat dan didengar dari tindakan dan ucapannya, sedang kerelaan calon isteri mengingat wanita mempunyai expresi kejiwaan yang berbeda denan pria, dapat dilihat dari sikapnya, umpamanya diam, tidak memberikan reaksi penolakan dipandang sebagai izin kerelaannya bia ia gadis, tetapi bila calon isteri janda tetap izinnya itu secara tegas. 

3. Perkawinan untuk selamanya. 

Tujuan perkawinan antara lain untuk dapat berketurunan dan untuk ketenangan, ketentraman dan cinta serta kasih sayang. Kesemuanya ini dapat dicapai hanya dengan prinsip bahwa perkawinan adalah untuk selamanya, bukan hanya dalam waktu tertentu saja. Itulah prinsip perkawinan dalam Islam yang harus atas dasar kerelaan hati dan sebelumnya yang bersangkutan telah melihat lebih dahulu sehingga nantinya tidak menyesal setelah melangsungkan perkawinan dan dengan melihat dan mengetahui lebih dahulu akan dapat mengekalkan persetujuan antara suami isteri.[1]




[1] Proyek Pembinaan Prasarana dan Sarana Perguruan Tinggi Agama/IAIN, op. cit., hlm. 69-73.

No comments:

Post a Comment