FUNGSI DAN PENGARUH MUSIK SPIRITUAL TERHADAP PENDENGAR


Menurut Ahmad al-Gazāli, as-samā’ memiliki seratus faedah dan memiliki seratus ribu kondisi spiritual (ahwāl) yang dapat dirasakan oleh para sufi,[1] karena musik sendiri memiliki fungsi yang penting dalam perjalanan spiritualitas mereka. Secara psikologis musik dapat mengantarkan jiwa pendengar untuk berpulang ke alam ide universal (‘alām an-nafs), yaitu alam di mana seluruh jiwa mendapat kenikmatan yang luar biasa yang berasal dari kenikmatan bersifat rohani.[2]

Asy-Syāżili[3] berpendapat bahwa musik memiliki beberapa fungsi, yaitu; menyejukkan batin  para sufi yang sedang mengarungi perjalanan spiritualitas, membangkitkan roh para wali, dapat menyejukkan roh-roh, meringankan belenggu (dalam perjalanan spiritualitas), menghilangkan kesedihan dan dapat mendatangkan kebahagiaan.[4]

Ahmad al-Gazāli dalam kitab Bawāriq al-‘Ilma’ Fi al-Radd ‘Ala Man Yuharrim as-samā’ Bi al-Ijma’ menjabarkan beberapa fungsi as-samā’ yang telah dimanfaatkan oleh para sufi dalam perjalanan spiritualnya. Fungsi as-samā’ itu antara lain: 

a. Menghilangkan sampah batin sekaligus dapat melahirkan dampak penyaksian terhadap Allah dalam hati.

b. Dapat menguatkan hati (al-qalb) dan cahaya rohani (sirr).[5]

c. Melepaskan seorang sufi dari urusan-urusan yang bersifat lahiriah dan membuat seorang sufi cenderung untuk menerima cahaya dan rahasia-rahasia batin.

d. Dapat membahagiakan hati dan roh.[6]

Namun selain fungsi yang bermanfaat bagi sufi itu, di sisi lain musik dapat menyebabkan keburukan bagi pendengarnya. Asy-Syibli (seorang sufi wafat tahun 334 H) memberi peringatan;

Mendengarkan musik secara lahiriah adalah godaan dan secara batiniah merupakan pelajaran. Siapa yang mengenal tanda-tanda mistis (isyārah) boleh mendengarkan pelajaran itu. Jika tidak dapat (dan ia mendengarkan), maka ia telah mengundang godaan dan membiarkan dirinya terkena bencana”.[7]

Secara psikologis terdapat hubungan saling mempengaruhi antara musik dengan kondisi jiwa. Suatu saat musik dapat mempengaruhi kondisi jiwa, disaat lain terjadi sebaliknya.[8]

Ihwan as-Safa berpendapat bahwa yang membedakan musik dengan seni-seni yang lain adalah bahwa substansi yang kepadanya bekerja, yaitu jiwa-jiwa pendengarnya, sebagaimana unsur yang dipakainya, not-not dan irama, itu berhubungan dengan sesuatu yang sangat halus dan material. Musik memilki predikat kemuliaan tertinggi karena di dalammya terdapat kekuatan semangat (ta’śīr) yang dapat menerbangkan jiwa yang telah teratur proporsinya untuk masuk kedalam wadah tempat jiwa-jiwa itu dahulunya berasal.[9]

Pengaruh yang ditanamkan oleh irama dan melodi dari seorang musikus dalam jiwa pendengarnya itu beragam. Kesenangan yang ditarik jiwa-jiwa dari irama-irama dan melodi, serta cara jiwa-jiwa tersebut menariknya juga beragam dan berbeda-beda. Itu tergantung pada tingkatan yang didalamnya terdapat jiwa bersemayam dalam wilayah gnosis (al-ma‘ārif) dan pada sifat baik perilaku yang menjadi objek permanen dari cintanya. Maka, ketika setiap jiwa mendengarkan gambaran-gambaran yang sesuai dengan objek dari kegembiraannya, kesenangannya, akan merasa senang dan gembira dalam bayangan bahwa musik itu terbuat dari yang dicintainya.[10]

Akhirnya, mendengarkan musik berarti membuka diri terhadap suatu pengaruh, kepada suatu vibrasi dari asal usul super human “yang menghasilkan suara” untuk membangkitkan gaung suara dalam diri, dari satu wilayah primordial dan untuk membangkitkan sebuah kerinduan dalam diri untuk bersatu dengan esensinya sendiri.[11]

Dengan demikian, bagaimanapun musik memiliki banyak manfaat bagi kehidupan spiritualitas. Sehingga bagi mereka yang dapat memanfaatkan musik spiritual menganggap penggunaan musik tidaklah selalu haram karena telah terbukti dapat membantu meningkatkan pengalaman spiritual dan kondisi spiritual.




[1] Abdul Muhaya, Bersufi Melalui…, hlm. 95
[2] Ibid., hlm. 31-32
[3] Nama aslinya Abū Hasan Ali ibn Abdullah Asy-Syāżili (596-656 H/1196-1258 M), pendiri tarekat Syāżiliyah. Cyril Glasse, “asy-Syazili” dalam Cyril Glasse,  Ensiklopedi Islam …, hlm. 376
[4] Abdul Muhaya, Bersufi Melalui…, hlm. 32
[5] Sirr adalah pusat spiritual, merupakan akal (intelect) yang bertempat di hati secara simbolik. Para mistikus mengatakan bahwa di pusat inilah tempat terjadinya penyatuan (ittihād) dengan Tuhan. Cyril Glasse, “as-sirr”dalam Cyril Glasse, Ensiklopedi Islam …, hlm. 366
[6] Abdul Muhaya, Bersufi Melalui…, hlm. 95-96
[7] Ibid., hlm. 33-34
[8] Ibid., hlm. 35
[9] Musik memiliki kekuatan untuk membawa jiwa pendengar ke dalam suatu kondisi kesadaran atau kondisi lainnya. Fabien Maman (seorang ahli terapi musik) mengatakan: “Benih spiritual ditemukan dalam tubuh manusia, terletak pada inti sel dalam spiral DNA dan telah dianugerahkan oleh Sang Pencipta. Ketika penelitian saintifik dilakukan, kekuatan spiritual dan ekspresi artistik bekerja sama. Ini adalah janji vibrator sebagai karunia dari musik alam”. Djohan, Psikologi…, hlm. 222
[10] Jean Louis Michon, “Musik dan Tarian Suci dalam Islam” dalam Seyyed Hossein Nasr (ed), Ensiklopedi Tematis…, hlm. 602-603
[11] Ibid., hlm. 604

No comments:

Post a Comment