MACAM-MACAM JUAL-BELI


Ditinjau dari segi hukumnya, jual-beli ada dua macam, jual-beli sah menurut hukum Islam dan jual-beli yang tidak sah.[1]

1. Jual beli yang sah menurut hukum  Islam ialah jual-beli yang sudah terpenuhi rukun dan syaratnya dan tidak ada unsur gharar atau tipu daya.

Ada salah satu jual-beli yang sah menurut hukum Islam walau tanpa ijab qabul adalah jual-beli dengan perbuatan (saling memberikan) atau dikenal dengan istilah al-Mu'aathaah, yaitu mengambil dan memberikan barang tanpa ijab qabul, seperti seseorang mengambil rokok yang sudah bertuliskan label harganya, dibandrol oleh penjual dan kemudian diberikan uang pembayarannya kepada penjual.[2]

2. Jual-beli yang tidak sah menurut Hukum Islam ialah jual-beli fasid dan bathil.

Menurut fuqoha’ Hanafiyah jual-beli yang bathil adalah jual-beli yang tidak memenuhi rukun dan tidak diperkenankan oleh syara’. Misalnya jual-beli barang najis seperti bangkai, babi, kotoran dan lain-lain.

Sedangkan jual-beli fasid adalah jual-beli yang secara prinsip tidak bertentangan dengan syara’ namun terdapat sifat-sifat tertentu yang menghalangi keabsahannya.[3] Misalnya jual-beli yang di dalamnya mengandung tipu daya (gharar) yang merugikan salah satu pihak karena barang yang diperjualbelikan tidak dapat dipastikan adanya, atau tidak mendapat dipastikan jumlah dan ukurannya, atau karena tidak mungkin dapat diserahterimakan.

3. Jual-beli yang dilarang oleh agama tetapi sah hukumnya, antara lain:

a. Jual-beli yang tidak menganut harga pasar.

b. Menawar harga yang sedang ditawar oleh orang lain.

c. Jual-beli najasyi, ialah seseorang menambah atau melebihi harga temannya, dengan maksud memancing-mancing orang agar orang itu mau membeli barang kawannya.

d. Menjual atas penjualan orang lain, seperti penjual mengatakan kembalikan barang yang sudah kamu beli, nanti membeli barangku saja dengan harga murah.[4]

4. Selanjutnya ditinjau dari segi aspek obyek jual-beli, dibedakan menjadi empat macam, yaitu:[5] 

a. Jual beli barang dengan barang atau barter, barang yang ditukarkan senilai atau seharga.

b. Jual beli barang dengan barang lain secara tangguh atau menjual barang dengan tsaman (alat pembayaran) secara muthlaq.

c. Jual beli mata uang (tsaman) atau pembayaran dengan alat pembayaran yang lain, misal rupiah dengan dolar.

d. Jual beli salam, barang yang diakadkan bukan berfungsi sebagai mabi’ (barang yang dijual langsung) melainkan berupa da’in (tanggungan) sedangkan uang yang dibayarkan sebagai tsaman, bisa berupa ‘ain dan bisa jadi berupa dain namun harus diserahkan sebelum keduanya berpisah.




[1] Gufron A. Mas’adi, Fiqh Muamalah Kontekstual, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002, hlm. 75.
[2] Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2002, hlm. 77-78.
[3] Gufron A. Mas’adi, op. cit., hlm. 131.
[4] Hendi Suhendi, op. cit., hlm. 82-83.
[5] Gufron A. Mas’adi, op. cit., hlm. 141.

No comments:

Post a Comment