PENDAPAT IMAM NAWAWI TENTANG HUKUM LUKISAN MAHLUK BERNYAWA

Islam merupakan agama tauhid. Perjuangan para nabi, sejak Adam hingga Muhammda adalah memperkenalkan ajaran tauhid kepada umat manusia dan mengajak agar bertauhid yang benar. Lawan dari tauhid adalah syirik. Salah satu perwujudan dari perbuatan syirik adalah penyembahan terhadap patung-patung atau berhala. Untuk menjunjung tinggi tauhid yang merupakan inti dari ajaran Islam, maka Islam menutup segala jalan yang dapat merusak aqidah tauhid. Oleh karena itu Islam sangat terkesan bertindak hati-hati terhadap segala praktik yang  dikhawatirkan akan membawa kepada keberhalaan atau apa saja yang mengindikasikan keberhalaan (syirik).

Sebagaimana dalam semua aspek kehidupan, seni yang dalam definisi paling banyak diterima diakui sebagai salah satu dari tujuh aspek integral yang menyusun kebudayaan juga tidak luput dari perhatian Islam. Maka tidak heran jika seni lukis mendapatkan perhatian khusus dari Nabi SAW, khususnya lukisan dengan gambaran mahluk hidup. Tentu saja ini bukanlah hal yang berlebihan, karena gambar-gambar atau lukisan pada masa jahiliyah dipergunakan sebagai sarana pemberhalaan oleh masyarakat pagan Arab.

Dalam salah satu haditsnya Nabi SAW menyatakan bahwa setiap pelukis lukisan mahluk bernyawa akan mendapatkan siksa yang sangat pedih. Selain itu, ada juga hadits nabi yang menyinggung soal pemanfaat atau pemakaian lukisan dengan obyek mahluk bernyawa.

Berdasarkan hadits-hadits dari Nabi SAW, Imam an-Nawawi dalam kitabnya Shahih Muslim bi Sarh an-Nawawi, mengatakan bahwa hadits-hadits yang menunjukkan sikap tegas Nabi SAW terhadap lukisan mahluk bernyawa tersebut adalah menunjukkan bahwa melukis sesuatu yang bernyawa merupakan pekerjaan yang sangat diharamkan, dan merupakan dosa besar, baik pembuatan itu dijdikan profesi atau tidak. Pengharaman ini adalah bersifat mutlak pada setiap keadaan, baik itu melukis pada pakaian, karpet uang, alat-alat penyimpanan, tembok, dan lain sebagainya. 

Alasan dilarangnya membuat lukisan mahluk bernyawa yang merupakan sebenar-benarnya pelarangan tersebut adalah karena perbuatan membuat lukisan dengan obyek bernyawa dikategorikan atau disamakan dengan perbuatan yang menandingi ciptaan Allah SWT.[1] Sebagai mana hadits Nabi SAW : 

و عن ابن مسعود رضي الله عنه قال ان رسول الله صلى الله عليه و سلم يقول ان اشد الناس عذابا يوم القيامة المصورون (متفق عليه)

Dan dari Ibnu Mas’ud r.a. berkata : ‘Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda : ‘Sesungguhnya   Orang yang mendapatkan siksa paling berat pada hari kiamat adalah para pelukis.” (H.R. Bukhari dan Muslim)[2]

و عن أبي هريرة رضي الله عنه قال سمعت رسول الله صلى الله عليه و سلم يقول قال الله تعالى و من أظلم ممن ذهب يخلق كخلقي؟ فيخلقوا ذرة او ليخلقوا حبة او ليخلقوا شعيرة (متفق عليه)

Imam Nawawi cukup meyakini bahwa hadits-hadits yang berisi tentang pelarangan Nabi SAW terhadap lukisan mahluk bernyawa tersebut datang atau ada setelah hadits yang menunjukkan sikap netral Nabi SAW. Imam Nawawi meyakini bahwa hadits yang berisi larangan pelukisan mahluk hidup adalah jelas menunjukkan terlarangnya lukisan mahluk hidup. 

Menurut Imam Nawawi yang dimaksud dengan “siksa yang pedih” adalah dimaksudkan bagi; orang yang melukis mahluk bernyawa untuk disembah, dan sebagaimana orang yang menyembah berhala, orang yang demikian adalah orang kafir. Bagi orang yang membuat lukisan mahluk bernyawa dengan maksud untuk mendandingi ciptaan Tuhan Yang Maha Pencipta, dengan kata lain pelukis tersebut mempunyai maksud mendandingi otoritas Tuhan sebagai dzat yang maha pencipta, maka orang tersebut adalah kafir yang lebih berat lagi siksanya daripada orang kafir biasa, dan siksanya bertambah karena bertambah buruknya kekufurannya. Kemudian bagi yang membuat lukisan dengan tanpa maksud apa-apa (tidak untuk disembah atau tidak dimaksudkan untuk menandingi ciptaan Tuhan) maka orang yang demikian tidaklah dianggap kafir, melainkan hanya dianggap sebagai orang fasik yang melakukan dosa besar.[3]

Ancaman yang ditujukan bagi seorang pelukis yang membuat lukisan dengan representasi mahluk bernyawa sebagai obyek lukisannya adalah sangat berat. Ia (pelukis) akan disiksa dengan seberat-beratnya siksaan. Menurut tujuan syar’i bahwa para pelukis itu lebih berat siksanya dari pada orang yang membunuh, berbuat zina, peminum khamr,  pemakan riba, dan pemberi saksi palsu dan lainnya dari orang-orang yang melakukan dosa besar dan kerusakan. 
Para pelukis tersebut akan diperintahkan untuk memberikan nyawa (ruh) bagi apa yang telah mereka buat. Sebagai mana hadits Nabi SAW :

عن ابن عباس رضي الله عنهما قال سمعت رسول الله صلى الله عليه و سلم سقول من صور صورة في الدنيا كلف يوم القيامة ان ينفخ فيها الروح يوم القيامة و ليس بنافخ (متفق عليه)

Dari Ibnu Abbas r.a. berkata : ‘Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda : ‘Barang siapa melukis suatu lukisan (yang bernyawa) di dunia, niscaya ia akan dibebani untuk memberikan nyawa pada lukisannya itu pada hari kiamat, dan ia tidak akan mampu memberinya nyawa. (HR. Bukhari dan Muslim).[4]

Maksud hadits tentang pernyataan bahwa para pelukis yang membuat lukisan mahluk bernyawa akan diperintahkan untuk memberikan nyawa pada apa yang telah mereka buat menurut Imam Nawawi adalah termasuk amr ta’jiz, yakni perintah yang tidak bisa dikerjakan oleh mahluk.[5]

Jika seseorang harus melukis, Imam Nawawi menyarankan untuk melukis sesuatu yang tidak bernyawa seperti pepohonan, bunga, gunung, buah atau biji-bijian, karena hal tersebut adalah diperbolehkan.

Mengenai pemanfaatan lukisan mahluk bernyawa, Imam Nawawi menyatakan bahwa lukisan mahluk bernyawa jika digantung atau ditempelkan di dinding, di surban atau pakaian, atau dimana saja tanpa menghinakannya maka hukumnya adalah haram. Sedangkan jika lukisan tersebut dibentangkan dan dipijak sebagai alas kaki, sarung bantal atau sandaran, dengan artian  dihinakan seperti memotong atau merobek, maka tidaklah haram hukumnya. Demikian itu menjadi tidak ada perbedaan apakah gambar itu berjasad atau tidak. 

Alasan dari pendapat Imam Nawawi tersebut adalah bahwa malaikat tidak akan memasuki rumah yang di dalamnya terdapat lukisan mahluk bernyawa, sebagaimana dalam salah satu hadits Nabi yang riwayatkan oleh Bukhari dan Muslim:

و عن ابي طلحة رضي الله عنه ان رسول الله صلى الله عليه و سلم قال لا تدخل الملائكة بيتا فيه كلب و لا صورة (متفق عليه)

Dari Abu Thalhah r.a.: ‘Sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda : ‘Para malaikat tidak memasuki rumah yang di dalamnya terdapat anjing atau lukisan.” (HR. Bukhari dan Muslim).[6]

Dalam komentarnya terhadap hadits di atas, Imam an-Nawawi seperti yang dikutip oleh Abu Hudzaifah Ibrahim berkata yang dimaksud dengan malaikat adalah malaikat pembawa rahmat dan keberkahan yang setiap kedatangannya adalah hal yang sangat ditunggu-tunggu oleh setiap orang.

Malaikat tidak mau memasuki rumah yang di dalamnya terdapat lukisan mahluk bernyawa atau anjing karena perbuatan seperti itu dikategorikan ke dalam perbuatan maksiat atau keji, lebih utamanya lagi karena telah menyerupakan perbuatannya dengan menyerupai mahluk ciptaan Allah. 

Dengan demikian, penghuni tercegah dari permohonan ampunan, shalawat do’a keberkahan dari malaikat.





[1] Imam Nawawi, Shahih Muslim bi Syarhi an-Nawawi, Juz 14, hlm. 84
[2] Imam Nawawi, Riyad al-Salihin, Terjemah Salim Bahreisy, hlm. 119.
[3] Imam Nawawi, Shahih Muslim bi Syarhi an-Nawawi, Juz 14, hlm. 84
[4] Imam Nawawi, Riyadus Shalihin, Terj. Hasan A. Barakuan, “Riyadus Shalihin”, Jilid 2, Semarang : Alina Press, 2001, hlm. 409.
[5] Imam Nawawi, Shahih Muslim bi Syarhi an-Nawawi, Juz 14, hlm. 84
[6] Imam Nawawi, Riyadus Shalihin, Terj. Hasan A. Barakuan, hlm. 410.

No comments:

Post a Comment