Keluarga
adalah unit terkecil dari masyarakat yang dapat menjalankan berbagai fungsi
dalam memenuhi kebutuhan kehidupannya, termasuk di dalamnya fungsi ekonomi,
agar tercapai kesejahteraan dalam keluarga, yang mana hal ini tidak bisa
terlepas dari peran seorang istri dalam rumah tangga. Berkenaan dengan hal
tersebut, ada dua pendapat yang membahas tentang tugas utama istri dalam
keluarga.
Sebagian ulama berpendapat bahwa tugas
utama istri adalah melaksanakan
aktifitas dalam rumah, yakni menunaikan kewajiban rumah tangga dan tugas-tugas
keibuan dengan baik. Posisinya dalam keluarga adalah sebagai pendidik dan
teladan bagi anak-anaknya serta pendamping bagi suaminya. Pengecualian bagi
dirinya dalam hal keluar rumah adalah jika keadaan memaksanya atau mengharuskan
hal itu.[1]
Sebagian
ulama yang lain berpendapat bahwa tugas istri itu tidak hanya terbatas dalam
rumahnya, yakni menjaga suami dan mendidik anak-anaknya. Akan tetapi, juga boleh
keluar rumah untuk bekerja (untuk mencari nafkah).[2]
Fungsi
ekonomi seorang istri memegang peranan penting dalam keluarga, karena merupakan
faktor dasar untuk menunjang kebutuhan
fisik kelurga. Akses perempuan terhadap peluang ekonomi dari berbagai sumber sangatlah
besar. Dari berbagai penelitian yang ada, tampak bahwa pengelola ekonomi
keluarga adalah istri.
Pada
umumnya para istri yang mempunyai akses pada ekonomi mempunyai kontrol pula
terhadap ekonomi keluarga. Makin tinggi akses ekonomi bagi wanita, makin tinggi
pula akses kontrolnya dan makin menonjol pula peranannya. Hal demikian dapat
menciptakan kemandirian bagi wanita sehingga memberi peluang untuk berperan
sebagai pengambil keputusan dalam keluarga.
Perempuan
(istri) yang mempunyai peluang ekonomi yang besar, besar pula kontrolnya
terhadap pengelolaan atau penguasaan
ekonomi dalam keluarga dan sekaligus mempunyai sifat kemandirian dan berperan
pula dalam proses pengambilan keputusan,
sehingga dapat mendorong terciptanya suasana kemitrasejajaran antara laki-laki dan
perempuan dalam hak dan tanggung jawab dalam keluarga.[3]
Menurut
Huzaemah, Wanita diperbolehkan memberi nafkah kepada suami, anak dan rumah
tangganya dari hasil jerih payahnya asalkan wanita itu rela. Bahkan dalam
keadaan suami miskin, istri boleh memberi zakat kepada suaminya, tetapi suami
tidak boleh memberi zakat kepada istri sebab istri adalah tanggungannya.[4]
No comments:
Post a Comment