Ibadah
itu dapat dikerjakan kapan saja dan dimana saja. Asalkan dikerjakan sesuai
dengan syariat Islam yakni al-Quran dan sunnah Nabi Saw. Akan tetapi Allah
memberikan tempat dan waktu yang paling baik daripada waktu lainnya yaitu malam
hari. Ibadah yang dimaksud dalam tulisan ini adalah ibadah malam hari (qiyamullail)
yang meliputi:
a. Shalat Tahajjud
Shalat
menurut pengertian bahasa berarti do’a, ibadah shalat dinamai do’a karena dalam
shalat itu mengandung do’a. Shalat juga dapat berarti do’a untuk mendapat
kebaikan atau shalawat bagi Nabi Muhammad Saw. Secara terminologi shalat adalah
suatu ibadah yang terdiri atas ucapan dan perbuatan tertentu yang dimulai
dengan takbiratul ikhram dan diakhiri dengan salam dengan syarat dan rukun tertentu.[1]
Ibadah shalat tahajjud sangat dianjurkan dalam
Islam, sebagaimana firman Allah SWT:
و
من الليل فتهجد به نافلة لك عسى أن يبعثك ربك مقاما محمودا
“Dan
pada sebahagian malam hari bersembahyang tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah
tambahan bagimu: mudah-mudahan Tuhan-Mu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji”.
(QS. Al-Isra’/17: 79[2])
Tahajjud
artinya bangun dari tidur, shalat tahajjud artinya shalat sunnah yang
dikerjakan pada waktu malam hari dan dilaksanakan setelah tidur lebih dahulu.
Walaupun tidurnya sebentar, Imam Syafi’i berkata: shalat malam dan shalat witir
yang dikerjakan baik sebelum ataupun sesudah tidur dinamai tahajjud. Orang yang
melaksanakan shalat tahajjud disebut
mutahajjid.[3]
Sejarah mencatat bahwa ibadah shalat tahajjud
yang pertama diperintahkan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad Saw sebelum
diperintahkan ibadah yang lain, dalam sebuah hadits diriwayatkan:
عن
أبي هريرة رضي الله عنه أن النبي صلى الله عليه و سلم قال أفضل الصلاة بعد الفريضة
الصلاة في جوف الليل (رواه الدارمي)
“Dari
Abu Hurairah r.a. bahwasanya Nabi SAW bersabda: Shalat yang paling utama
sesudah shalat fardhu adalah shalat pada malam hari (sepertiga yang akhir dari
malam).” (HR. ad-Darimi)[4]
Artinya,
selain dari yang lima waktu bagi beliau sendiri bertambah satu kewajiban lagi
yaitu shalat tahajjud yang berpendapat seperti ini ialah Ibnu Abbas menurut
riwayat al-Aufi demikian juga salah satu pendapat dari Imam Syafi’i dan
pendirian seperti ini pula yang dipilih oleh Ibnu Jarir.[5]
Banyak
hikmah dan manfaat yang dapat diambil dari shalat tahajjud diantaranya adalah
sebagai berikut:[6]
• Orang-orang yang shalat tahajjud
akan memperoleh macam-macam nikmat yang mengejutkan pandangan mata (QS. 32 :
16-17)
• Tempat yang terpuji, maqomah
mahmudah (QS. 17 : 79) baik di dunia dan di akhirat, disisi Allah SWT
• Dihapuskan segala dosa dan
kejelekannya dan terhindar dari penyakit (HR. Tirmidzi)
b. Shalat Hajat
Shalat
hajat ialah shalat sunat yang dikerjakan untuk sesuatu kehendak atau permintaan
untuk mohon diperkenankan Allah. Shalat ini sama dengan shalat lainnya dua-dua
rakaat kecuali niat suatu hajat.
Boleh
dikerjakan siang hari tetapi lebih baik malam hari. Ayat yang dibaca pada
rakaat pertama adalah ayat kursi (al-Baqarah: 255) dan pada rakaat kedua surat
al-Ikhlas. Dan juga boleh surat-surat atau ayat-ayat lainnya.[7]
Sebagaimana
hadits Nabi SAW:
حدثنا
علي بن عيسى بن يزيد البغدادي حدثنا عبد الله بن بكر السهمي و حدثنا عبد الله بن
منير عن عبد الله بن بكر عن فائد بن عبد الرحمن عن عبد الله بن أبي أوفى قال قال
رسول الله صلى الله عليه و سلم من كانت له الى الله حاجة او الى احد من بني آدم
فليتوضأ فليحسن الوضوء ثم يصل ركعتين ثم ليثن على الله و ليصل على النبي صلى الله
عليه و سلم ثم ليقل لا إله إلا الله الحليم الكريم سبحان الله رب العرش العظيم
الحمد لله رب العالمين أسئلك موجبات رحمتك و عزائم مغفرتك و الغنيمة من كل بر و
السلامة من كل إثم لا تدع لي ذنبا إلا غفرته و لا همّا إلا فرّجته و لا حاجة هي لك
رضا إلا قضيتها يا أرحم الراحمين (رواه الترمذي)
“Ali
bin Isa bin Yazid al-Baghdadi menceritakan kepada kita, Abdullah bin Bakar
as-Sahmiy menceritakan kepada kita, dan Abdullah bin Munir menceritakan kepada
kita, dari Abdullah bin Bakar dari Faid bin Abdurrahman dari Abdullah bin Abu
Aufa berkata: Rasulullah SAW bersabda: "Barang siapa yang mempunyai hajat
kepada Allah atau kepada seseorang daripada anak Adam, hendaklah ia berwudhu
dengan membaikkan wudhunya, kemudian hendaklah ia bershalat dua rakaat,
kemudian ia memuji Allah dan bershalawat kepada Rasulullah dan kemudian
hendaklah ia membaca: "Tiada Tuhan melainkan Allah yang Maha Pemaaf lagi
Maha Mulia, Maha Suci Allah Tuhan yang mempunyai 'arasy yang besar, segala puji
Tuhan semesta alam. Aku mohon kepada-Mu segala yang menyebabkan aku memperoleh
rahmat-Mu dan segala yang menyebabkan aku memperoleh ampunan-Mu dan memperoleh keuntungan
dari segala kebaikan, dan kesejahteraan dari segala dosa. Janganlah engkau
tinggalkan bagiku akan sesuatu dosa dengan tidak Engkau mengampuninya dan
sesuatu kegundahan dengan tidak Engkau melapangkannya atau menghilangkannya dan
sesuatu hajat yang Engkau ridhai yang tidak Engkau penuhkan. Terimalah permohonanku,
wahai Tuhan yang Maha Rahim." (HR. Tirmidzi)[8]
c. Shalat Witir
Shalat
witir artinya shalat ganjil (satu rakaat, tiga rakaat, lima rakaat, tujuh
rakaat, sembilan rakaat atau sebelas rakaat). Sekurang-kurangnya satu rakaat
dan sebanyak-banyaknya sebelas rakaat, boleh memberi salam tiap dua rakaat dan
yang akhir boleh satu rakaat atau tiga rakaat, kalau dikerjakan tiga rakaat,
jangan membaca tasyahud awal agar tidak sama dengan shalat maghrib. Waktunya
sesudah shalat isya' sampai fajar.[9]
Sebagaimana
hadits Nabi SAW:
عن
أبي أيوب قال النبي صلى الله عليه و سلم الوتر حق فمن أحب أن يوتر بخمس فليفعل و
من أحب أن يوتر بثلاث فليفعل و من أحب أن يوتر بواحدة فليفعل (رواه النسائي)
Dari
Abu Ayub Nabi SAW bersabda: witir itu benar, maka barang siapa yang suka
mengerjakan lima, kerjakanlah, dan siapa yang suka mengerjakan tiga,
kerjakanlah, dan siapa yang suka mengerjakan satu, kerjakanlah.
(HR. an-Nasai).[10]
d. Shalat Tasbih
Shalat
tasbih ialah shalat sunnah yang dikerjakan pada malam hari atau boleh juga pada
siang hari dan diselingi dengan membaca tasbih sebanyak 300 kali. tiap satu
rakaat ada 75 kali tasbih dengan jumlah 4 rakaat. Yaitu ketika berdiri sesudah
membaca fatihah dan surat-surat lain sebanyak 15 kali, ketika ruku’ setelah
membaca doa ruku’ sebanyak 10 kali, ketika i’tidal setelah membaca doa i’tidal sebanyak
10 kali ketika sujud setelah membaca doa sujud sebanyak 10 kali, ketika duduk
diantara dua sujud sebanyak 10 kali, ketika sujud kedua sebanyak 10 kali dan
ketika bangun dari sujud sebelum berdiri sebanyak 10 kali, jadi total dalam
satu rakaat 75 kali.
Adapun
jumlah rakaat yang dikerjakan sebanyak empat rakaat, apabila dikerjakan pada
waktu malam hari dua kali salam tiap dua rakaat dan apabila dikerjakan pada
siang hari satu kali salam.
Rasulullah
sangat menganjurkan untuk melakukan shalat tasbih, bahkan dijelaskan bahwa jika
sanggup, kerjakanlah tiap hari satu kali, jika tidak sanggup, sekali dalam
sepekan, jika tidak sanggup juga, sekali dalam satu bulan, jika tidak sanggup
juga, sekali dalam satu tahun, jika tidak sanggup juga, maka sekali seumur
hidup.[11]
Sebagaimana
hadits Nabi SAW:
حدثنا
موسى عن عبد الرحمن أبو عيسى المسروقي حدثنا زيد بن الحباب حدثنا موسى بن عبيدة مولى
ابي بكر بن عمرو بن حزم عن ابي رافع قال قال رسول الله صلى الله عليه و سلم للعباس
يا عم ألا أحبوك ألا أنفعك ألا أصلك قال
بلى يا رسول الله قال فصلّ أربع ركعات تقرأ في كل ركعة بفاتحة الكتاب و سورة فإذا
انقضت القراءة فقل سبحان الله و الحمد لله و لا إله إلا الله و الله أكبر خمس عشرة
مرة قبل أن تركع ثم اركع فقلها عشرا ثم ارفع رأسك فقلها عشرا ثم اسجد فقلها عشرا
ثم ارفع رأسك فقلها عشرا ثم اسجد فقلها عشرا ثم ارفع رأسك فقلها عشرا قبل أن تقوم
فتلك خمس و سبعون في كل ركعة و هي ثلاثمائة في أربع ركعات فلو كانت ذنوبك مثل رمل
عالج غفرها الله لك قال يا رسول الله و من لم يستطع يقولها في يوم قال قلها في
جمعة فإن لم يستطع فقها في شهر حتى قالها في سنة (رواه ابن ماجه)
"Musa
bin Abdurrahman menceritakan kepada kita, Abu Isa al-Masruqiy, Zaid bin Hubab
menceritakan kepada kita, Musa bin Ubaidah menceritakan kepada kita, Said bin
Abi Said menceritakan kepadaku, Maula Abu Bakar bin Amr bin Hazm, dari Abi
Rafi’ berkata: Rasulullah SAW bersabda kepada Abbas: Hai pamanku! Apakah kamu
saya ajarkan sesuatu yang aku cintai, sesuatu yang memberi manfaat kepadamu,
dan sesuatu yang dapat mempererat tali silaturrahmi. Abbas menjawab: ya, hai
Rasulullah, Nabi SAW bersabda: maka shalatlah empat rakaat, kemudian kamu
membaca dalam tiap rakaat pembuka kitab dan surat lainnya, kemudian setelah selesai
membaca, lalu bacalah “subhanallah
walhamdu lillah wa laa ilaaha illallah wallahu akbar” (Maha Suci Allah segala
puji bagi Allah tiada Tuhan selain Allah dan Allah Maha Besar) 15 kali sebelum rukuk,
kemudian rukuklah dan bacalah 10 kali, kemudian angkatlah kepalamu dan bacalah
10 kali, kemudian sujud dan bacalah 10 kali, kemudian angkatlah kepalamu dan
bacalah 10 kali, kemudian sujud dan bacalah 10 kali, kemudian angkatlah
kepalamu dan bacalah 10 kali sebelum berdiri. Maka semua itu ada 75 kali dalam
tiap rakaat dan 300 kali dalam empat rakaat. Dan apabila kamu mempunyai dosa
seperti gunung pasir, niscaya Allah akan memberi ampun kepadamu. Abbas bertanya:
hai Rasulullah! Dan barang siapa yang tidak mampu mengerjakan tiap hari?
Rasulullah SAW bersabda: kerjakanlah setiap sepekan, dan jika tidak mampu
kerjakanlah sebulan, sehingga beliau bersabda: kemudian kerjakanlah setahun."
(HR. Ibnu Majjah).[12]
[1] Dewan Redaksi Ensiklopedi
Islam, Ensiklopedi Islam, (Jakarta:
Ichtiar Baru Van Hoeve, 1993), Cet. 1, hlm. 207.
[2] Departemen Agama RI., Al-Qur’an
dan terjemahannya, Surabaya: CV. Karya Utama 2002, hlm. 396.
[3] Tengku Muhammad Hasbi
Ash-Shiddieqy, Pedoman Shalat,
(Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 2001), Edisi 3, Cet. 1, hlm. 304.
[4] Imam Abdullah bin Abdurrahman
bin Fadhol bin Barom bin Abdus Shomad as-Sahmy as-Samarqondy ad-Darimi, Sunan
ad-Darimi, (Beirut: Dar al-Fikr, t.th), hlm. 346.
[5] Hamka (Abdul Malik Abdul Karim
Amrullah), Tafsir al-Azhar, Jilid VI, (Singapura: Pustaka Nasional PTE.
LTD., 1999), Cet. III, hlm. 4102.
[6] Moh. Sholeh, Tahajjud Manfaat
Praktis Ditinjau dari Ilmu Kedokteran,
(Yogyakarta: Forum Studi Himanda, 2001), hlm. 164
[7] Moenir Manaf, Pilar Ibadah dan
Doa, (Bandung: Angkasa, 1993), hlm. 82.
[8] Abu Isa Muhammad bin Isa bin
Saurah at-Tirmidzi, Sunan Tirmidzi, Juz II dan V, Beirut: Darul Kutub
al-Ilmiyyah, t.th., hlm. 344.
[9] Sulaiman Rasjid, Fiqih Islam,
(Bandung: Sinar Baru, 1992), Cet. Ke-25, hlm. 146.
[10] Abi Abdurrahman Ahmad bin
Syu’aib an-Nasa’i, Sunan al-Kubra, Juz I, (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah,
t.th.), hlm. 441.
[11] Zakiah Daradjat, Shalat Menjadikan Hidup Bermakna, (Jakarta: CV. Ruhama, 1996), Cet. VII, hlm.
65.
[12] Abi Abdullah Muhammad bin
Yazid al-Qazwiny Ibnu Majjah, Sunan Ibnu Majjah, Juz I, (Beirut: Dar al-Fikr,
t.th.), hlm. 442
No comments:
Post a Comment