Dalam
pemberian nama, para orang tua takkan lepas dari harapan-harapan kebanggaan
tersendiri terhadap nama yang diberikan. Nama merupakan harapan agar anak
sepadan atau sederajat dengan manusia
pada umumnya. Karena salah satu syarat diakuinya derajat manusia dengan yang lainnya
karena manusia memiliki sebuah nama.[1]
Besarnya
harapan orang tua melalui nama yang diberikan kepada anaknya dipengaruhi oleh
besarnya kecintaan orang tua kepada anak. Orang tua berharap agar anak kelak
bisa tumbuh dewasa sesuai dengan kandungan makna dalam nama tersebut.
Dalam
merumuskan sebuah nama, orang tua memperhatikan harapan yang paling
diinginkan.kemudian ia baru mencari kata atau redaksi yang akan dijadikan nama
tersebut. Dalam langkah ini terlihat bahwa ketika orang tua menetapkan harapan
yang paling diinginkan, ia akan mengutamakan harapan agar anak kelak menjadi
anak yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya, bukan hanya harapan agar anak
menjadi orang yang cantik atau bagus, kaya, menarik, pandai berbicara dan
kemampuan fisik lainnya. Tapi orang tua pasti mengharapakan agar anak menjadi
insan yang takwa, yang taat kepada Allah, Rasul, berbakti kepada orang tua dan
sifat-sifat lain yang menjadikan anak tergolong dalam anak yang saleh, karena
orang tua menginginkan terbentuknya kesalehan anak sebagai tujuan utama dalam
mendidik anak.
Sebagai
orang tua muslim yang taat kepada Allah tentu akan meletakkan harapan yang
benar, yakni harapan agar anaknya kelak tumbuh dewasa menjadi insan saleh.
Karena dengan kesalehan yang dimilikinya niscaya ia akan menjadi insan yang
tampan, lebih canti, lebih kaya dan lebih tinggi pangkatnya di mata Allah SWT
serta akan terwujud kelak semua harapan dalam kehidupan serta abadi. Dan itulah
kekayaan yang diinginkan oleh orang tua dan diridhai oleh Allah SWT.
Sebagaimana isyarat Nabi dalam hadisnya:
عن
أبي هريرة رضي الله عنه قال قال رسول الله صلى الله عليه و سلم ليس الغني عن كثرة
العرض و لكن الغني غني النفس (رواه البخاري و مسلم)
Dari
Abu Hurairah ia berkata, Rasulullah SAW bersabda, “Kekayaan itu bukanlah dari
banyaknya harta, tetapi kekayaan itu terlihat dari banyaknya hati (perasaan)”.
(HR. al-Bukhari dan Muslim)[2]
Selain
itu nama juga mengandung unsur doa. Bagi telinga kedua orang tua nama anak
seperti suara musik yang sangat merdu.[3] Dengan sering diucapkan
oleh banyak orang.maka doa yang terkandung dalam nama itu diharapkan akan
mensupport si empunya anak untuk berperilaku sebagaimana kandungan makna dari
nama tersebut.[4]
Dan sebagai doa tentunya orang tua akan
memilih kata yang mengandung doa akan kesalehan anak bukan kata-kata yang
mengandung doa yang jelek.yang akan membawa anak menjadi orang musyrik orang
yang benci oleh Allah SWT.
Sebagai
penanggung jawab dan pemeliharaan anak orang tualah yang menentukan tujuan
mendidik anak tersebut karena orang tua adalah pendidik utama dan pertama bagi
anak. Dimana anak saat itu masih polos, belum mengetahui apa-apa. Sehingga
orang tualah yang akan memberi corak dalam kehidupanya, sebagaimana Hadis dari
Abi Hurairah:
عن
أبي هريرة رضي الله قال قال رسول الله صلى عليه و سلم ما من مولود إلا يولد على
الفطرة فأبواه يهودانه او ينصرانه او يمجسانه (رواه البخاري)
Dari
Abu Hurairah r.a ia berkata, bahwasannya Rasulullah SAW bersabda, “Tidaklah
seseorang yang dilahirkan kecuali dalam keadaan fitrah suci dari kesalahan dan
dosa maka orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani dan Majusi”.
(HR. al-Bukhari).[5]
Apabila
orang tua mengarahkan pada ajaran Islam, maka berdasarkan hadis di atas
insyaallah anak akan berjalan sesuai dengan ajaran Islam. Demikian juga dengan
nama, apabila orang tua meletakan harapan kesalehan anak, insyaallah dengan
sering dilafalkan nama sebagai doa akan membina anak menjadi anak shaleh.
Karena itu orang tua harus menentukan harapan baik yang terkandung dalam nama
tersebut dengan memberinya nama yang baik.
Sebuah
hadis riwayat Bukhari sebagai bukti bahwa dalam nama terdapat unsur doa dan
harapan orang tua dimana ketika seorang sahabat Hazn (susah) menghadap
Rasullulah SAW, lalu beliau bertanya: “siapakah namamu?” jawabnya: namaku Hazn
Rasul langsung menggantinya seraya bersabda namamu adalah Sahal. (HR. Bukhari)
عن
ابن المسيب عن أبيه ان أباه جاء الى النبي صلى الله عليه و سلم فقال ما أسمك قال
حزن قال أنت سهل قال لا أغير أسما سمّى به أبي قال ابن المسيب فما زالت الحزونة
فينا بعد (رواه البخاري)
Dari
Ibnu Musayyab dari bapaknya, sesungguhnya bapaknya datang kepada Nabi Muhammad
SAW, kemudian Nabi SAW bersabda, “siapa namamu?”, ia menjawab: :Hazn”, Nabi
bersabda, “Namamu Sahal”, kemudian Hazn menjawab, “saya tidak akan merubah nama
yang telah diberikan bapak saya kepada saya”. Ibn Musayyab berkata, “kemudian
tidak pernah berhenti kesedihan-kesedihan setelah itu”.
(HR. al-Bukhari).[6]
Nama
Hazn berarti susah atau sulit itu tentunya tidak baik, maka diganti menjadi
“Sahal” yang berarti “mudah” hadis ini menunjukkan dengan jelas adanya unsur doa dan harapan
yang terdapat pada sebuah nama. Nama Sahal diharapkan akan menjadikanya sebagai
orang yang memiliki kemudahan dalam berbagai hal.
[1] M. Nipan Abdul Halim, Mendidik
Kesalehan Anak, (Jakarta: Pustaka Amani,
2001), hlm. 44.
[2] Muslim Abul Hasan, Shahih
Muslim II, (Semarang: Toha Putra, t.th.), hlm.
762.
[3] Dewan Ulama al-Azhar, Child Love in Islam (terj. Dra. Alwiyah Abdurrahman), (Bandung:
al-Bayan, 1992), hlm. 84.
[4] M.Nipan Abdul Halim, Mendidik Kesalehan Anak, (Jakarta: Pustaka Amani, 2001), hlm. 44
[5] Abu Abdullah Bin Ismail
Al-Bukhori, Sahih Al Bukhari, (Beirut:
Dar al Kutub al Ilmiah, tth.), Juz I,
hlm. 413.
[6] Abi Abdillah M. bin Ismail Al-Bukhari, Op. Cit., hlm. 79.
No comments:
Post a Comment